Share

Tak bisa fokus

Author: Jenang gula
last update Last Updated: 2024-10-25 09:12:50

“Kau tidak sedang menjebakku, kan?” Jaxx tak yakin dengan jalan yang diambil Erica. Kumuh dan jalannya semakin sempit. Seolah mengarah ke gang buntu.

Erica menoleh sambil tersenyum, “Studioku ada di bawah gedung itu. Satu belokan lagi dan kita akan sampai.” Setelah sampai, Erica membuka studionya, dan mengajak Jaxx masuk, “Anggap saja rumah sendiri.” Mengambil album tebal dan menyerahkannya ke Jaxx, “Kuharap dengan ini kamu yakin dengan tawaranku, Jaxx.” Tersenyum semanis mungkin.

Jaxx membuka album, banyak sketsa wajah dan pemandangan yang nyaris sempurna, pantas saja Erica percaya diri dengan permintaan itu. Jaxx menutup album dan mengembalikannya ke Erica, “Okey. Lalu?”

Erica langsung mengulurkan tangan untuk meraba setiap inci di wajah Jaxx.

Bukannya senang, Jaxx malah mengerutkan kening, terganggu dengan apa yang terjadi. “Apa yang kau lakukan?”

“Aku sedang mengenali wajahmu dengan benar, Jaxx.”

“Kau melakukannya ke semua modelmu? Di album itu?”

Erica berhenti dan melirik Jaxx tajam, “Bukankah siapa yang ada di sana gambar artis dan orang terkenal? Aku memandangi wajah mereka dari poster dan beberapa contoh gambar di bukuku. Berbeda denganmu yang ada di sini.”

Jaxx langsung melepas dasi dan menutup mata Erica dengan itu, “Kurasa dengan begini kau akan lebih mudah mengenaliku.”

Erica yang otomatis tak bisa melihat apa pun, mengulurkan tangan, “Aku tidak bisa melihatmu kalau begini, Jaxx.”

Jaxx malah terkekeh sambil membuka semua kancing kemeja, “Gunakan instingmu, Erica. Bukankah karya yang indah adalah karya yang terlahir dari hati senimannya? Apa kau lupa ucapanmu sendiri?” Menempelkan tangan Erica ke dadanya, “Kau bisa menyentuhku sekarang.”

Erica mulai beraba perlahan. Banyak lekukan di sana, dia bingung, bagian yang mana ini? Tetapi semakin lama, dia seolah mengenali apa yang tengah dirabanya, ucapan Jaxx memang benar ternyata.

Jaxx menekan lagi tangan Erica agar meraba lebih percaya diri. Namun, keputusan yang diambilnya ternyata salah, Jaxx yang berniat menggoda, malah terpancing lebih dulu hingga membuat tubuhnya memanas. “Ah ... kurasa berdiri akan membuatku lelah.” Jaxx langsung melepas pakaiannya dan berbaring di sofa. “Lakukan lagi seperti tadi. Sebentar lagi kau pasti bisa mengenalku dengan baik.”

Erica menurut saja dengan perintah itu. “Dadamu bagus, Jaxx. Aku baru tahu kalau ini sangat kekar.” Erica menurunkan tangannya lagi, “Perutmu juga indah. Pusar ini tak terlalu dalam dan ...” Erica enggan meneruskan ucapannya.

Jaxx malah tersenyum. Tangan kirinya tetap digunakan sebagai bantal, sedangkan tangan kanan menggapai tangan Erica yang saat ini diam, “Kau harus profesional, Erica. Anggap saja pekerjaanmu memang seperti ini. Kau tidak mau tugasmu kurang maksimal, kan?” Menekan tangan Erica hingga mengepal miliknya. “Aku ini orang sibuk, kau tidak dapat kesempatan dua kali.”

Erica melanjutkan aktivitas, bahkan hal sensitif itu juga, “Aku tidak yakin dengan ukurannya.”

“Gunakan dengan mulutmu untuk mendapatkan ukuran yang pasti.” Jaxx tak sabar dengan permainan yang semakin melamban.

Erica mengulum juga, meletakkan di sana, membiarkan mulutnya penuh, dan melepasnya lagi, “Aku masih tidak tahu, Jaxx. Apa aku-”

“Jangan!” Jaxx menahan tangan Erica yang akan melepas dasi di mata, “Lakukan saja apa yang harus kau lakukan.”

“Aku tidak tahu harus melakukan apa, Jaxx.” Erica bingung dengan ucapan Jaxx.

