Share

BAB 4

Kinara masih berkutat dengan pekerjaannya sedari pagi. Ia bahkan melupakan jam makan siangnya hanya karena harus segera menyelesaikan pesanan kliennya yang akan diambil secara mendadak malam ini. Sedangkan Alata sudah pergi sejak pagi tadi setelah ia memberikan sebuah ciuman untuk kekasihnya yang sedang panik dikejar deadline.

“Masuk!” teriak Kinara ketika sebuah ketukan dari luar pintu terdengar.

Terlihat Caca sang sekertaris yang berjalan sedikit tergesa ke arahnya dengan membawa sebuah ponsel di tangannya.

“Aku sudah menghubungi Mrs. Lala Ca, jadi kamu nggak usah panik juga. Pesanannya juga bisa selesai malam ini” ucap Kinara ketika Caca sudah berada di dekatnya.

“Bukan masalah pesanan Mrs. Lala mbak, ini telepon dari Pak Stefano,” Kinara mengernyit mendengar perkataan sang sekretaris. Mengapa kakaknya menghubunginya melalui ponsel Caca? Padahal ia bisa langsung menghubungi Kinara lewat ponsel Kinara sendiri. “Ponsel mbak Kinara katanya nggak aktif. Makanya Pak Stef menghubungi lewat ponsel saya,” ujar Caca seakan memberi jawaban akan kebingungan Kinara.

“Halo,” sapa Kinara setelah menempelkan ponsel tersebut ke telinganya.

Sebuah kalimat meluncur begitu saja dari sang Kakak hingga kemudian panggilan diputus sepihak. Apa yang telah Kinara lakukan hingga sang Kakak memerintahnya untuk datang ke kantor saat ini juga.

Kinara menyerahkan ponsel milik Caca dengan wajah kebingungan, membuat sang pemilik ponsel menunjukkan ekspresi yang sama.

“Ca bisa tolong handle butik sebentar? Bang Stef menyuruhku untuk datang ke kantornya sekarang.” Caca menganggukkan kepala sebagai jawaban atas perintah Kinara. “Aku bakal kembali sebelum jam tujuh malam Ca. Kamu tenang saja,” ucapnya sembari meraih tas dan melangkahkan kakinya keluar.

***

Perjalanan dari butik Kinara menuju kantor Stefano tidak memakan waktu lama. Biasanya lalu lintas di jam pulang kantor begitu padat dan menyebabkan macet, namun entah mengapa lalu lintas hari ini terlihat longgar, sehingga ia bisa sampai di kantor sang Kakak dengan segera.

Ia segera berlari masuk kedalam gedung perusahaan Stefano setelah membayar taksi yang ditumpanginya. Mendengar perkataan tegas Stefano ditelepon tadi, sepertinya ada sesuatu yang tidak beres dengan Kakaknya itu.

Lift yang ditumpanginya telah tiba di lantai paling atas gedung perusahaan. Kinara segera melangkahkan kakinya menuju kantor pribadi sang Kakak. Membuka pintu dengan tergesa tanpa memberikan ketukan terlebih dahulu.

Kinara membeku. Didepannya ada tiga orang pria yang tangah menatapnya dengan sedikit terkejut. Namun dari ketiga pria di dalam ada satu yang menyita perhatian nya. Pria tampan dengan wajah tegas dan tatapan tajam yang kini berada di belakang sang Kakak yang tengah menatap ke arahnya dengan begitu intens. Kinara mencoba menggali ingatannya tentang pria itu. Mungkin saja mereka pernah bertemu, karena Kinara merasa tidak asing dengan pria itu.

“Tidak ada yang ingin kamu jelaskan?” pertanyaan tajam dari sang Kakak berhasil membuatnya mengalihkan pandangan dari pria itu. “Kinara, apa tidak ingin ada yang ingin kamu jelaskan sekarang?” Stefano mengulang pertanyaannya. Kinara menatap bingung, apa yang harus ia jelaskan sedangkan ia sendiri tidak mengerti mengapa Kakaknya menyuruhnya untuk datang saat ini.

“Will, bisa kau jelaskan sekarang!” perintah Stefano kepada lelaki yang tengah berdiri di belakangnya. Tunggu dulu, Kinara sepertinya pernah mendengar nama itu. Ia mencoba mengingat-ingat kembali dimana ia mendengarnya ketika pria itu tiba-tiba berlutut dihadapannya sembari mengeluarkan sebuah cincin.

