Home / Historical / Di Balik Tirai Permaisuri / 05- Malam Yang Kembali Membiru

Share

05- Malam Yang Kembali Membiru

Author: Tinta cinta
last update Last Updated: 2025-11-10 15:38:52

Malam itu, Isabella mengenakan pakaian baru—gaun tidur tipis berwarna merah, yang sebelumnya dibelikan oleh Lusi atas perintahnya sendiri.

Rambutnya yang bergelombang ia biarkan terurai, memantulkan cahaya lentera yang temaram. Sejak tadi, senyum bahagia tak henti menghiasi wajahnya. Ethan benar-benar tabib yang sakti; hanya dengan satu kali perawatan, ia sudah merasa sembuh.

Namun, demi memastikan keadaannya benar-benar pulih, Ethan berjanji akan datang lagi besok.

“Kaisar Julius telah tiba,” suara pengawal dari balik pintu membuyarkan lamunan Isabella di depan cermin.

“Suamiku?” sambutnya dengan wajah berbinar.

Kaisar masuk dengan ekspresi datar. Tanpa ragu, Isabella segera bangkit dan membuka jubah luarnya.

“Kau terlihat begitu senang,” ujar Julius singkat.

“Karena malam ini aku akan menjadi istri yang sempurna untukmu,” jawab Isabella riang, tak peduli pada sikap dingin suaminya. Ia yakin, setelah malam ini, hati Julius akan luluh dan berubah.

“Kalau begitu, biarkan aku yang memulainya malam ini,” ucap Julius datar, lalu mendorong Isabella ke ranjang.

Tangan Kaisar menggenggam jemari Isabella. Tubuh mereka begitu dekat dengan posisi Kaisar menindih permaisuri, nafas bertemu, udara terasa tebal. Namun, senyum di wajah Isabella tiba-tiba memudar, berganti ekspresi kesakitan.

“Ah... Sua... Suamiku... sakit...” desisnya lirih.

Julius mengernyit, menatap keringat yang membasahi pelipis istrinya. Tatapannya beralih ke tangan Isabella yang kembali berubah menjadi biru.

“Ah...” Kaisar sontak bangkit, menatap nyalang pada istrinya yang kini terduduk, memegangi dada dengan wajah pucat.

“Kau bilang sudah sembuh!” bentaknya tajam.

Isabella berusaha mengatur napas, ingin menjelaskan, tetapi suaranya tercekat.

“Dasar wanita terkutuk,” desis Julius dingin sebelum berbalik meninggalkannya.

"Su.. Sua.. "

Brak

Kaisar menutup pintu dengan keras.

Isabella menatap punggung suaminya yang menjauh dengan pandangan kosong. Keringat bercucuran, disusul air mata yang jatuh tanpa henti.

“Kenapa... kenapa jadi seperti ini?” jeritnya dalam hati.

Lusi segera masuk dengan wajah panik, melihat tuannya berusaha tetap sadar dengan kondisi kacau membuatnya sangat khawatir .

"Yang Mulia? tenanglah, tarik nafas dalam dalam.. " Bimbing Lusi.

Isabella menatap Lusi dengan senyum getir.

“Ini hanya sentuhan, Isabella... ini hanya sentuhan...” gumam Isabel lirih, mencoba menenangkan diri.

Lusi cepat-cepat mengambilkan air dan menyodorkannya. Isabella meneguk sedikit, lalu memejamkan mata. Bayangan sesi penyembuhannya bersama Ethan kembali terlintas.

“Ini hanya sentuhan, Permaisuri,” suara Ethan terngiang lembut di kepalanya.

"Iya, ini hanya sentuhan, " gumam Isabella seolah menjawab isi pikirannya.

Perlahan, napas Isabella kembali stabil. Untuk pertama kalinya, ia mampu melawan rasa sakit itu tanpa kehilangan kesadaran.

---

“Lusi... ini aneh!” seru Isabella sambil memegangi kepala, frustrasi.

“Aku baik-baik saja saat disentuh Ethan, Lusi,” kekehnya getir.