Jaxx ingat, Erica sering mengatakan kejadian pertama, apa ini juga yang pertama kali untuk Erica? “Gunakan lidahmu juga. Hati-hati dengan gigimu. Anggap saja itu es krim dan kau akan tahu harus melakukan apa.” Erica benar-benar tak berpengalaman, sepertinya Jaxx harus mengajarinya banyak hal setelah ini.

Erica mengikuti ucapan itu dan dia tetap tidak merasakan apa pun.

“Ahhh ... itu lebih baik.” Jaxx mulai menikmati permainan ini.

“Apa aku melakukannya dengan baik, Jaxx?”

“Yaaa ... kau melakukannya dengan baik, Erica.” Jaxx menahan kepala Erica dan mendorongnya memenuhi mulut Erica lagi. Baru beberapa kali dan dering di ponselnya mengganggu konsentrasi.

“Jaxx, apa itu telepon penting? Kau bisa mengangkatnya dulu.” Erica masih punya banyak waktu untuk persiapan tugas akhir ini.

Jaxx mengambil ponsel, panggilan dari Bill itu pasti tidak penting, dan dia meletakkan ponselnya lagi, “Teruskan saja, Erica. Lakukan lebih cepat dan jangan ragu-ragu.” Menuntun Erica untuk menyantapnya lagi. Panggilan itu berhenti, hanya sebentar, dan berbunyi kembali membuat fokusnya terbelah. Meski sekuat apa Jaxx abai, nyatanya dia tetap tak bisa menikmati permainan Erica, tak ada pilihan selain mengangkat telepon itu, “Apa kau tidak bisa berhenti meneleponku, Sialan?!”

Sekretaris kantor yang menelepon pun menjawab, “Maaf, Mr. Jaxx, Mr. Scott memanggil Anda sekarang, tolong datang secepatnya, ada hal penting yang harus diselesaikan mendadak. Saya menelepon Bill, Anda sedang di tempat lain katanya, jadi saya menelepon ke sini langsung.”

“Brengsek!” Jaxx menutup telepon itu dan mengangkat kepala Erica agar menjauhi miliknya, “Aku harus pergi, Erica.” Mengenakan pakaiannya lagi dengan tergesa.

Erica membuka dasi di matanya dan menatap Jaxx dengan bingung, “Apa aku melakukan kesalahan? Apa aku tidak melakukannya dengan baik tadi?”

Jaxx tersenyum, “Ada hal penting yang harus kuurus. Jangan mengkhawatirkanku.”

“Lalu ... kapan kita akan bertemu lagi?” Erica tak ingin semua berakhir seperti ini.

“Kalau kau sudah pandai melakukannya, aku akan kembali ke sini.” Jaxx membentuk lingkaran dengan tangan kanan dan memaju mundurkan di depan mulutnya.

Erica mengangguk, “Aku akan cepat belajar, Jaxx.” Mengulurkan dasi agar dikenakan Jaxx lagi.

“Simpan saja itu. Aku tidak ingin kamu melupakan apa yang harus kamu lakukan. Aku pergi.” Jaxx pun keluar.

Erica yang ditinggalkan sendiri, hanya bisa menatap pintu yang kini tertutup rapat, dasi di tangan pun dilipat rapi dan diletakkan di meja, “Aku akan cepat belajar, Jaxx. Kita akan bertemu lagi.”

Di kantor ... Jaxx baru saja tiba. Disambut oleh sekretaris kantor dan masuk ke ruangan Mr. Scott, “Ada apa? Sesuai jadwal, aku memiliki beberapa jam untuk bersantai hari ini.”

Mr. Scott menajamkan tatapannya, “Katamu Johan menerima uang itu, kan? Dia menyetujui permintaanmu dan pembangunan galeri akan jatuh ke tangan kita.” Mengambil tas di sampingnya dan melemparnya ke Jaxx, “Lalu apa ini?”

Jaxx langsung menoleh ke Bill, “Suruh mereka mencari Johan, aku ingin bertemu dengannya dalam keadaan hidup, siapa yang paling cepat menemukan Johan, aku akan memberinya hadiah besar.”

Bill mengangguk dan ke luar dari ruangan Mr. Scott.

Mr. Scott bersedekap dada dan menyandarkan punggung, “Kau sangat tahu siapa orang yang paling ingin bekerja sama dengan Johan juga. Kalau kita kehilangan pembangunan galeri itu, kau tidak akan membayangkan apa yang akan kulakukan, mungkin bukan penjara, tetapi lebih dari pada itu.”

