Beranda / Romansa / Di Balik Kemudi Sang Pemegang Kendali / BAB 6 : Membuatnya Tak Bisa Bernapas

Share

BAB 6 : Membuatnya Tak Bisa Bernapas

Penulis: reefisme
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-10 19:39:06

Catelyn terkejut. "Apa?!"

Nielson sungguh-sungguh tega padanya!

Petugas keamanan lalu menatap Catelyn dengan curiga. "Benarkah begitu, Nona?"

Catelyn tahu, ia dalam masalah besar jika benar-benar ketahuan dirinya menyelinap masuk ke acara ini.

Tanpa berpikir panjang, ia spontan berbalik dan melarikan diri.

"Nona, berhenti!" seru petugas keamanan.

Namun Catelyn sudah lebih dulu menerobos kerumunan, berlari keluar dari ballroom dengan napas memburu.

Ia tidak bisa tertangkap.

Tidak malam ini.

Catelyn terus berlari serampangan, tidak tahu ke mana arah tujuannya.

Jantungnya berdentum kencang, napasnya tersengal-sengal. Sekilas, ia menoleh ke belakang—lebih dari satu petugas keamanan kini mengejarnya.

Tidak. Ia tidak boleh tertangkap. Jika itu terjadi, hidupnya akan semakin hancur.

Ia tahu, ia akan berakhir di penjara jika sampai mereka berhasil menangkap dirinya. Hidupnya sudah buruk saat ini, ia tidak bisa menambahkan hal lain dalam daftar.

Di sepanjang koridor, Catelyn  menerobos lorong hotel yang panjang, air mata menggenang di pelupuk matanya.

Dalam kepanikan itu, ingatan tentang masa lalu di Basalt melintas di benaknya.

Di kota kecil itu, hidupnya sederhana, tapi penuh kehangatan. Ia memiliki kakak-kakak yang menyayanginya, melindunginya sejak kecil setelah orang tua mereka meninggal saat ia berusia sembilan tahun.

Kehidupan saat itu begitu membuat dirinya bahagia dengan hubungan yang hangat di dalam keluarga.

Selalu seperti itu, sampai ia menerima pernyataan cinta Nielson Stokes saat mereka di masa menengah atas.

Catelyn ingat, bagaimana kemudian dirinya kerap berdebat bahkan bertengkar dengan kakak-kakaknya karena mereka tidak menyukai Nielson.

Catelyn yang lugu.

Catelyn yang teramat naif.

Catelyn yang bodoh, yang ternyata hanya dimanfaatkan oleh Nielson Stokes dan keluarganya.

"Kakak… maafkan aku," gumamnya lirih di tengah napasnya yang memburu. "Lain kali, aku akan benar-benar mendengarkan nasihat kalian. Maafkan aku…"

Ia terus berlari, mencari tempat bersembunyi.

Catelyn terus berlari, mencari celah, hingga matanya menangkap satu pintu kamar hotel di sisi kiri yang sedikit terbuka.

Tanpa berpikir panjang, ia mempercepat lari dan menerjang masuk.

Brak!

Ia mendorong sosok yang membuka pintu itu ke dalam kamar, lalu buru-buru menutup pintu di belakangnya dengan napas terengah-engah.

Namun, ia sama sekali tidak menyadari satu hal—tubuhnya kini menempel erat pada pria yang barusan ia terjang.

Ia baru menyadari sesuatu yang aneh ketika ia mendengar suara rendah yang begitu dekat, "Nona―"

Namun Catelyn tidak memberi pria itu kesempatan berbicara lebih jauh.

Dengan panik, ia langsung mengulurkan satu tangannya, menutup mulut pria itu kuat-kuat tanpa menoleh ke arahnya.

"Sst! Diam!" bisiknya setengah membentak.

Di luar, suara langkah-langkah kaki terdengar semakin dekat.

"Ke mana perempuan itu?!"

"Cari terus! Jangan sampai lolos!"

Catelyn menahan napas, tubuhnya semakin merapat pada pria di depannya, menekan sosok itu ke dinding di belakangnya.

Kepalanya miring, menghadap ke pintu, dengan telinga menempel di dada sosok itu.

Ia bisa merasakan detak jantungnya sendiri—atau mungkin detak jantung pria itu?

Masa bodoh dengan itu.

Ia hanya tidak boleh tertangkap oleh para petugas keamanan yang mengejarnya ini!

Saat akhirnya suara-suara di luar terdengar semakin menjauh, Catelyn menghela napas panjang. Tubuhnya yang tegang mulai sedikit rileks.

Lalu ia tersadar—tangannya masih menutup mulut seseorang, dengan tubuh yang menekan dan kepala yang bersandar di dada seseorang.

Refleks Catelyn menjauhkan kepala—dan langsung membeku di tempat.

