Home / Romansa / Di Balik Wajah Sang Miliuner / Bab 1. Gaun Putih Dan Air Mata

Share

Di Balik Wajah Sang Miliuner
Di Balik Wajah Sang Miliuner
Author: Miarosa

Bab 1. Gaun Putih Dan Air Mata

Author: Miarosa
last update Last Updated: 2025-11-07 19:36:18

Sore itu di musim semi, langit cerah membentang sempurna di atas kota. Angin sepoi-sepoi membawa aroma bunga jeruk dan suara lonceng gereja Santa María de la Luz berdentang lembut di kejauhan seolah memberi tahu seluruh kota bahwa hari ini ada cinta yang akan disatukan.

Alejandro Ramirez menatap dirinya di kaca spion mobil, senyumnya merekah seperti anak kecil yang baru saja diberi dunia. Jas putih gading yang dipakainya terasa pas di tubuhnya dan dasinya sedikit miring, lalu ia membetulkannya dengan tawa kecil.

"Aku hampir sampai, Sayang," gumamnya sambil menyalakan panggilan di ponsel.

Suara di seberang sana membuat jantungnya berdegup hangat.

"Jangan sampai telat! Papa sudah di gereja dan aku tidak mau jadi pengantin sendirian di altar."

Tawa Valeria terdengar ringan, namun Alejandro bisa membayangkan pipi Valeria bersemu merah saat gadis itu bicara.

"Sepuluh menit lagi aku akan sampai, lalu aku akan berdiri di sana, menunggumu datang, dan memintamu jadi istriku di depan semua orang," ujarnya ceria.

"Jangan lupa senyum manis itu, Tuan Sempurna!" canda Valeria.

"Bagaimana aku bisa lupa? Itu senyum yang akan selalu aku berikan hanya untukmu."

Sambungan telepon kemudian terputus, tapi rasa bahagianya masih melekat di dada Alejandro seperti musik yang tidak berhenti berdendang, lalu ia menyalakan radio dan lagu romantis berbahasa Spanyol mengalun pelan.

Tangannya yang bebas menggenggam setangkai mawar merah yang akan ia sematkan di rambut Valeria nanti, hal itu sudah menjadi sebuah kebiasaan kecil sejak hari pertama mereka bertemu di taman Retiro tiga tahun lalu. Mawar itu bukan hanya sekadar bunga melainkan sebuah janji.

Alejandro sudah tidak sabar lagi, Valeria akan resmi menjadi Valeria Ramirez dalam satu jam lagi.

Jalan raya Madrid sore itu cukup ramai, tapi Alejandro tidak merasa terganggu. Ia justru bersenandung kecil sambil menghafal dalam hati sumpah yang akan ia ucapkan nanti di altar.

Namun, takdir sering kali datang tanpa memberi aba-aba. Dari kejauhan sebuah mobil sport hitam melaju terlalu cepat dan menyalip beberapa kendaraan lain seperti dikejar-kejar oleh waktu. Alejandro sempat melihat pantulan lampu mobil itu di kaca depannya dan semuanya terasa begitu cepat, bahkan terlalu cepat.

Cahaya putih menyilaukan dan bunyi klakson bersahutan dan dalam sekejap dunia seakan terbalik, kemudian terdengar dentuman yang sangat keras sampai memecah udara. Kaca pecah berhamburan, logam beradu, dan tubuhnya terlempar ke sisi lain. Semuanya menjadi gelap, kecuali satu hal yang masih tertinggal dalam benak Alejandro, yaitu senyum Valeria.

Di antara kabut kesadaran yang telah memudar, Alejandro masih bisa mendengar suara samar-samar orang-orang yang berteriak, sirene ambulan, dan seseorang yang memanggil namanya dengan panik, tapi tubuhnya tidak lagi terasa berat dan tidak lagi sakit.

Alejandro membuka mata dan sangat terkejut melihat dirinya sendiri sudah terbaring di jalanan dan tubuhnya berlumuran darah. Ia berdiri di sisi tubuhnya sendiri.

"Apa yang ...." suaranya tercekat.

Ia melangkah mundur dan memandang tangannya yang tembus cahaya.

