Share

BAB 3

“Lo udah gila ya Will?” pertanyaan itu terdengar beberapa kali dari mulut Harsya. Pria itu masih tidak habis pikir dengan semua hal gila yang ada dibenak William.

“Ini masih jam kerja,” sahut William dengan tegas.

“Bodo amat dengan jam kerja. Lo mau pecat gue silahkan. Gue cuma mau memastikan hal gila yang ada dipikiranmu saat ini,” kata Harsya dengan menggebu-gebu. Ia pikir penjelasan dari William lebih penting daripada peraturan yang sudah mereka sepakati untuk selalu berbicara dengan sopan di tengah jam kerja. Karena ini menyangkut hidup sahabat Harsya kedepannya.

William melirik sekilas tangan Harsya yang terlihat mencengkram kemudi dengan begitu erat. Pria itu sepertinya benar-benar kesal dengan pernyataan yang William lontarkan beberapa jam lalu.

“Terus lo mau gue gimana? Bunuh dia juga supaya dia tetap tutup mulut?” tanya William dengan santai.

“Itu jauh lebih gila!” teriak Harsya yang membuat William sedikit terlonjak. “Lo mau Stefano hancurin perusahaan lo?!”

“Makanya gue mau ikat adik Stefano. Selain gue bisa kontrol dia nantinya, kerja sama antara gue dan Stefano bakalan semakin kuat.” William menaik turunkan alisnya seakan mengatakan jika dirinya begitu hebat.

Harsya benar-benar kesal dengan tingkah sahabatnya yang satu ini. Bagaimana bisa dia memutuskan akan melamar seorang wanita dalam beberapa menit. Ditambah mereka tidak saling kenal dan bertemu sebelumnya. Mungkin otak William sudah benar-benar terganggu karena memikirkan segala tekanan dalam hidupnya.

“Turun sendiri lo! Gue nggak mau masuk. Cari sendiri cincinnya, gue tunggu sini,” kata Harsya setelah ia memarkirkan mobilnya di depan sebuah toko perhiasan.  William memandang tak percaya ke arah Harsya, berani-beraninya Harsya memerintahnya. Sebenarnya disini siapa yang menjadi atasan?

“Sopan banget ya—,” perkataan William terhenti ketika Harsya menatapnya dengan begitu tajam. “oke gue bakal turun sendiri,” putus William.

William mungkin kejam dan tidak pernah merasa takut dengan apapun. Namun membuat Harsya kesal adalah hal yang paling ia hindari selama ini. Selain ia keteteran dengan semua pekerjaannya ia juga merasa kehilangan teman untuk bisa diajak bicara. Harsya yang kesal akan mendiamkannya selama kekesalannya belum hilang dan itu membuat William benar-benar frustasi dibuatnya.   

“Selamat datang di Light Shine,” seorang pegawai menyambut William yang baru saja memasuki toko. “Ada yang bisa saya bantu tuan?” tanyanya dengan begitu ramah.

“Aku ingin sebuah cincin termahal yang ada di toko ini,” pinta William.

Pegawai itu terlihat tersenyum sebelum mengarahkan William untuk mengikutinya. Seorang pegawai lain yang sedang berdiri didepan sebuah etalase kaca yang penuh dengan cincin berlian segera menyambut dirinya ketika ia tiba.

“Silahkan anda memilih disini tuan. Ini adalah deretan cincin berlian termahal yang ada di toko kami,” tutur pegawai yang menyambut William tadi. “teman saya yang bertugas disini akan membantu anda untuk menentukan pilihan.” Ia membungkung sebentar sebelum kemudian melangkahkan kakinya meninggalkan William yang masih terdiam mematung.

“Mungkin anda bisa menyebutkan cincin yang anda inginkan tuan.” William sedikit tersentak mendengar perkataan pegawai yang ada di depannya. Ia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa sekarang karena baru kali ini ia memilih sebuah cincin berlian untuk seorang wanita.

“Bisakah kau yang memilihnya? Aku tak begitu paham akan selera wanita,” perkataan William membuat pegawai di depannya menatap dengan heran. “Aku hanya ingin cincin yang termahal disini. Terserah untuk model ataupun ukurannya dan tolong siapkan sesegera mungkin,” pintanya.

