Share

Pernikahan Dadakan

Author: yourbby
last update Last Updated: 2025-07-01 10:11:23

Isabelle melihat pantulan dirinya di depan cermin. Wajahnya sudah dirias dengan make up soft glam yang membuat kecantikannya semakin terpancar. Dia terlihat seperti seorang putri.

“Semua sudah siap, ayo Belle,” panggil bibi yang muncul dari arah pintu.

Isabelle menarik nafas panjang, berusaha meyakinkan dirinya. Ia berdiri dan memperhatikan tampilannya di depan cermin, sekali lagi. Dalam momen ini, tentu saja gadis itu ingin terlihat sempurna.

Paman Ferdy yang berada di depan pintu ruangan tempat Isabelle berada bersiap menyambut gadis itu. Lelaki yang dianggap sebagai pengganti sang papa tersebut mengulurkan tangan ke arah Isabelle. Sedangkan bibi mendampingi di belakang gadis itu.

Isabelle yang didampingi oleh Paman Ferdy berjalan beriringan menuju altar. Gadis itu tampak anggun dibalut gaun putih panjang yang ekornya menyentuh taburan bunga di lantai. Sementara wajahnya ditutupi oleh veil tipis transparan.

Di balik veil itu Isabelle menyembunyikan rasa gugupnya. Ia mencoba untuk tersenyum, meskipun sangat tipis. Jemarinya tanpa sadar menggenggam tangan Paman Ferdy semakin erat karena detak jantungnya tak menentu.

Sedangkan di atas altar sana, Dario yang dibalut dengan setelan jas dan celana kain berwarna putih tampak sangat gagah. Pakaiannya senada dengan gaun Isabelle hari ini. Hal tersebut membuat lelaki itu terlihat semakin tampan.

Sesampainya di depan altar, Dario mengulurkan tangan ke arah Isabelle. Paman Ferdy mengarahkan jemari Isabelle yang digenggamnya ke arah Dario. Sebagai lambang bahwa pria itu mempercayakan keponakannya untuk berada di bawah tanggungjawab seorang Dario Lucas Muller.

“Cantik,” bisik Dario pelan ketika ia sudah berhadapan dengan Isabelle.

Isabelle yang mendengar hal tersebut lantas tersenyum malu. Canggung rasanya. Pernikahan ini terbilang cukup mendadak. Bahkan keduanya seakan tidak diberi waktu untuk jatuh cinta terlebih dahulu. Atau sebenarnya sudah jatuh cinta, namun belum menyadari.

Dario dan Isabelle saling mengikrarkan janji suci di depan altar. Pernikahan yang sangat sederhana untuk taraf seorang CEO sebuah perusahaan besar. Acara pesta pernikahan keduanya digelar sangat tertutup.

Pesta itu hanya dihadiri oleh Paman Ferdy, bibi, kerabat terdekat, dan orang kepercayaan Dario. Bahkan orang tua Dario tidak menyaksikan pernikahan putranya karena urusan bisnis yang menyita waktu. Hanya sempat melakukan panggilan video saja.

Flashback on

Dario sedang memeriksa tumpukan dokumen penting yang harus ditandatangani ketika suara handphonenya memecah keheningan. Sebuah panggilan masuk yang membuatnya sedikit heran. Lelaki berkemeja biru tua tersebut segera mengangkatnya.

“Sore, Pak,” sapa seorang wanita dari seberang sana.

“Iya, ada apa?” jawab Dario singkat.

“Nanti malam setelah jam kantor apakah kita bisa bertemu?” tanya si penelpon yang ternyata adalah Isabelle.

“Bisa, kita ketemu di restoran Bougenville saja,” jawab Dario lantas mematikan telfon.

Jam 7 malam Dario sudah berada di restoran Bougenville. Isabelle mengajaknya bertemu malam ini. Ia sengaja memesan sebuah ruangan privat karena tidak ingin obrolannya diinterupsi oleh suara bising dari sekitar.

Sekitar 15 menit menunggu, gadis yang dinantinya datang. Isabelle berjalan terburu-buru ke arah Dario. Gadis itu masih lengkap dengan pakaian kantornya, blouse hitam dipadukan dengan rok setinggi lutut dengan warna senada.

“Maaf, Pak. Tadi masih ada dokumen yang harus saya selesaikan,” terang gadis itu masih dengan mencoba mengatur nafasnya.

Dario mengangguk mengerti. Lalu mempersilahkan wanita yang tingginya hanya sebatas dadanya itu duduk. Tak lama, menu makanan yang dipesan oleh Dario pun datang.

Pelayan menghidangkan masing-masing satu porsi steak untuk keduanya. Satu gelas sparkling wine untuk Dario dan segelas ice matcha latte di hadapan Isabelle. Gadis itu memandang lelaki di hadapannya cukup intens.

“Matcha, favorit kamu, bukan?” ucap Dario dengan senyum sangat tipis, bahkan hampir tak terlihat.

“Terima kasih, Pak,” ucap Isabelle dan menyesap minuman di hadapannya.

“Apa yang mau kamu bicarakan, Saras?” tanya Dario langsung pada intinya.