Semuanya terasa menjadi asing dan dunia terasa semakin jauh, lalu dari kejauhan, ia melihat mawar merah yang tadi ia bawa tergeletak di jalanan beraspal. Kelopak-kelopak bunga berserakan dan layu tersentuh debu.

Alejandro berlutut berusaha menggenggam bunga itu dengan tangan yang tidak lagi padat, tapi usahanya sia-sia.

"Aku janji akan datang padamu, Valeria."

Angin sore membawa suaranya pergi dan menelan semuanya dalam keadaan senyap. Di saat itu Alejandro Ramírez menyadari bahwa ia telah meninggalkan dunia ini.

***

Lonceng gereja Santa María de la Luz berdentang satu kali, lalu dua kali, menandakan waktu terus berjalan.

Di dalam gereja yang diterangi oleh cahaya matahari sore yang menembus kaca, Valeria berdiri di depan altar dengan gaun putih renda yang membingkai tubuhnya dengan sempurna. Di tangannya, ia menggenggam buket mawar merah yang merupakan warna favorit Alejandro.

Tamu-tamu yang sudah datang dan duduk di bangku panjang mulai berbisik-bisik pelan, suara musik lembut tiba-tiba berhenti berganti dengan keheningan yang canggung. Waktu sudah lewat setengah jam dari jadwal pernikahan dimulai, tapi pengantin pria belum juga datang.

"Tenang saja, Valeria. Alejandro pasti datang!" bisik Lucia, sahabat sekaligus pengiring pengantinnya yang sedang berusaha menenangkannya. "Mungkin jalanan macet. Kamu tahu sendiri, Madrid di sore hari jalanan sangat ramai."

Valeria tersenyum kaku dan berusaha mencoba meyakinkan dirinya sendiri. "Ya mungkin begitu."

Hati Valeria berdegup tidak tenang. Alejandro bukanlah tipe pria yang datang terlambat terutama di hari sepenting ini.

Ia menatap ke arah pintu besar gereja dan berharap setiap kali pintu itu terbuka, sosok pria itu akan muncul. Alejandro dengan jas putihnya dan dengan senyum yang selalu membuat lututnya lemah.

Namun yang datang hanya angin sore, membawa aroma lilin. Jam berdentang lagi dan satu jam telah berlalu. Ayah Valeria, Don Esteban, berdiri dari kursinya dengan ekspresi gusar.

"Aku akan menelepon Alejandro mungkin saja dia salah arah."

Namun sebelum ia sempat melangkah keluar, pintu gereja terbuka dengan suara berat. Dua orang pria berseragam polisi masuk dengan langkah ragu-ragu. Suara-suara bisikan dari para tamu perlahan-lahan mereda dan berubah menjadi hening yang bisa menghentikan napas.

"Apakah di sini acara pernikahan Tuan Alejandro Ramirez dan Nona Valeria Duarte?" tanya salah satu petugas polisi.

Valeria menoleh dan matanya membesar. Tiba-tiba senyumnya perlahan memudar. "I-iya, ada apa?"

Petugas itu menatapnya dengan wajah yang tidak sanggup menyembunyikan kesedihan.

"Telah terjadi kecelakaan di Calle Serrano dan mobil milik Tuan Ramírez terlibat kecelakaan. Kami mohon maaf beliau sudah dibawa ke rumah sakit San Felipe dalam keadaan kritis."

Buket bunga terlepas dari genggaman Valeria. Kelopak-kelopak mawar berserakan di lantai gereja seperti darah yang menetes di marmer putih. Semua mata tertuju padanya, tapi Valeria tidak peduli.

"Tidak, itu tidak mungkin. Alejandro baru saja meneleponku! Dia bilang ... dia bilang sepuluh menit lagi!"

Lucia memeluknya cepat, tapi Valeria melepaskan diri dan berlari keluar tanpa memedulikan siapa pun. Gaunnya menyeret di tanah dan renda putihnya kotor oleh debu, tapi ia tidak berhenti dan terus berlari dengan berlinangan air mata.

Valeria hanya tahu satu hal bahwa Alejandro sedang menunggunya dan ia harus sampai kepadanya.