Dayangnya menatap prihatin.

“Saya percaya, Yang Mulia. Tapi kenapa saat disentuh Kaisar, gejalanya muncul lagi?”

Isabella mendesah berat.

“Mungkin... obat yang diminum hanya bertahan beberapa jam, setelah itu khasiatnya hilang?” tebaknya.

“Anda sebaiknya beristirahat, Yang Mulia. Besok Tabib Ethan akan datang lagi, Anda bisa menanyakannya langsung,” saran Lusi lembut.

Isabella meneguk air dengan kasar.

“Lagi-lagi aku mengecewakan Kaisar. Dia pasti menganggap aku mempermainkannya, Lusi,” lirihnya penuh sesal.

Malam itu Isabella tak bisa tidur. Ia mengenakan jubah tipis untuk menutupi gaun tidurnya, lalu melangkah pelan menuju Paviliun Senja—tempat Selir Ivony biasa menerima Kaisar setiap kali ia gagal memenuhi kewajiban sebagai istri.

Istana sudah sepi, hanya suara langkahnya yang terdengar di lorong marmer. Sampai akhirnya, ia tiba di depan pintu kamar selir itu. Tak ada pengawal di depan pintu; mereka berjaga agak jauh untuk menjaga privasi Kaisar.

“Ah, Kaisar... kau membuatku kelelahan,” suara Ivony terdengar jelas dari balik pintu.

“Hanya kau yang bisa memuaskanku, Ivony. Kau benar-benar wanita yang sempurna,” sahut Julius rendah namun tegas.

Isabella terpaku. Jemarinya gemetar, lalu meremas dadanya yang sesak. Ia gagal menjadi istri yang baik. Bahkan untuk kebutuhan paling dasar seorang pria pun, ia tak mampu memenuhinya.

“Apa Permaisuri berubah jadi jelek lagi?” ucap selir Ivony di sela aktivitas malamnya dengan Kaisar.

“Seperti biasa. Dia berubah menjadi biru setiap kali kusentuh. Membuatku jijik.”

Sahutan Kaisar menusuk hati Isabella.

Tes.

Air mata jatuh. Sekujur tubuh Isabella bergetar. Ia ingin berteriak, tapi suaranya tak keluar. Tanpa pikir panjang, ia berlari menjauh, membiarkan air mata jatuh bersama langkahnya di lorong istana yang dingin.

"Haruskah kau menghinaku di depan wanita lain Suamiku? seburuk itukah diriku? " jerit batin Isabella tertahan.

---

“Harusnya Anda tidak ke sana, Yang Mulia,” ucap Lusi lirih, melihat wajah majikannya yang begitu muram.

“Aku hanya ingin bicara baik-baik setelah Kaisar selesai... dengan urusannya,” jawab Isabella pelan.

“Tapi Anda justru terluka lagi, bukan?”

Isabella tak menjawab. Ia hanya memejamkan mata, menikmati pijatan lembut Lusi yang sedikit menenangkan hatinya.

“Berhentilah memikirkan Kaisar, Yang Mulia. Pikirkanlah diri Anda sendiri. Anda hanya akan semakin terluka bila terus berharap padanya,” ucap Lusi lirih.

Isabella terdiam. Kata-kata itu benar, tapi hatinya menolak. Ingatannya kembali pada tatapan Ethan siang tadi—tatapan lembut yang membuatnya merasa dihargai, seolah ia memang pantas untuk dicintai.

Namun sayang... tatapan itu datang bukan dari suami yang ia cintai, melainkan dari pria lain yang bahkan baru saja dikenalnya.

"Keluarlah Lusi, aku ingin tidur sekarang, kuharap besok Ethan menemukan cara untuk menyembuhkanku secara permanen, "

"Baik Yang Mulia, "

Lusi membungkuk sebelum meninggalkan Isabella.

Malam ini terasa begitu menyiksa, tapi Isabella yakin, dia bisa jadi wanita yang sempurna.