“Apakah tawaran pernikahannya masih berlaku?” Isabelle bertanya balik dengan sedikit takut.

Dario memandang gadis itu, lalu mengangguk.

“Jika kamu mau,” jawab lelaki itu singkat.

“Saya mau, Pak,” jawab Isabelle dengan penuh rasa yakin.

“Kenapa tiba-tiba kamu mau?” Dario mencoba memastikan.

“Saya tidak ingin terus merepotkan Paman Ferdy dan bibi. Mungkin ini jalan terbaik,” jelas Isabelle dengan pandangan menunduk.

“Okay,” ucap Dario.

“Tapi saya punya syarat, Pak,” Isabelle menatap Dario.

“Apa?” tanya Dario dengan satu alis terangkat.

“Kita rahasiakan dulu pernikahan ini, ya, Pak. Saya masih ingin berkarier. Izinkan saya untuk tetap bekerja di kantor,” Isabelle menjelaskan alasannya secara terang-terangan.

Mendengar hal itu, Dario menghela nafas panjang.

“Baiklah,” putusnya.

“Tapi saya tidak ingin pernikahan ini menjadi hal yang main-main,” ujar lelaki itu.

“Saya ingin kamu benar-benar menjalankan tugas sebagai istri saya,” lanjutnya.

Isabelle mengangguki hal tersebut. Karena ia juga setuju, bahwa pernikahan merupakan suatu hal yang sakral. Meskipun semuanya terkesan mendadak, namun ia menyadari bahwa ini merupakan suatu keputusan penting.

“Dan satu lagi,” Dario menggantungkan perkataannya dan menatap Isabelle intens.

“Keluarga besar saya tidak mengenal perceraian,” lanjut Dario.

“Karena ketika saya sudah mengucapkan janji pernikahan dengan kamu, berarti kamu menjadi milik saya dan tanggung jawab saya sepenuhnya,” terang Dario.

“Kamu tenang saja. Saya yang akan mempersiapkan acara pernikahannya,” tegas Dario

Isabelle mengangguk mengerti. Keduanya melanjutkan untuk menyantap hidangan yang tersaji dalam hening. Berkelana dengan pikiran masing-masing. Namun, ada satu hal yang sama terlintas dalam pikiran keduanya, yaitu perasaan lega.

Flashback off

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Di Bawah Kekuasaan sang Mafia   Sebuah Kerjasama

    Senja mulai mencuri masuk lewat daun jendela kaca kafe kecil itu; lampu temaram menciptakan bayangan hangat di atas meja kayu, sementara aroma kopi hitam dan kue almond menyelimuti udara.Isabelle melangkah masuk dengan langkah hati-hati, menutup mantel terang yang berkibar pelan. Leon sudah duduk di pojok, wajahnya tegang namun tenang, membuka tas kulitnya perlahan.Leon menghela napas dalam sebelum menyodorkan setumpuk dokumen — laporan keuangan, cetak biru proyek, dan email internal — terhampar di atas meja. "Aku menemukan ketidakwajaran di laporan triwulan ketiga…" suaranya rendah, matanya menyapu dokumen. Isabelle meraih salah satu lembar, pandangannya tertuju pada angka yang saling bertolak belakang.Dia mengangkat alis. "Ini... terlalu banyak kejanggalan." Ada jeda. Isabelle mengusap bibir bawah, menarik napas. "Kamu percaya ini sabotase?" tanyanya tenang, sambil matanya tak lepas dari angka.Leon mengangguk, memutar kursi sedikit untuk memastikan tidak ada yang menguping. "Aku

  • Di Bawah Kekuasaan sang Mafia   Sebuah Skandal

    Rapat internal Dynamic Group pagi itu berubah menjadi arena ledakan emosi. Dario, sang CEO, duduk di ujung meja dengan wajah gelap, matanya menatap tajam ke arah lima orang yang duduk di hadapannya: Bu Nikki, Leon, Kak Nindya, Renda, dan Kak Jordan. Suasana hening, tegang, seolah udara pun enggan bergerak.“Dua puluh persen!” Dario membanting dokumen ke meja.“Kita kehilangan dua puluh persen dari anggaran keuangan proyek ini, dan tak satu pun dari kalian bisa memberi penjelasan yang masuk akal!”Kelima orang itu terdiam. Tidak ada yang berani angkat bicara. Masing-masing menunduk, entah karena merasa bersalah, bingung, atau takut. Dario menatap mereka satu per satu, mencoba membaca sesuatu dari ekspresi wajah mereka. Namun yang dia dapat hanya kebisuan.“Ini bukan kesalahan kecil,” katanya, nadanya tajam.“Ini adalah pengkhianatan. Dan saya akan cari tahu siapa yang bermain curang.”Tanpa menyelesaikan rapat, Dario berdiri dan pergi. Suara langkah sepatunya menggema di ruang rapat, l