***

Rumah sakit San Felipe dipenuhi oleh aroma antiseptik dan langkah kaki yang tergesa-gesa. Valeria menerobos masuk dan napasnya terengah-engah.

"Alejandro Ramirez! Di mana dia?!"

Perawat tertegun melihat seorang wanita yang masih memakai gaun pengantin dengan lengkap, air matanya mengalir tanpa henti di pipinya. Mereka menatap dengan campuran iba dan terkejut.

Seorang dokter keluar dari ruang gawat darurat dan melepas masker. "Apakah Anda keluarga pasien Alejandro Ramirez?"

Valeria mengangguk dengan cepat hampir tidak bisa bicara. "Tunangannya. Aku tunangannya."

Dokter itu menunduk dan nada suaranya lembut, tapi menembus jantung.

"Kami sudah berusaha sebaik mungkin, tapi luka dalamnya terlalu parah. Kami tidak bisa menyelamatkannya."

Dunia serasa runtuh di hadapan Valeria dan semua suara menjadi hilang. Valeria jatuh berlutut di lantai marmer yang dingin dan tubuhnya gemetar hebat. Air matanya menetes dengan deras di lantai membuat lingkaran bening yang cepat mengering, lalu ia berdiri dan masuk ke dalam ruangan. Di sana ia melihat Alejandro terbaring di ranjang.

"Tidak … tidak, Tuhan, tidak! Alejandro, jangan tinggalkan aku! Aku mohon, bangunlah! Kamu janji akan menungguku di altar!"

Valeria meraih tangan Alejandro yang telah dingin di atas ranjang itu, menciumi punggung tangannya, dan menahan isak sekuat tenaga. Namun tangan itu tak lagi membalas genggamannya. Valeria dengan hati yang remuk bersandar pada tubuh tanpa jiwa itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Di Balik Wajah Sang Miliuner   Bab 5. Tatapan Yang Sama

    Jari-jemari Alejandro menggenggam erat seprai seolah berusaha menahan semua beban di dadanya. "Kalau saja aku bisa menukar tempat dengannya, aku akan melakukannya tanpa ragu," bisiknya lirih. Valeria menatapnya seakan tidak percaya. "Kamu pikir kata-kata itu bisa membuat Alejandro hidup lagi? Tidak ada maaf untukmu, Daniel Delaluca. Kamu akan membayar atas apa yang sudah kamu lakukan pada Alejandro."Tidak lama kemudian terdengar suara langkah tergesa-gesa di luar. Dua petugas kepolisian dan salah satunya membawa berkas laporan. "Tuan Delaluca, Anda diminta hadir dalam penyelidikan resmi setelah dokter menyatakan kondisi Anda stabil. Anda masih dalam status tersangka kasus kecelakaan dengan korban jiwa, Alejandro Ramírez," ucapnya datar. Alejandro menatap petugas itu lama dan ia sama sekali tidak membantahnya. Dalam batinnya, ia tahu inilah bagian dari beban yang harus ia tanggungnya sebagai Daniel. "Baik, aku akan menjalani apa pun yang harus dijalani," katanya pelan. Dua petu

  • Di Balik Wajah Sang Miliuner   Bab 4. Kembali Untuk menempati Janji

    Setelah Daniel sadar dari komanya, ia dipindahkan ke ruang VVIP. Ruangan itu sangat luas dengan dinding yang putih bersih dan tercium bau aroma antiseptik samar yang menyelimuti udara. Tirai putih bergoyang pelan, karena angin sore yang masuk melalui jendela besar. Alejandro duduk di ranjang rumah sakit dan menatap bayangan wajah asingnya di kaca. Setiap kali ia melihat pantulan wajah barunya itu, dada Alejandro terasa sesak dan ia masih belum terbiasa kalau sekarang ia telah menjadi Daniel. Ia masih berusaha beradaptasi dengan identitas barunya itu dan yang membuat ia tidak mengerti kenapa harus berada di tubuh pria yang telah menabrak dan membunuhnya. Namun sebelum ia sempat pikirannya larut lebih jauh, pintu ruangan terbuka. Suara langkah cepat terdengar bersamaan dengan panggilan tertahan. "Daniel ...." Seorang pria berjas hitam masuk dengan langkah tegas dan sedikit terburu-buru, namun wajahnya penuh emosi. Di sampingnya berdiri seorang wanita paruh baya menahan tangisnya da

