Share

BAB 6

Stefano mulai melonggarkan pelukannya setelah menyadari jika tangisan Kinara mulai mereda. Ditatapnya Kinara dengan iba. Mata sembab dan hidung merah yang menghiasi wajahnya membuat Stefano tidak tega untuk bertanya perihal lamaran yang dilakukan William beberapa saat lalu.

Stefano membantu Kinara berdiri. Dirapikannya anak rambut yang menutupi wajah sembabnya sembari memberikan belaian ringan. Kinara memang cenderung akan meluapkan emosinya dengan tidak terkendali apabila dihadapkan dengan situasi yang membuat dirinya shock. Hal itu mulai terjadi semenjak kepergian orang tua mereka. Hal-hal kecil yang kadang membuatnya sedikit marah dan ketakutan akan dipendam hingga suatu ketika semua akan meledak jika ia dihadapkan dengan situasi yang tidak pernah ia inginkan.

“Dia jahat,” lirih Kinara yang masih bisa Stefano dengar “aku melihatnya menembak seseorang di parkiran kelab malam.” Stefano mengernyitkan alisnya mendengar penjelasan sang adik. William menembak seseorang adalah sebuah kemustahilan. Bagaimana bisa lelaki yang menangis kala kucingnya meninggal bisa membunuh seseorang.

“Kau mungkin salah lihat,” Kata Stefano menanggapi ucapan adiknya “tenangkan diri mu dulu Kinara, baru kau bisa memberikan penjelasan tentang peristiwa tadi.”

Kinara menatap nyalang ke arah Stefano. Ia tidak terima dengan apa yang diucapkan sang Kakak. Bagaimana mungkin Kinara salah lihat ketika ia dengan jelas bertemu tatap dengan lelaki gila yang melamarnya beberapa saat lalu di Parkiran Kelab malam itu. Maka tanpa membalas perkataan sang Kakak, Kinara menyabar tas yang tergelatak di lantai, berjalan dengan kasar ke arah pintu keluar tanpa memperdulikan Stefano yang tengah memanggil namanya. Dibantingnya pintu ruangan Stefano dengan begitu keras seakan memberi sinyal jika ia marah kepada sang Kakak. Ia tidak peduli dengan sekertaris Stefano yang memandangnya dengan heran. Kinara hanya ingin segera pergi dan menenangkan diri untuk saat ini.

Ditekannya tombol lift yang berada tidak jauh dari ruangan Stefano dengan kasar berharap jika pintu lift di depannya segera terbuka. Namun sepertinya petaka kembali menyapa Kinara ketika pintu lift di depannya terbuka secara perlahan. Lelaki gila yang beberapa waktu lalu melamarnya kini berdiri di hadapannya dengan senyum remeh yang membuat Kinara begitu muak. Tidak ingin berlama-lama berhadapan dengan lelaki itu Kinara segera berbalik ke arah ruangan Stefano. Menghadapi Stefano lebih baik dari pada berhadapan dengan pembunuh gila itu, pikirnya saat ini. Namun cengkraman di pergelangan tangannya dan tarikan kasar berhasil membawa Kinara masuk ke dalam lift.

“Lepaskan diriku berengsek!” Kinara mencoba memberontak tapi tidak membuat cengkraman tersebut terlepas.

Lelaki itu melempar tubuh Kinara hingga membentur tembok lift dengan begitu keras. Kinara berani bertaruh jika punggungnya akan memar setelah ini mengingat benturan keras yang ia terima.

Belum sempat Kinara protes, ia kembali dikejutkan oleh tindakan yang dilakukan lelaki di depannya yang tiba-tiba menghimpit tubuh Kinara dengan tembok di belakangnya. Kinara semakin membeku ketika merasakan belaian halus pada rambutnya, ditambah aroma parfum maskulin yang begitu mendominasi membuat jantungnya bekerja lebih cepat dari biasanya.

“Tutup mulutmu dan berada di sampingku atau Stefano mati di tanganku.” Kinara membelalakkan mata mendengar ucapan lirih lelaki di depannya. Namun ia segera menutupi keterkejutannya dengan pandangan tajam ke arah lelaki itu. Ia tidak boleh terlihat lemah dan takut, pikirnya.  

“Tidak akan semudah itu untuk membunuh Stefano,” Ucapnya sembari mendorong pelan tubuh besar di depannya. Ditunjukkan sebuah senyuman sinis seakan menantang apa yang dikatakan lelaki di hadapannya ini.  