---

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Di Balik Tirai Permaisuri   08- Rasa Terima Kasih

    Makan siang berlangsung cepat, namun terasa panjang dan menyesakkan. Suasananya memanas, dipenuhi aura kemarahan Kaisar yang begitu kuat hingga udara di sekitar meja makan seperti menekan. Terlebih untuk Isabella, setiap suapan terasa sulit turun ke tenggorokan. Dadanya sesak.Julius paling tidak suka dibantah, tapi karena tadi sempat ditegur Ibu Suri, ia memilih menahan diri. Namun Isabella sangat tahu—diamnya kaisar bukanlah tanda mereda, melainkan badai yang sedang menunggu waktu untuk meledak."Ethan… kamu cari mati…" batin Isabella menegang. Hatinya menjerit khawatir, berharap tidak terjadi sesuatu yang buruk pada tabib itu.“Aku selesai. Kalian bisa lanjutkan makanan kalian.”Kaisar bangkit sambil mengelap bibirnya, gerakannya dingin dan angkuh.Semua yang ada di meja mengangguk, menjaga sopan santun.“Dan kamu—selesaikan pekerjaanmu lalu cepat kembali. Jangan menganggap istana seperti rumahmu.” Tatapan Julius menancap lurus pada Ethan.“Yang Mulia tidak perlu khawatir,” Ethan m

  • Di Balik Tirai Permaisuri   07- Meja Makan

    "Ethan…""Kenapa bukan Kaisar yang seperti itu?" lirih Isabella."Ya? Anda mengatakan apa, Permaisuri?" Ethan tidak terlalu mendengar karena kekhawatirannya, terlebih suara Isabella sangat begitu pelan.Isabella tersenyum miris menatap Ethan. Ia tidak menjawab apa pun dan hanya menggeleng lemah."Sepertinya Anda butuh istirahat, Permaisuri. Tenaga Anda terkuras," ucap Ethan lembut."Tadi kau sempat bicara tidak formal padaku… bicaralah seperti tadi. Aku lebih suka begitu," sahut Isabella pelan.Ethan tidak langsung menjawab, hanya menatap Isabella dalam-dalam. Entah kenapa, seolah ia bisa menyelami setiap perasaan wanita itu hanya dari raut wajahnya. Ada kesedihan besar—tersembunyi, tetapi jelas terasa."Ethan…"Ethan mengerjap, tersadar dari lamunan."Anda istirahat dulu. Biar saya memikirkan apa sebenarnya yang terjadi pada Anda. Kesimpulannya… Anda akan membiru jika disentuh oleh lawan jenis selain saya ."Isabella menghela napas tipis."Kau sudah mau pergi?"Belum sempat Ethan men

  • Di Balik Tirai Permaisuri   06- Sentuhan Yang Membakar

    Pagi itu, usai pertemuan dengan para selir, Isabella memilih berdiam di kamarnya. Hari ini, Tabib Ethan akan datang kembali, sesuai janji mereka kemarin.Di meja telah tersusun hidangan ringan, lengkap dengan teh peony kesukaannya.Sambil menanti, Isabella menyibukkan diri dengan menyulam. Jarum dan benang menari di antara jemarinya yang lentik, menenangkan pikirannya yang masih gelisah. “Sepertinya Anda sedang sibuk, Permaisuri?”Suara itu terdengar lembut namun tiba-tiba, membuat Isabella menoleh. Di sana, berdiri Ethan dengan pakaian rapi — kemeja putih bersih berbalut rompi hitam yang menegaskan bahunya yang tegap.“Kau sudah datang?” ucap Isabella, mencoba menutupi senyum kagumnya.Namun Ethan justru menatapnya tajam. “Wajah Anda tampak sembab, Permaisuri.”Isabella sontak tertegun. Padahal ia sudah menutup bekas tangisan semalam dengan riasan cukup tebal, tapi tampaknya mata Ethan terlalu jeli untuk tertipu.“Malamku berakhir berantakan lagi,” lirih Isabella, meletakkan sulaman

