Share

Bab 13

Yasmine mengendarai mobil Lamborghini-nya dengan begitu cepat. Dalam sekejap mata, kendaraan berbodi seksi itu menghilang di ujung jalan.

Sorot mata Nicholas yang duduk di kursi penumpang terlihat tidak bergairah. Meski menemui Felita telah membuatnya merasa jauh lebih baik, kenangan-kenangan masa lalu bersama perempuan itu berkelebat di benaknya dan membuatnya sedikit tidak nyaman.

Kehilangan cinta mengajarinya sebuah pelajaran hidup yang berarti, tetapi juga menghilangkan hasratnya untuk mengejar cinta.

"Pak Nicholas, bagaimana dengan akting saya barusan?" Yasmine menoleh ke arah Nicholas sambil tersenyum lebar.

Nicholas tersenyum. "Tidak buruk! Terima kasih banyak!"

"Tidak perlu berterima kasih, Pak, memang sudah seharusnya saya melakukan permintaan Bapak," balas Yasmine tersenyum. Suaranya terdengar manis dan begitu lembut.

Hati Nicholas terasa begitu tenang. Dia sampai memejamkan mata untuk menikmati suara lembut itu.

"Tadi itu mantan pacar Bapak?" tanya Yasmine, masih dengan senyum manis di wajahnya.

"Iya, tapi itu sudah berlalu!" jawab Nicholas.

"Sudah kuduga! Dia tidak layak mendapatkan orang sehebat Bapak. Kalau Bapak mau mencari pacar, saya punya banyak kenalan perempuan. Mau yang seperti apa? Dewasa? Kekanak-kanakan? Aktif? Imut? Saya bisa menjamin, setiap mereka seratus kali lebih baik dari mantan Bapak!" Yasmine tersenyum melirik Nicholas. "Kalau Bapak tidak mau mereka, bagaimana dengan saya? Walau saya lebih tua sedikit dari Anda, saya sangat bisa merawat orang lain!"

Awalnya, Yasmine sangat gugup setiap menghadapi orang-orang dengan latar belakang keluarga seperti Nicholas. Mau bagaimanapun, dia tidak tahu apa yang pria itu sukai. Namun dia mendapati bosnya ternyata seseorang yang polos di sebuah restoran kecil. Itu yang membuatnya bisa mengesampingkan rasa gugup itu.

Wajah Nicholas memerah, sedikit malu. "Lupakan saja. Aku ingin menyendiri untuk sementara ini."

"Oh, iya?" tanya Yasmine memastikan.

Nicholas terkejut untuk sesaat, lalu tertawa, diikuti oleh Yasmine.

Mobil mereka berhenti di sebuah kafe. Nicholas melangkah keluar dan berjalan masuk bersama Yasmine. Seusai duduk, Yasmine memberikan sebuah dokumen pada bosnya. Pria itu membuka dan membacanya satu per satu, lalu menandatanganinya saat tidak menemukan masalah apa-apa.

Keduanya mengobrol sembari tertawa. Sampai malam tiba, mereka pun keluar dari kafe.

Nicholas menolak usulan Yasmine untuk mengantarnya pulang. Dia bergegas pergi sendirian ke Universitas Mano. Tahun ini dia terlalu sibuk bekerja, sampai tidak sempat berjalan-jalan di Kota Mano. Kota ini memiliki pemandangan yang sangat bagus. Terutama pada saat-saat matahari mulai terbenam yang memikat perhatian banyak orang.

Orang biasa mungkin terpikat karenanya, tetapi Nicholas baru saja keluar dari badai kehidupan. Setelah satu tahun di pengasingan, lalu mendapatkan kembali identitasnya, dia melihat dunia dari perspektif yang cukup berbeda dari kebanyakan orang.

Nicholas berhenti, memandang horizon di sekelilingnya. Pada saat itulah, terdengar suara teriakan di kejauhan yang menarik perhatiannya. Dia melihat sekelompok orang bergerombol di dekat danau di tempat jauh sana. Mereka menunjuk ke air, ke arah seseorang yang bersusah payah berenang, sambil mengatakan sesuatu.

Seseorang melompat ke danau?

Terkejut, Nicholas segera berlari mendekati kerumunan itu. Dia mendengar orang-orang di sekitarnya berseru histeris. Benar saja, ada seseorang di dalam air di kejauhan sana. Seseorang telah melompat ke dalam danau.

Tanpa berpikir panjang, Nicholas melepas bajunya dan segera melompat masuk. Pada saat itu belum ada yang berani turun tangan secara langsung menolong sosok yang hampir tenggelam itu. Namun sesudah Nicholas masuk, mereka berseru menyemangatinya.