“Kinara Alleta, aku William Agrenaf ingin menjadikanmu pendamping hidupku?” Kinara membelalakkan matanya terkejut. Bukan karena lamaran yang tiba-tiba pria itu berikan tapi suara pria itu sama persis dengan suara orang yang melakukan pembunuhan malam itu. Dan Will adalah nama yang Kinara dengar dari korban sebelum ia mati tertembak.

Kinara menutup mulutnya tidak percaya. Kakinya rasanya begitu lemas saat ini. Pembunuh itu ada dihadapannya saat ini dan hal lebih gilanya adalah ia melamar Kinara.

“Aku menyuruhmu menjelaskan bajingan! Bukan melamar adikku!” Stefano menarik pria di hadapan Kinara itu berdiri dan mencengkram kerah baju pria itu.

“Stef tenang Stef,” pria lain yang sedari  tadi hanya berdiri diam di belakang mereka akhirnya bertindak ketika Stefano mulai tersulut emosi.

Kinara diam membeku. Ia masih tidak bisa mencerna semua hal yang terjadi padanya sekarang. Seorang pembunuh yang tiba-tiba melamarnya di hadapan sang Kakak benar-benar tak pernah terlintas dibenak Kinara.

“Maaf Stef, aku tidak pernah tahu dia adalah adikmu. Jika aku mengetahuinya aku tidak akan melakukan hal itu,” pria yang Stefano panggil dengan nama Will itu terlihat memejamkan matanya sebentar sebelum melanjutkan perkataannya “maaf sekali lagi Stef, kami tidur bersama,”

“Kau gila!” teriak Kinara murka setelah mendengar perkataan pria itu. Tanpa sadar Kinara mendekat ke arahnya dan melayangkan sebuah tamparan.

Stefano terkejut, begitupun dengan pria yang ada disampingnya. Mereka terdiam ketika Kinara tiba-tiba melayangkan sebuah tamparan tepat ke arah pria yang kini berdiri dihadapannya.

“Sejak kapan aku tidur denganmu bajingan?! Aku bahkan tidak mengenal siapa dirimu, bagaimana bisa kau berkata jika kita tidur bersama?!” cecar Kinara.

“Kau melupakan malam panjang kita sayang?” Kinara semakin murka dengan jawaban pria didepannya. Belum sempat ia melayangkan tamparan untuk kedua kalinya, sebuah bogeman meluncur tepat mengenai pipi sebelah kiri pria itu.

“William!” “Abang!” pekikan dua orang terdengar setelah Stefano melayangkan bogeman ke arah William.

           “Bajingan! Apa yang telah kau lakukan pada adikku?!” Stefano berteriak dengan murka.

           “Apa yang perlu dijelaskan ketika semua telah jelas apa yang terjadi antara aku dan adikmu. Maka dari itu aku akan melamarnya untuk mempertanggung jawabkan semuanya”

           “Bohong! Kita tidak pernah mengenal dan bertemu sebelumnya! Dia bohong!” pekik Kinara tidak mau kalah.

           Kinara menatap sekeliling ruangan tersebut, hingga matanya menemukan sebuah vas bunga yang terletak di meja tamu yang ada di ruangan sang Kakak. Kakinya melangkah menuju meja tersebut sebelum meraih dan mengangkat hendak melemparnya ke arah pria yang kini sedang bersitegang dengan sang Kakak.

           “Berhenti bicara atau aku lempar vas ini ke kepala bodohmu itu!” ancaman Kinara berhasil menghentikan perdebatan mereka berdua. Semua terdiam membisu dengan memandang Kinara, tak pernah menyangka jika perempuan anggun itu akan bertindak senekat ini.

           “Kinara turunkan vas itu,” perintah Stefano dengan pelan.

           “Tidak sebelum pria itu pergi dari sini! Pergi! Aku bilang pergi!” Kinara melempar vas bunga tersebut dan berteriak dengan histeris.

           Stefano segera berlari ke arah sang Adik ketika mengetahui wanita itu mulai tak terkendali. Ia memeluk Kinara yang sedang menangis dan berteriak histeris dengan begitu erat.

           “Kalian pergi, aku mohon. Kita bisa membicarakan semua ini lain waktu,” pintanya kepada dua orang yang kini tengah berdiam membeku memandang kedua kakak beradik tersebut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status