"Sinting kamu!? Itu rumah aku, aku yang beli itu rumah pakai uang aku, itu rumah aku!? Bukan rumah kita!? Kamu nggak berhak atas rumah itu, Emir!?" sentak Sonya.
Emir dengan cepat menyentuh pipinya yang panas akibat ditampar oleh Sonya, rasa sakit di pipinya tidak sesakit harga dirinya yang seolah Sonya campakkan ke lantai. "Sonya!?"
"Apa?! Apa!? Kamu mau apa!? Itu rumah aku, kamu nggak punya hak barang sepeser pun dari rumah itu!? Itu
"Ampun, Emir!?" Sonya menjerit keras sembari melindungi wajahnya dengan kedua tangan miliknya yang bergetar hebat. Sonya menutup matanya serapat mungkin, berusaha untuk menahan rasa takutnya akan ledakan kemarahan Emir. Tubuhnya seolah mengeras dan bersiap menerima pukulan dari Emir, entah tamparan atau tonjokkan yang Emir arahkan pada salah satu bagian tubuhnya, Sonya sama sekali tidak bisa berpikir jernih, dia ketakutan.Brak ....Tubuh Sonya bergidik saat mendengar suara keras seolah ada seseorang dibanting di lantai. Sonya masih tetap memejamkan matanya, dirinya terlalu takut untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.Beberapa detik berlalu setelah bunyi tersebut, Sonya terkesiap saat merasakan perasaan hangat menyelimuti tubuhnya dan mungkin ini hanya sebuah ilusi Sonya, karena Sonya merasakan wangi pantai yang sangat
“Sonya, kamu nggak apa-apa?” tanya Awan sembari memutar kunci pintu ruangan Sonya dan saat berbalik tubuhnya langsung merasakan kelembutan tubuh Sonya. Wangi parfum bakarat bercampur dengan wangi alami tubuh Sonya yang sangat Awan sukai seketika itu juga tercium. “Awan ... Awan, aku takut ...,” bisik Sonya sembari mengeratkan pelukannya menempelkan tubuhnya serapat mungkin dengan tubuh Awan. Awan dengan cepat membalas pelukan dan mengusap punggung Sonya dengan lembut, “Udah, udah nggak ada suami kamu itu, udah aku usir.” “Aku takut, Awan ... aku ... aku ....” Sonya melepaskan pelukannya dan menatap manik mata Awan ketakutan berusaha untuk menimbang-nimbang apakah dia harus menceritakan semuanya, pada Awan atau tetap menutupi keadaan pernikahannya yang sudah porak-poranda namun, hanya beberapa orang saja yang mengetahuinya. Sonya memundurkan tubuhnya dan berjalan ke arah meja yang sudah berantakan akibat perkelahian Awan dan Emir. Sonya berjongkok dan
"Sentuh aku ...," bisik Sonya.Tubuh Awan bergidik saat mendengar permintaan Sonya yang seolah memberikan lampu hijau untuk dirinya menyentuh wanita cantik itu. Wanita yang selalu ada di setiap mimpinya."Awan ...," bisik Sonya pelan sembari mengusap pipi Awan lembut, berusaha agar Awan mau menyentuhnya. "Sentuh aku.""Kamu yakin, Sonya? Sekali aku sentuh kamu, aku nggak mungkin berhenti dan aku bakal terus meminta untuk menyentuh kamu ....""Sentuh ...." Sonya mengecup bibir Awan pelan, menyapukan lidahnya ke permukaan bibir Awan yang hangat."Aku, sekarang ...," bisik Sonya sembari mengalungkan tangannya ke leher Awan.Seketika itu juga pertahanan Awan runtuh, diciumnya bibi
"Sonya ...."Sonya menghentikan langkahnya saat mendengar panggilan dari suara yang mulai Sonya sukai, "Kenapa, Awan?""Pulang?" tanya Awan sembari berjalan mendekati Sonya."Iya, aku pulang ... kamu sangka kalau aku jalan ke parkiran aku mau operasi?" tanya Sonya sambil menyelipkan rambutnya ke telinga. Semenjak peristiwa di ruangan kerjanya kemarin Sonya benar-benar salah tingkah di hadapan Awan, pikirannya selalu melayang pad