Salivanya tertahan, menyangkut di kerongkongan saat manik hazel miliknya berhenti di dada bidang seseorang di hadapannya.

Dada itu begitu dekat, masih menempel pada tubuhnya sendiri. Kemejanya terbuka di bagian atas, memperlihatkan kulitnya yang kencang dan hangat dengan otot-otot yang terukir sempurna.

Lekukan dadanya terlihat begitu jelas, dengan garis otot yang tegas namun tidak berlebihan—sebuah perpaduan sempurna antara kekuatan dan keanggunan.

Catelyn menelan ludah, matanya terarah tanpa sadar pada otot perut pria itu yang samar terlihat dari balik kemeja yang sedikit terbuka.

Dada pria itu naik-turun dengan ritme yang teratur, begitu kontras dengan napasnya sendiri yang tersengal karena panik.

Ia bisa merasakan kehangatan tubuh pria itu menembus kain pakaiannya, seolah menciptakan medan magnet yang tak kasat mata.

Matanya perlahan bergerak ke atas, menelusuri leher jenjang pria itu yang dihiasi garis rahang kuat, hingga akhirnya bertemu dengan sepasang iris biru paling mempesona yang pernah ia lihat.

Mata itu tajam, tapi tidak dingin—justru ada sesuatu yang terasa begitu intens, seolah menghipnotisnya dalam sekejap.

Lagi-lagi Catelyn merasa napasnya tersangkut.

Benaknya saat ini dipenuhi satu hal―pria di hadapannya begitu tampan dan memikat, dengan tubuh yang sempurna, hingga ia merasa seolah-olah seluruh udara di paru-parunya menguap begitu saja.

Pria itu menatapnya dengan senyum tipis yang samar dan berkata, "Sudah puas melihat-lihatnya?”

Suaranya rendah dan penuh daya tarik saat ia berbisik lagi dengan nada yang begitu sensual.

“Kau membuatku tak bisa bernapas, Nona…"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Kayla Azzahra
lanjut ka.......
goodnovel comment avatar
Joy
lanjuuttt thor
goodnovel comment avatar
Rinda Agustania
hmmmmm blm qpa2 dah dibikin deg2an....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Di Balik Kemudi Sang Pemegang Kendali   BAB 195 : Mengikuti Rencana

    Suara itu terdengar seperti keluar dari segala arah sekaligus, memantul di antara dinding logam dan baja.Ethan mendengus. “Aku tidak datang untuk bermain-main. Tunjukkan dia.”“Sabar,” Suara itu menggoda. “Pertama, letakkan semua senjatamu. Termasuk senjata di bawah jaketmu. Begitu pula anak buahmu.”Axel menoleh cepat ke Ethan, tapi Ethan hanya mengangkat tangan, tenang namun tajam.“Lakukan.”Keduanya meletakkan senjata di lantai, satu per satu. Suara logam jatuh menggema keras di ruangan sepi itu.“Bagus. Sekarang, berjalanlah mengikuti pemandumu.”Dari balik bayangan muncul seorang pria berpakaian serba gelap, membawa senter. Ia tak berkata apa-apa, hanya memberi isyarat agar Ethan mengikutinya.Lorong yang mereka lewati sempit dan panjang. Bau lembap dan karat makin menusuk.Di ujung lorong, terdengar samar suara rintihan.Jantung Ethan berdegup keras. Ia mengenali suara itu.“Catelyn…”Ia berlari cepat ke depan—mendorong pintu baja besar dan menerobos masuk.Namun begitu cahaya

  • Di Balik Kemudi Sang Pemegang Kendali   BAB 194 : Dia Sudah Datang

    Di atas langit Denver – dalam helikopter.Dini hari, angin dingin memukul keras badan helikopter yang sedang melaju ke arah timur.Rotor berputar cepat, menggema di langit gelap.Ethan duduk di kursi depan, wajahnya dingin menatap layar tablet di pangkuannya. Matanya menyorot peta digital yang menampilkan rute menuju St. Louis.Rodney duduk di seberang, headset di telinga, mengatur komunikasi dengan pilot dan tim keamanan yang berada di helikopter lain.Tiba-tiba—layar tablet Ethan berkedip.Sebuah panggilan masuk. Tidak terdeteksi. Tidak ada nomor. Tidak ada sumber jaringan.Rodney menoleh cepat. “Tuan, sinyal itu—”“Diam.” Ethan mengangkat tangannya, matanya menajam. Ia menerima panggilan itu.Layar berubah—dan seketika napas Ethan tercekat.Catelyn.Terikat di kursi besi, tangannya diikat kasar dengan tali nilon. Mulutnya ditutup lakban. Cahaya remang menyoroti wajahnya yang pucat, dengan rambut berantakan menutupi sebagian pipi. Mata Catelyn membesar, bergetar ketakutan.Darah Eth

