Sonya menghempaskan tubuhnya di atas ranjang miliknya, rasa lelah yang ia rasakan setelah bekerja dari pagi hari terkikis setelah melakukan ritual mandi air hangat yang sangat Sonya sukai. Sonya berguling dan mengambil ponsel miliknya yang tergeletak di ranjang, dengan cepat ia melihat ada beberapa pesan dari teman-teman dan koleganya yang langsung Sonya abaikan. Mata Sonya terhenti pada sebuah nama yang sangat ia sukai.
“Awan ....” Sonya membuka chat-nya dan bukan menemukan pesan namun sebuah panggilan telepon via aplikasi.
Sonya terkejut saat merasakan ponselnya bergetar karena menerima panggilan dari Awan, “Iya ... ada apa? Ada operasi?” tanya Sonya spontan karena biasanya bila bulan perawat yang menghubunginya maka Awan sebagai perawat anestesi yang menghubunginya.
“CITO, Dok,” ucap Awan.
“Hah ... siapa yang mau dioperasi?” tanya Sonya sigap, dengan cepat ia berdiri dan mengambil kemejanya yang ada terga
“Awan ...,” sapa Sonya saat melihat Awan sudah menyerahkan helm ke tangan Sonya.“Pagi, Sonya,” sahut Awan.Sonya hanya tersenyum simpul saat melihat Awan, rasanya kata-kata Awan tadi malam benar-benar mencambuk dirinya. Membuat Sonya tersadar kalau pernikahan yang saat ini sedang Sonya jalankan adalah pernikahan yang sudah rusak dan karam.“Sonya ... kamu kenapa?” tanya Awan pelan sembari mengambil helm dari tangan Sonya dan memasangkan helm di kepala Sonya.“Nggak ... aku nggak apa-apa,” dusta Sonya, “Aku sakit perut.”“Oh ... kamu PMS?” tanya Awan.Sonya terdiam mendengar pertanyaan Awan, bingung harus menjawab apa, karena semenjak rahimnya di angkat dirinya sudah tidak mengalami menstruasi lagi. “Nggak.”“Jangan bilang kamu masih mikirin kata-kata aku kemarin,” ucap Awan.Sonya menengadah dan mendapati wajah Awan yang sedang mena
"Awan ...," bisik Sonya yang kaget saat mendapati Awan dan Eka di depan ruangan petugas CCTV. "Dokter Sonya, kenapa ada di sini?" tanya Awan kaget saat melihat Sonya ada di sana, ditambah lagi di belakang Sonya ada Lidya yang sedang menatapnya dengan tatapan yang seolah mengetahui dosa besar yang dia lakukan bersama Sonya kemarin. Sebuah dosa yang membuat kepala Awan pusing bukan kepala dan membuat dirinya berlama-lama di kamar mandi karena harus menuntaskannya hasratnya sendirian. "Kamu nggak apa-apa?" tanya Sonya yang merasa tidak enak karena membuat Awan tidak bisa menyelesaikan hasratnya tadi. "Aku nggak apa-apa," jawab Awan sembari tersenyum, berusaha menyembunyikan perasaan sesungguhnya yang benar-benar merasa nelangsa karena tidak dapat memuaskan keinginannya. "Emang kamu kenapa, Wan? Salah minum obat atau kecepi—" "Diem," potong Awan cepat sembari memukul bahu Eka, membungkam ucapan Eka yang terkadang membuat Awan kesal. "Sakit A ...." Eka menghen
Sonya memandangi flashdisk di tangannya sambil berjalan menyusuri lorong rumah sakit, flashdisk yang berisikan video rekaman CCTV miliknya. Sonya sama sekali tidak mau membuka video tersebut, rasanya malu melihat dirinya yang sedang mendesah akibat sentuhan Awan.Membayangkan hal itu sudah membuat Sonya meremang, tiba-tiba saja tubuhnya mengingat kembali kenikmatan yang ia dapatkan di bagian pribadinya, sebuah kenikmatan yang tidak pernah Sonya dapatkan dari suaminya.“Kenapa?” tanya Lidya yang tiba-tiba berjalan di sebelahnya.“Nggak, nggak apa-apa,” dusta Sonya, tidak mungkin Sonya mengatakan kalau dia sedang membayangkan jemari Awan yang sedang bermain di bagian pribadinya.“Muka kamu merah, jangan bilang kamu mikirin hal mesum, Sonya,” tebak Lidya sembari menunjuk hidung Sonya yang tampak memerah.“Nggak ... ya ampun, Lidya, jangan ngaco, deh.” Sonya berusaha dengan keras menutupi ekspresi mukanya
Sonya berjalan keluar dari ruang operasi, hampir dua jam dia di dalam dan saat ini dia sedang menunggu pasiennya kembali sadar. Dengan tenang Sonya berjalan hilir mudik di depan ruangan pemulihan, sembari melihat tangan kanannya, tangan yang sudah dengan kurang ajarnya menyentuh bagian pribadi Awan tadi. “Ya ampun, Sonya, kamu kenapa, sih? Kok bisa sebodoh itu, kamu masa nggak bisa bedain mana ponsel dan alat kelamin pria?!” Sonya menepuk dahinya berkali-kali mengutuki kebodohannya karena salah mengenali benda. Rasanya sia-sia sekolah kedokteran hampir selama sepuluh tahun tapi, membedakan ponsel dan alat kelamin saja dia tidak bisa. Pemandangan alat kelamin bukan sesuatu yang aneh bagi Sonya, karena setiap dia melakukan operasi pasti menghadapi pasien dengan berbagai bentuk dan macam alat kelamin. Namun, entah kenapa pikiran Sonya benar-benar bekerja lebih liar saat membayangkan alat kelamin Awan, tanpa sadar tangan Sonya bergerak menggenggam sesuatu .... “D