  • Di Balik Tirai Permaisuri   05- Malam Yang Kembali Membiru

    Malam itu, Isabella mengenakan pakaian baru—gaun tidur tipis berwarna merah, yang sebelumnya dibelikan oleh Lusi atas perintahnya sendiri. Rambutnya yang bergelombang ia biarkan terurai, memantulkan cahaya lentera yang temaram. Sejak tadi, senyum bahagia tak henti menghiasi wajahnya. Ethan benar-benar tabib yang sakti; hanya dengan satu kali perawatan, ia sudah merasa sembuh. Namun, demi memastikan keadaannya benar-benar pulih, Ethan berjanji akan datang lagi besok. “Kaisar Julius telah tiba,” suara pengawal dari balik pintu membuyarkan lamunan Isabella di depan cermin. “Suamiku?” sambutnya dengan wajah berbinar. Kaisar masuk dengan ekspresi datar. Tanpa ragu, Isabella segera bangkit dan membuka jubah luarnya. “Kau terlihat begitu senang,” ujar Julius singkat. “Karena malam ini aku akan menjadi istri yang sempurna untukmu,” jawab Isabella riang, tak peduli pada sikap dingin suaminya. Ia yakin, setelah malam ini, hati Julius akan luluh dan berubah. “Kalau begitu, biarkan aku y

  • Di Balik Tirai Permaisuri   04-Sentuhan Pertama

    Mereka bertiga akhirnya tiba di kamar Permaisuri. Ibu Suri memilih meninggalkan ruangan terlebih dahulu, memberikan ruang bagi Isabella dan sang tabib untuk berbicara berdua.“Perkenalkan dirimu,” ucap Isabella agak canggung. Ini pertama kalinya ia berada dalam satu ruangan dengan pria lain selain suaminya.“Nama saya Ethan,” jawab tabib itu singkat.Isabella mengernyit. Perkenalan yang terlalu singkat, pikirnya.“Sebelumnya, bisakah kau mendongak? Aku kesulitan melihat wajahmu yang terus menunduk sejak tadi,” ujarnya akhirnya.Ethan pun mengangkat wajahnya. Tatapan mereka bertemu. Seketika, udara di sekitar mereka berubah—seolah waktu berhenti. Isabella terpaku pada sepasang mata tenang itu.“Tampan…” bisik hatinya.Ia selalu mengira Kaisar adalah lelaki tertampan di kekaisaran ini, tapi ternyata ada seseorang dengan wajah yang jauh lebih lembut… dan menenangkan.“Permaisuri?” panggil Ethan, membuyarkan lamunannya.“Ah, maaf… aku hanya sedikit terkejut,” ucap Isabella tergagap. Ethan

  • Di Balik Tirai Permaisuri   03- Tabib Dari Kuil Havana

    Isabella datang ke kediaman Ibu Suri bersama Lusi. Di taman, tampak Ibu Suri sedang menikmati teh sore. Namun ternyata beliau tidak sendirian — di seberang mejanya duduk sang Kaisar, entah sejak kapan berada di sana."Salam hormat kepada Ibu Suri, salam hormat kepada Kaisar. Semoga kesejahteraan senantiasa menyertai kalian," ucap Isabella sopan sambil menunduk."Duduklah, Permaisuri," perintah Ibu Suri dengan senyum lembut.Isabella duduk di kursi yang tersisa. Meja bulat di tengah taman itu hanya memiliki tiga kursi, melambangkan kedekatan yang tidak bisa dihindari.“Tampilanmu berubah begitu cepat,” komentar Kaisar sambil menilik penampilan Isabella dari atas ke bawah.“Maafkan aku, Suamiku,” ucap Isabella lirih, mengingat kejadian semalam.“Jangan panggil aku Suamiku di luar,” tekan Kaisar dingin.Isabella menunduk, hanya mengangguk pelan.“Sudahlah, jangan terlalu kaku pada Isabella,” sela Ibu Suri menengahi. “Dia tetap istrimu, tidak salah kalau memanggil suaminya sendiri.”“Istr

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status