Sonya menghempaskan tubuhnya di atas ranjang miliknya, rasa lelah yang ia rasakan setelah bekerja dari pagi hari terkikis setelah melakukan ritual mandi air hangat yang sangat Sonya sukai. Sonya berguling dan mengambil ponsel miliknya yang tergeletak di ranjang, dengan cepat ia melihat ada beberapa pesan dari teman-teman dan koleganya yang langsung Sonya abaikan. Mata Sonya terhenti pada sebuah nama yang sangat ia sukai.“Awan ....” Sonya membuka chat-nya dan bukan menemukan pesan namun sebuah panggilan telepon via aplikasi.Sonya terkejut saat merasakan ponselnya bergetar karena menerima panggilan dari Awan, “Iya ... ada apa? Ada operasi?” tanya Sonya spontan karena biasanya bila bulan perawat yang menghubunginya maka Awan sebagai perawat anestesi yang menghubunginya.“CITO, Dok,” ucap Awan.“Hah ... siapa yang mau dioperasi?” tanya Sonya sigap, dengan cepat ia berdiri dan mengambil kemejanya yang ada terga
“Awan ...,” sapa Sonya saat melihat Awan sudah menyerahkan helm ke tangan Sonya.“Pagi, Sonya,” sahut Awan.Sonya hanya tersenyum simpul saat melihat Awan, rasanya kata-kata Awan tadi malam benar-benar mencambuk dirinya. Membuat Sonya tersadar kalau pernikahan yang saat ini sedang Sonya jalankan adalah pernikahan yang sudah rusak dan karam.“Sonya ... kamu kenapa?” tanya Awan pelan sembari mengambil helm dari tangan Sonya dan memasangkan helm di kepala Sonya.“Nggak ... aku nggak apa-apa,” dusta Sonya, “Aku sakit perut.”“Oh ... kamu PMS?” tanya Awan.Sonya terdiam mendengar pertanyaan Awan, bingung harus menjawab apa, karena semenjak rahimnya di angkat dirinya sudah tidak mengalami menstruasi lagi. “Nggak.”“Jangan bilang kamu masih mikirin kata-kata aku kemarin,” ucap Awan.Sonya menengadah dan mendapati wajah Awan yang sedang mena
"Awan ...," bisik Sonya yang kaget saat mendapati Awan dan Eka di depan ruangan petugas CCTV. "Dokter Sonya, kenapa ada di sini?" tanya Awan kaget saat melihat Sonya ada di sana, ditambah lagi di belakang Sonya ada Lidya yang sedang menatapnya dengan tatapan yang seolah mengetahui dosa besar yang dia lakukan bersama Sonya kemarin. Sebuah dosa yang membuat kepala Awan pusing bukan kepala dan membuat dirinya berlama-lama di kamar mandi karena harus menuntaskannya hasratnya sendirian. "Kamu nggak apa-apa?" tanya Sonya yang merasa tidak enak karena membuat Awan tidak bisa menyelesaikan hasratnya tadi. "Aku nggak apa-apa," jawab Awan sembari tersenyum, berusaha menyembunyikan perasaan sesungguhnya yang benar-benar merasa nelangsa karena tidak dapat memuaskan keinginannya. "Emang kamu kenapa, Wan? Salah minum obat atau kecepi—" "Diem," potong Awan cepat sembari memukul bahu Eka, membungkam ucapan Eka yang terkadang membuat Awan kesal. "Sakit A ...." Eka menghen
Sonya memandangi flashdisk di tangannya sambil berjalan menyusuri lorong rumah sakit, flashdisk yang berisikan video rekaman CCTV miliknya. Sonya sama sekali tidak mau membuka video tersebut, rasanya malu melihat dirinya yang sedang mendesah akibat sentuhan Awan.Membayangkan hal itu sudah membuat Sonya meremang, tiba-tiba saja tubuhnya mengingat kembali kenikmatan yang ia dapatkan di bagian pribadinya, sebuah kenikmatan yang tidak pernah Sonya dapatkan dari suaminya.“Kenapa?” tanya Lidya yang tiba-tiba berjalan di sebelahnya.“Nggak, nggak apa-apa,” dusta Sonya, tidak mungkin Sonya mengatakan kalau dia sedang membayangkan jemari Awan yang sedang bermain di bagian pribadinya.“Muka kamu merah, jangan bilang kamu mikirin hal mesum, Sonya,” tebak Lidya sembari menunjuk hidung Sonya yang tampak memerah.“Nggak ... ya ampun, Lidya, jangan ngaco, deh.” Sonya berusaha dengan keras menutupi ekspresi mukanya