Awan terus menggenggam tangan Sonya sepanjang jalan pulang dari pemakaman hingga sampai di rumah Sonya, Awan sama sekali tidak ingin melepaskan tangan mungil dan lentik itu dari genggaman tangannya, bahkan Awan mau bersusah payah mengendarai motornya hanya dengan menggunakan salah satu tangannya, saja.Perasaan Awan seolah mengatakan bila dirinya melepaskan genggamannya, Sonya akan menghilang dan meninggalkan dirinya. Awan tidak mau itu terjadi, sudah cukup satu kali saja Awan merasakan perasaan ditinggalkan hingga Awan mengutuki dan menghukum dirinya sendiri akibat sebuah kesalahan yang membuat kehidupannya hancur berantakkan dulu. Dia tidak akan melakukan kesalahan yang sama dengan Sonya, dia bersumpah akan melindungi wanita yang sudah mengetuk dan memorak-porandakan hati juga pikirannya.“Awan, udah sampai.”Suara Sonya menyadarkan Awan dari lamunannya dan mulai menekan rem motornya sepelan mungkin, agar mengurangi kecepatan motor. Setelah sampai
“Sonya, boleh aku menyentuhmu?” bisik Awan sembari mengusap lengan Sonya sepelan mungkin, menggelitiknya.Sonya hanya bisa menggigit bagian bawah bibirnya, tidak bisa Sonya pungkiri kalau saat ini tubuhnya sedang meraung mengharapkan Awan untuk memuaskan ego wanitanya. Sonya ingin disentuh dan dipuaskan oleh Awan. Entah sejak kapan Sonya menginginkan dirinya disentuh oleh Awan, lelaki yang dengan lembut dan pelan tapi, pasti masuk ke kehidupannya dan memorak-porandakan perasaannya. Menyadarkan Sonya kembali rasa mencintai dan dicintai. Walaupun sampai detik ini Sonya tidak mau mengakui perasaannya sendiri. Tapi, Sonya sangat menikmati segala perhatian dan cinta yang Awan berikan pada dirinya tanpa pamrih.“Sonya, boleh aku menyentuh kamu?” bisik Awan sekali lagi, tangannya tidak bergerak lebih jauh. Hanya menyentuh lengan Sonya, menunggu jawaban dari wanita cantik itu, pantang bagi Awan menyentuh seorang wanita tanpa menanyakan kesediaannya, mas
“Aku benci ranjang, ini, Awan!”“Kenapa? Apa yang salah dengan ranjangnya.” Awan bingung dengan reaksi yang Sonya berikan. “Kenapa, ranjangnya Sonya?”“Awan, di sini di atas ranjang ini, Emir pernah berhubungan badan dengan selingkuhannya. Di atas ranjang ini, Emir ....” Sonya bingung untuk melanjutkan kalimatnya. Karena dia bingung dengan perasaannya, dia bersumpah sudah tidak mencintai Emir lagi. Tapi, rasa dendam benar-benar menguasainya bila sudah mengingat kejadian itu.Sonya kaget saat merasakan ujung jemari Awan mengusap dahinya dengan pelan dan turun ke ujung pucuk hidung Sonya, jemari itu terus turun dan berhenti di bagian atas bibir Sonya.“Kamu benci dan dendam sama Emir?” bisik Awan yang mulai mengerti mengapa Sonya membenci ranjang dan ruangan itu. Sonya menjawabnya dengan anggukkan.“Mau tahu cara balas dendam terbaik?” tanya Awan lagi sembari menggerakkan jarinya
“Sobek, Wan ... sobek celananya.” Perkataan Sonya meledakkan nafsu Awan, dengan sekali tarikan Awan menarik celana dalam berbahan renda berwarna hitam milik Sonya dan melemparkannya ke sembarang arah. “Awan, sentuh aku ...,” bisik Sonya dengan tatapan yang sudah ditutupi kabut gairah, dia sangat menginginkan Awan menyentuhnya, bahkan sejujurnya dia ingin merasakan Awan di dalam dirinya. Seolah tidak sabar untuk disentuh oleh Awan, Sonya membimbing salah satu tangan Awan untuk menyentuh tubuhnya. “Sebentar,” bisik Awan sembari menjauhkan tangannya dan berjalan mundur menjauh dari Sonya dan membuka satu persatu kancing celana jeans-nya. Sonya melebarkan kakinya dan mendongakkan kepalanya, sekejap kaget saat menyadari betapa besarnya tubuh Awan daripada tubuhnya yang mungil, bahu Awan yang lebar dan tegap tampak sensual di mata Sonya. Sonya menahan napasnya saat melihat Awan menurunkan celananya, dia tersentak saat melihat kejantanan Awan yang sudah meng