“Oh iya? Lalu bagaimana jika aku bermain dengan kekasih tersayangmu itu, sepertinya menarik.” Senyum sinis Kinara luntur seketika. Bagaimana bisa lelaki itu tahu jika Kinara memiliki seorang kekasih. Setelah melamarnya dengan tiba-tiba, kini lelaki itu berbicara mengenai kekasih Kinara, dia gila batin Kinara.

Belum sempat Kinara membalas perkataan lelaki di depannya pintu lift terbuka, menampilkan beberapa karyawan yang akan menaiki lift tersebut. Terlihat tatapan memuja dan kagum dari beberapa karyawan wanita di depan pintu lift ketika sosok lelaki di depannya ini menebar senyum manis. Ekspresi dingin dan senyum sinis yang ia tunjukkan kepada Kinara bebarapa saat lalu hilang tanpa jejak, membuat Kinara kembali membatin jika lelaki itu benar-bener gila.

“Sampai bertemu besok sayang, aku akan merindukanmu.” Sebuah usapan lembut kembali hinggap di kepala Kinara membuat beberapa karyawan wanita yang menyaksikan hal tersebut memekik tertahan. Sedangkan Kinara hanya berdiri dengan pandangan heran melihat perubahan sikap dari lelaki itu.

***

Kinara mengerang tertahan ketika ia melempar tubuhnya ke tempat tidur. Ia lupa jika dirinya mendapat benturan begitu keras di punggung akibat dorongan lelaki gila itu. Maka tanpa berpikir pajang ia segera melepas blazer yang dikenakan dan berlari ke arah cermin. Diangkatnya baju yang ia kenakan dan terlihat punggungnya mulusnya yang sedikit membiru.

“Bajingan itu benar-benar menghancurkan hariku,” keluhnya. Kinara butuh ketenangan sekarang, harinya benar-benar buruk setelah bertemu dengan lelaki itu. Dan sepertinya berendam di air hangat sembari menikmati segelas anggur merupakan pilihan yang tepat.

Baru saja ia ingin menyiapkan segala perlengkapan yang akan ia butuhkan untuk berendam sebelum sebuah ketukan dari luar pintu kamarnya mengintrupsi. Kinara mendesah pasrah mengetahui siapa yang mengetuk pintu kamarnya. Padahal jam baru menunjukkan pukul sembilan lewat lima belas menit kenapa Stefano sudah pulang. Biasanya kakak nya itu akan pulang menjelang tengah malam.

“Kinara aku tahu kau ada di dalam,” Suara tegas milik Stefano membuat Kinara bergidik ngeri. Tanpa membuat Stefano menunggu lebih lama, maka Kinara segera bergegas dan membuka pintu kamarnya.

Terlihat Stefano yang menatap datar ke arahnya. Kemeja milik lelaki itu terlihat kusut. Bahkan dua kancing teratasnya sudah tidak terpasang. Lengan yang digulung hingga siku dan rambut berantakan yang membuat penampilan Stefano semakin kacau.

“Aku tidak ada hubungan apapun dengan lelaki itu,” Ucap Kinara “harus berapa kali aku bilang pada mu, aku benar-benar tidak ada hubungan apapun dengan lelaki gila itu.”

“William namanya, bukan lelaki gila.” Ralat Stefano. Kinara mendelik tajam mendengar pembelaan dari Stefano kepada lelaki itu. Entah apa yang telah mereka berdua lakukan hingga membuat Stefano begitu membelanya. “Jika kau tidak memiliki hubungan dengannya, kenapa William tiba-tiba melamar mu di kantor ku? Atau kau benar-benar tidur dengannya?”

Kinara memejamkan mata mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Stefano. Bagaimana bisa Kakaknya menuduh dirinya telah tidur dengan lelaki lain. Kinara benar-benar tidak habis pikir dengan isi pikiran Stefano.

“Entah hubungan apa yang telah terjalin diantara kalian tapi aku adikmu Stef, dan bisa-bisanya kau menuduh adikmu sendiri tidur dengan lelaki lain disaat aku sendiri memiliki kekasih. Terserah kau lebih percaya pada dirinya atau aku sebagai adikmu, tapi satu yang pasti aku tidak memiliki hub…” Kinara menjeda ucapannya ketika teringat sesuatu. “tidak, aku punya hubungan dengannya. Iya aku memiliki hubunagn dengan lelaki itu. Sebagai seorang saksi dan tersangka dalam sebuah kasus pembunuhan.” Stefano membeku mendengar ucapan terakhir dari Kinara.  

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status