Kemampuan berenang Nicholas sangat bagus. Dia pernah berguru dengan seorang pelatih renang profesional ketika masih kecil dulu. Dia masuk ke dalam perairan dengan pikiran sangat tenang. Kedua tangannya berayun maju. Tubuhnya melesat cepat ke depan, bagai ikan betulan.

Ketika berada dekat dengan orang yang melompat ke danau, Nicholas berenang ke belakang orang itu, lalu memeluknya dengan satu tangan.

"Jangan sentuh aku, biarkan aku mati saja ...."

Nicholas tidak membalas apa-apa. Dia juga tidak punya kekuatan untuk berkata-kata. Kakinya mulai berayun dengan sekuat tenaga. Seluruh proses ini memang terasa cepat, tapi Nicholas merasakan kaki dan tangannya seolah hampir copot di tengah danau.

Sesampainya di pinggir danau, Nicholas menggapai bebatuan di pinggir danau, lalu menarik orang yang dibawanya dan membuatnya terduduk.

"Jangan sentuh aku, biarkan aku mati saja ...."

"Mati? Aku tidak tahu apa yang pernah kamu alami, tapi kalau mati saja kamu tidak takut, hal lain tidak mungkin kamu takuti. Memangnya ada yang lebih mengerikan di dunia ini daripada kematian?" seru Nicholas lantang, masih menarik lengan gadis itu. "Bangun!"

"Kenapa kamu menyelamatkanku ...." Gadis itu menangis tersedu-sedu.

Nicholas berdiri diam sembari menatap pipi gadis itu. "Loh, kamu, kok?"

Karen Wangsa terkejut untuk sesaat. "Nicholas?" Kemudian, dia kembali menangis.

Untuk sesaat, Nicholas pun terkesiap. Namun kemudian, dia bergegas meraih baju yang dilempar pinggir danau sebelum melompat ke air. Sesudah itu dia menarik Karen dan berlari jauh dari air.

"Pak, boleh tolong berhenti sebentar? Kami wartawan dari Liputan Malam Kota ingin mewawancarai Anda ...."

"Bapak yang baik hati, siapa nama Anda ...."

Kesal, Nicholas menutupi wajahnya dan Karen dengan bajunya. Secepat mungkin dia melangkah menembus kerumunan, lalu berlari jauh mengikuti jalan di pinggir danau.

Karen masih menangis. Kedua matanya membengkak.

Tak berapa lama kemudian, Nicholas merasa lega karena tidak ada lagi yang mengejar mereka. Dia menoleh ke arah Karen dan bertanya, "Kamu mau apa, sih? Kamu tahu seberapa bahaya tindakanmu tadi?"

Karen berjongkok dan menunduk. Kedua tangannya memegang kepala. Tangisannya semakin keras.

Nicholas menghela napas, tak tahu bagaimana cara menghibur perempuan itu.

Karen Wong adalah teman sekelasnya di universitas. Performa akademiknya selalu berada di antara yang terbaik di kelas. Meski penampilannya sedikit buruk dan ada abses di wajahnya, itu tidak menutupi karakternya yang sangat baik hati.

Nicholas jarang sekali berkomunikasi dengan perempuan itu. Hanya sempat mengobrol beberapa kali saja, itu pun saat berada di kelas. Selang beberapa waktu, dia mendengar keluarga Karen sangat miskin dan perlu bantuan untuk makan setiap tahunnya. Inilah yang menyebabkan Karen tidak berani dan kurang percaya diri. Volume bicaranya pun biasanya pelan.

Perempuan seperti dia rupanya memiliki niat untuk bunuh diri?

Nicholas duduk di pinggir danau. "Apa yang sebenarnya terjadi?" tanyanya dengan napas tersengal-sengal.

Karen belum berhenti menangis. Entah apa karena hatinya benar-benar tersakiti atau bukan.

Untuk kedua kalinya, Nicholas mengembuskan napas, kali ini lebih panjang dari yang sebelumnya. "Katakan, ada apa denganmu?" tanyanya lebih keras.

Karen menggigil ketakutan. Tubuhnya bergetar tak terkendali.

"Kamu jangan menganggap aman saat berada di tempat ini sendirian. Biasanya, ada banyak orang-orang jahat di sekitar sini. Mungkin beberapa dari mereka akan mencoba membawamu pergi ...."

Saking takutnya, Karen mendongak dan melihat sekeliling.

"Sudah, kamu tidak perlu cerita, aku mau pergi dulu ...." Nicholas mengerucutkan bibirnya lalu berdiri.

"Aku ...." Karen kembali menangis. "Karena ... karena ...."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status