  • Di Bawah Kekuasaan sang Mafia   Permainan Dario

    Dario membuka sebuah ruangan yang tersembunyi di bawah tanah mansionnya. Sebuah ruangan yang sudah lama tidak dibuka oleh lelaki itu. Dario menyalakan lampu ruangan yang temaram untuk memberikan sedikit penerangan.Lelaki berkaos hitam itu menatap seorang perempuan dengan rambut acak-acakan. Kedua tangan wanita itu terikat secara terentang di kanan dan kiri. Dario lalu mendekat ke sebuah lemari yang ada di sudut ruangan.Ia menarik kain yang menutupi benda tersebut. Di dalam lemari kaca tersebut terpampang berbagai senjata tajam yang mampu membuat orang yang melihatnya merinding. Dario memandangi benda yang sudah lama tidak digunakannya itu.Pandangan Dario beralih dengan perempuan yang ada di hadapannya. Perempuan itu sudah berlinang air mata. Dario dengan langkah pastinya mendekat ke arah perempuan tersebut.“Maafkan saya, Tuan,” Sera memohon dengan tangisannya.Sedangkan Dario hanya memandang perempuan tersebut dengan tatapan dinginnya. Ia hanya melihat apa yang sedang dilakukan ol

  • Di Bawah Kekuasaan sang Mafia   Sisi Asli Dario Mulai Terbuka

    Isabelle masih bersimpuh di depan kanvas lukisannya yang sudah rusak. Karya yang sudah dibuatnya dengan sepenuh hati itu bahkan sudah tidak bisa diperbaiki lagi. Perasaannya campur aduk.Dario memasuki ruang lukis Isabelle itu dengan langkah besarnya. Di belakangnya sudah ada orang-orang berbadan besar yang merupakan suruhannya. Dario ikut bersimpuh di samping Isabelle.Emosi lelaki itu berada di atas ubun-ubun. Amarahnya membara karena mengetahui ada orang yang berani melakukan hal ini terhadap istrinya. Namun, Dario berusaha untuk bersikap tenang-tidak ingin membuat Isabelle merasa takut.“Saras,” panggilnya lembut.Isabelle dengan wajah masih berlinang air mata menoleh ke arah suaminya. Ia menyandarkan kepalanya ke lengan kekar Dario. Lelaki dengan kaos hitam itu mengganti posisinya menjadi memeluk Isabelle dari samping.“Aku sudah menemukan pelakunya,” ujar Dario dengan tenang.“Menurutmu apa yang harus aku lakukan untuk pelakunya?” tanya.“Apapun, Kak. Buat dia jera,” Isabelle be

  • Di Bawah Kekuasaan sang Mafia   Tangisan Isabelle

    “Sarapan dulu, Kak,” ujar Isabelle pada Dario yang sedang duduk bersandar di sandaran tempat tidur mereka.Wanita itu datang dengan membawa nampan berisi satu set makanan di atasnya. Ia membawakan semangkuk bubur yang disiapkan oleh juru masak mereka. Isabelle menyodorkan mangkuk tersebut kepada Dario. Namun, laki-laki itu tidak bergegas menerimanya.Isabelle mendengus kecil. Ia mengerti maksud suaminya itu. Isabelle mengambil sesendok bubur dan menyuapkannya kepada Dario. Lelaki itu tersenyum tipis dan menerimanya.“Sepertinya aku harus tetap bekerja hari ini, Saras,” ujar Dario di sela menikmati sarapannya.“Apa ga bisa libur dulu,Kak? Kamu itu masih belum pulih loh, Kak,” protes Isabelle“Kau tahu sendiri Saras, sedang ada masalah keuangan di kantor. Aku harus turun tangan sendiri,” jelas Dario.“Bagaimana kamu bisa cepat sembuh kalau sedang sakit masih banyak pikiran?” wajah Isabelle berubah sendu, tetapi sedikit.“Aku hanya demam, Saras,” Dario menoel pipi Isabelle sekilas.Namun

  • Di Bawah Kekuasaan sang Mafia   Dario Sedang Tidak Baik-Baik Saja

    Isabelle sedang menikmati waktunya dengan membaca buku di ruang tengah. Kegiatan itu sengaja dipilih untuk mengisi waktu luang.“Saras,” suara yang sangat familiar terdengar di telinga Isabelle.Panggilan itu membuat Isabelle menoleh. Wanita itu cukup terkejut melihat suaminya sudah kembali ke rumah. Padahal hari masih siang, jarum pendek jam dindingnya baru menunjuk ke angka 11.“Kak, tumben udah pulang?” tanya Isabelle penasaran.Dario tidak menjawab. Pria itu berjalan menuju ke arah Isabelle. Lalu merebahkan diri di sofa yang sedang diduduki istrinya itu. Dario mendaratkan kepalanya di pangkuan Isabelle dan memejamkan kedua matanya.Isabelle heran melihat tingkah suaminya tersebut.“Kamu kenapa, Kak?” tanya Isabelle sembari membelai rambut Dario dengan jemarinya.Isabelle tersentak kaget ketika tangannya tak sengaja menyentuh kulit wajah Dario.“Kamu demam, Kak,” seru Isabelle khawatir.“Cuma agak pusing aja,” jawab Dario pelan.“Ayo pindah ke kamar, Kak. Istirahat di kamar,” Isabe

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status