  • Di Balik Wajah Sang Miliuner   Bab 3. Diantara Kematian Dan Dendam

    Tangan Valeria gemetar memegang ponselnya. "Jadi dia yang membunuh Alejandro?" tanyanya dengan suara yang hampir berbisik." Ya. Berdasarkan bukti video dan laporan lalu lintas. Kami akan segera melanjutkan proses hukumnya."Valeria memutus sambungan tanpa berkata apa pun. Ponselnya jatuh ke lantai dan ia menatap kosong ke depan, lalu perlahan napasnya berubah menjadi isakan penuh amarah."Daniel Delaluca, kamu sudah menghancurkan hidupku," gumamnya diantara tangis.***Keesokan harinya wajah tampan Daniel Delaluca terpampang di layar televisi bersama headline besar.PENGUSAHA MUDA TERSANGKA KECELAKAAN MAUT YANG MENELAN KORBAN ALEJANDRO RAMIREZ, TUNANGAN DARI VALERIA DUARTEBerita itu menyebar cepat. Semua saluran televisi nasional membicarakannya, surat kabar mencetak foto mobil yang hancur, dan media sosial dipenuhi dengan komentar pedas."Orang kaya seenaknya di jalan, nyawa orang lain jadi taruhan.""Keadilan harus ditegakkan! Jangan sampai uang menutupi keadilan!"Valeria menata

  • Di Balik Wajah Sang Miliuner   Bab 2. Aku Yang Tidak Pernah Pergi

    Di sudut ruangan, arwah Alejandro menatap dirinya sendiri dengan mata yang kosong. Ia tidak merasakan apa pun, tidak dingin, tidak panas, dan tidak lelah, karena yang ada hanyalah kehampaan. Namun, suara tangis Valeria menembus kehampaan itu. Suara yang dulu selalu membuatnya hidup sekarang justru membuat jiwanya bergetar dalam penyesalan. "Aku di sini, Sayang," bisiknya lagi, namun suara itu hanya memantul ke dinding kosong. Alejandro melangkah mendekat dan mencoba menyentuh wajah Valeria, tapi jari-jari transparannya menembus kulit lembut itu dan membuatnya hanya bisa menatap tanpa daya. Ia ingin memeluknya, menenangkannya, dan mengatakan bahwa ia tidak bermaksud meninggalkannya di altar, tapi dunia seolah memisahkan mereka dengan tirai tak kasatmata. Cahaya putih lembut mulai muncul di sisi ruangan. Cahaya itu lebih hangat dan lebih hidup seperti sinar matahari yang turun dalam bentuk bisikan. Alejandro menoleh ke arah samping. Seorang pria tua berjubah abu-abu berdir

  • Di Balik Wajah Sang Miliuner   Bab 1. Gaun Putih Dan Air Mata

    Sore itu di musim semi, langit cerah membentang sempurna di atas kota. Angin sepoi-sepoi membawa aroma bunga jeruk dan suara lonceng gereja Santa María de la Luz berdentang lembut di kejauhan seolah memberi tahu seluruh kota bahwa hari ini ada cinta yang akan disatukan. Alejandro Ramirez menatap dirinya di kaca spion mobil, senyumnya merekah seperti anak kecil yang baru saja diberi dunia. Jas putih gading yang dipakainya terasa pas di tubuhnya dan dasinya sedikit miring, lalu ia membetulkannya dengan tawa kecil. "Aku hampir sampai, Sayang," gumamnya sambil menyalakan panggilan di ponsel. Suara di seberang sana membuat jantungnya berdegup hangat. "Jangan sampai telat! Papa sudah di gereja dan aku tidak mau jadi pengantin sendirian di altar." Tawa Valeria terdengar ringan, namun Alejandro bisa membayangkan pipi Valeria bersemu merah saat gadis itu bicara. "Sepuluh menit lagi aku akan sampai, lalu aku akan berdiri di sana, menunggumu datang, dan memintamu jadi istriku d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status