“Baik tuan,” pegawai di depannya menganggukkan kepala sebelum meraih sebuah cincin yang dari dalam etalase.

William mengedarkan pandangannya selagi menunggu pesanannya disiapkan. Banyak pasangan yang mendatangi toko ini, mungkin mereka ingin melangsungkan sebuah pernikahan atau hanya memberikan hadiah untuk sang kekasih. Ia tersenyum miris dengan semuanya. Andai saja Salsa masih hidup dan ada disisinya sekarang mungkin ia akan begitu bahagia jika William mengajaknya kesini.

“Ini pesanan anda tuan,” terlihat sebuah kotak beludru berwarna hitam yang begitu elegan tepat di hadapannya. William memandang sedikit tidak percaya dengan benda di depannya. Benar kata Harsya ia gila. Padahal rencana menikah sudah jauh ia buang dalam benaknya, tapi lihat sekarang apa yang ia lakukan. William akan melamar seorang wanita yang bahkan tidak pernah ia temui dan kenal sebelumnya.

William segera menyerahkan sebuah kartu debit untuk membayar pesanannya lalu melangkahkan kakinya keluar sesegera mungkin. Harsya bisa bertambah kesal jika ia menunggu terlalu lama.

“Gue gila,” katanya ketika ia baru saja masuk kedalam mobil.

“Baru sadar lo,” balasan sarkas dari Harsya membuatnya dirinya bungkam. “Kita putar balik sekarang dan pikirin lagi rencana buat tutup mulut wanita itu.” William menggelengkan kepalanya setelah mendengar usulan dari Harsya. Tidak, ia tidak bisa membatalkan semuanya begitu saja setelah ia telah membeli sebuah cincin.

“Lo lebih gila. Gue udah ngeluarin jutaan dollar dan lo mau putar balik dan susun ulang rencana, nggak gue nggak bisa buang jutaan dollar gue begitu saja,”

“Lo lebih baik buang jutaan dollar dari pada buang sisa hidup lo buat jalani hubungan nggak jelas dengan orang asing,” Harsya menghembuskan napasnya sebelum melanjutkan perkataannya “pernikahan bukanlah sebuah candaan Will. Lo benar-benar harus menjalani sisa hidup lo dengan orang yang lo cinta dan lo sayang. Bangun keluarga kecil dengan bahagia dan hidup bersama sampai tua,”

“Harapan buat hidup bersama dengan orang yang gue cinta dan gue sayang udah hilang dan hancur sejak sepuluh tahun lalu. Kematian Salsa dan pengkhianatan dari—” William tidak sanggup menyelesaikan perkataannya.

Harsya bungkam. Terlihat nada yang begitu memilukan dari perkataan sahabatnya itu.

“Cepat jalan atau gue cekik lo yang dari tadi udah bersikap nggak sopan sama gue,” Hasya segera menginjak pedal gasnya sebelum William benar-benar melakukan apa yang dikatakan.

***

“Halo teman, ada gerangan apa kalian datang kemari?” sambutan hangat William dan Harsya dapat dari Stefano. Pria itu berdiri dari kursi kebesarannya dan berjalan ke arah dua orang pria yang kini sedang berdiri dengan sedikit gugup. “Ada masalah dengan proyek yang sedang kita kerjakan bersama?” tanya Stefano setelah memeluk dengan hangat kedua sahabatnya itu.

Wiliam menggelengkan kepalanya diikuti oleh Harsya. Ia terlalu tegang bahkan untuk berbicara dengan Stefano sekarang. Aura yang dikeluarkan Stefano benar-benar membuat dirinya merasa begitu gugup.

“Stef, William mau membicarakan sesuatu.” William mendelik mendengar perkataan yang dilontarkan Harsya. Menatapnya dengan tajam pria yang ada di sebelahnya, memberi isyarat jika dia ingin sekali membunuh Harsya saat ini juga.

“Oh ini bukan masalah pekerjaan? Mengingat Harsya bicara dengan begitu santai sekarang,” kata Stefano menatap dua orang didepannya.

Harsya menyenggol lengan William. Memberi isyarat kepada pria itu untuk mengatakan sesuatu.

William mengambil napas dengan dalam dan menghembuskannya secara perlahan sebelum kemudian berkata “Stef aku ingin melamar adikmu,”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status