  • Di Balik Kemudi Sang Pemegang Kendali   BAB 193 : Menuju St. Louis

    Langit Madison masih pekat.Di kamar utama Mansion Wayne, keheningan nyaris total—hanya terdengar detak halus jam antik di dinding.James Wayne terlelap di sisi Liliana, hingga getar lirih ponselnya di atas nakas memecah ketenangan.Dengan mata separuh terbuka, James meraba perangkat itu. Ia sempat ragu sejenak sebelum melihat nama yang muncul di layar.Rodney.James langsung bangun setengah duduk. Ia tahu, jika sampai ketua tim pengawal Ethan menghubungi dirinya —saat matahari bahkan belum benar-benar terbit, sesuatu yang penting pasti telah terjadi.“Rodney? Ada apa?” Suara James serak, tapi nada tegasnya masih terdengar jelas.Dari seberang, suara Rodney terdengar cepat dan berat napas. ‘Tuan Wayne, saya harus melapor segera. Saat ini saya bersama Tuan Wayne muda... kami bersiap lepas landas menuju St. Louis.’James mengerutkan alis. “St. Louis? Untuk apa?”‘Dia ba

  • Di Balik Kemudi Sang Pemegang Kendali   BAB 192 : Berikan Pesta Untuk Mereka

    Langit sore di atas Denver tampak kelabu, berat oleh awan dan sisa debu badai yang menggantung di udara. Dari jendela lebar penthouse Four Seasons, panorama kota yang biasanya megah kini tampak muram.Di dalam, ruangan utama lantai atas itu telah berubah total—bukan lagi ruang elegan tempat seorang miliarder menikmati senja, melainkan markas darurat pencarian yang tegang dan penuh tekanan.Beberapa layar besar menampilkan peta wilayah Amerika Tengah: garis-garis merah menandai jalur pergerakan, titik-titik biru berkelap-kelip menandai lokasi tim lapangan.Suara perangkat komunikasi dan langkah-langkah cepat bergema di udara. Di tengah ruangan itu, Ethan Wayne, berdiri tegak di depan meja besar yang dipenuhi dokumen dan peta digital.Wajahnya keras, mata birunya tajam seperti baja dingin, nyaris tanpa ekspresi—namun dari gerakan jarinya yang mengepal, amarah dan keputusasaan terselubung begitu jelas.Dua puluh jam telah berlalu sejak Cat

  • Di Balik Kemudi Sang Pemegang Kendali   BAB 191 : Satu Nama

    Malam menyelimuti tepian sungai. Kabut tipis melayang di atas permukaan air, memecah sinar lampu dermaga menjadi pita-pita oranye yang bergetar.Di kejauhan, siluet jembatan dan kontur kota St. Louis berdiri seperti bayangan kenangan—terlihat megah, tapi jauh. Tak satu pun menyadari apa yang berlangsung di bawahnya.Helikopter menderu rendah, lampu sorotnya menumpuk pada lembaran gelap gudang tua. Suara rotor menghembuskan angin yang keras, mengoyak dedaunan kering di tepi dermaga dan mengirim serpihan kertas yang tertinggal melayang.Di bawah bayangan mesin itu, tiga sosok berwajah tegang bergerak cepat, menurunkan sebuah keranda kecil berlapis kain dari kabin yang remang.Salah satu dari mereka—lebih tua, bergerak sigap namun terlihat lelah—menggotong tubuh yang tak berdaya dan rapuh: Catelyn.Catelyn terjaga dengan separuh penglihatan; rambutnya menempel lembap di pelipis. Napasnya tersengal, terombang-ambing antara kebingungan

  • Di Balik Kemudi Sang Pemegang Kendali   BAB 190 : Pencarian

    Ethan kembali melangkah menuju ruangan lain di penthouse, yang telah disulap menjadi seperti ruang kontrol.Ruangan itu terasa seperti pusat komando kecil yang terangkat dari film—dinding dipenuhi layar datar, peta digital Denver membentang di satu monitor besar, kamera-kamera CCTV menampilkan ubin-ubin mall, koridor, dan beberapa titik kejadian.Lampu redup di langit-langit memberi kesan operasi darurat; layar-layar berkelip, angka dan koordinat bergerak tak henti.Ethan berdiri di depan salah satu layar, jasnya masih terangkat di bahu, wajahnya pucat oleh amarah yang tertahan kecemasan. Matanya yang biru menatap setiap feed dengan intensitas pemburu.Di belakangnya, Rodney dan beberapa anggota tim duduk di meja konsol, mengetik perintah, memindai ulang rekaman, memanggil kontak, menghubungi pihak-pihak terkait.“Sampai sekarang, tidak ada jejak kendaraan yang teridentifikasi membawa nona,” laporan salah satu operator terdengar d

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status