Jaxx berdiri, menumpu di meja, dan menatap sama tajamnya ke Mr. Scott, “Ini bukan pekerjaan pertamaku, kan? Sebaliknya, apa yang akan kudapat jika pembangunan galeri menjadi milik kita?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Di Bawah Selimut Mr. Jaxx   Semakin gila

    “Aku tidak mengajakmu, ini perintah, dan aku tidak suka penolakan.”Itu adalah kalimat terindah yang pernah Lexi dengar dan karenanyalah dia di bandara Australia sekarang.“Ada apa dengan wajahmu?” Felix yang berjalan dengan menggandeng Lexi, jadi heran saat wanita itu lebih banyak diam, dunia seolah sedang salah.“Aku gugup, Felix. Kau bilang di sini tinggal dengan mamamu, kan? Apa kau akan menyewakan apartemen untukku?”Felix terkekeh, “Untuk apa? Kau bisa tinggal dengan kami. Lagi pula kalian pernah bertemu, kan? Di supermarket saat aku belanja dengan mama, untuk apa gugup, mamaku tetap sebaik dulu.”Lexi memukul lengan Felix, “Bukankah situasinya berbeda? Kau akan mengenalkanku dengan sebutan apa? Rasanya aku ingin pulang saja dan merawat adik-adikku.”“Jangan kawatir. Ada aku.” Felix bersyukur karena sopir tidak terlambat menjemputnya, melihat mobil mamanya di garasi, dia tahu kalau papa tirinya juga di rumah, dan sengaja merangkul Lexi saat mendekat, “Hai, Ma, Pa.” Memeluk maman

  • Di Bawah Selimut Mr. Jaxx   Boleh begitu

    Tiga hari berlalu. Lexi yang tak melihat Felix selama itu, jadi kawatir, dia pun pergi ke apartemen Felix, tetapi di jalan, tak sengaja melihat ada kecelakaan dan membuat kemacetan panjang. “Aku turun sini saja, Pak. Nanti kalau aku pulang, aku akan meneleponmu.” Tersenyum ke sopir dan ke luar mobil, tak jauh lagi sampai, Lexi berpikir jalan kaki akan lebih cepat dari pada penunggu kemacetan terurai.Terkekeh, “Aku tidak menyangka akan bertemu dengan jalang sialan di sini.”Lexi langsung menoleh, “Johan, aku juga tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini. Apa kamu sedang mengantar kekasihmu berjualan? Kesibukanmu masih sama?”Johan terkekeh lagi, “Jangan merasa bangga setelah lepas dariku, Lexi. Bagiku, kau hanya sampah yang pernah kupakai sampai aku puas, kau hanya beruntung karena Felix tertarik padamu. Pria yang bisa membelikanmu pakaian bagus itu, akan membuangmu juga setelah bosan denganmu, dia kaya dan dia akan memilih wanita yang lebih baik dan lebih bertalenta dari pada ka

  • Di Bawah Selimut Mr. Jaxx   Darah

    David menarik rem tangan setelah sampai di rumah Mahira, “Apa aku ...?” Bingung mau bertanya apa ke Mahira.Tersenyum, “Tidak perlu, David. Terima kasih atas kebaikanmu selama ini. Aku tahu bagaimana cara menghadapi Felix, aku tidak mau kamu terlalu ikut campur dan menanggung konsekuensinya. Aku tidak ingin kamu kenapa-kenapa.”David malah terkekeh, “Kalau kamu butuh bantuan, apa pun itu, telepon saja aku, nomorku ada di jajaran staf kantor.”Mahira mengangguk sambi tersenyum.“Aku ... pulang dulu.” Memencet klakson sekali dan pergi.Baru saja mobil David melewati gerbang, mobil lain sudah masuk, dan Mahira tersenyum manis mengetahui Maya yang turun dari mobil itu, “Tunggu!”Sopir itu mengangguk dan diam menunggu Mahira akan mengatakan apa.“Masuk dulu, ya, Sayang? Kakak mau bicara sebentar.” Mencium Maya dan kembali menghadap sopir setelah Maya pergi, “Di mana kalian menyekap Maya?”“Maaf, Nona Mahira. Itu bukan wewenang saya untuk menjawab.”“Apa Felix membayarmu mahal? Aku juga put

  • Di Bawah Selimut Mr. Jaxx   Mulai sinting

    Di kantor ... Felix mengerutkan kening saat sekretaris papanya masuk, “Aku sudah sering bilang padamu kalau Mahira adalah sekretarisku dan kau harusnya paham siapa yang mengantar dokumen itu ke sini.”Sekretaris papanya menghela napas, meski kesalnya bukan main, tetap tersenyum untuk menghormati pimpinannya, “Tuan Felix, nona Mahira tidak masuk hari ini.”“Bukankah nanti sore ada meeting, ke mana dia tidak masuk? Kau tidak meneleponnya? Dia tidak boleh lalai dalam pekerjaannya, kan?” Felix menarik dokumen itu kasar dan menandatanganinya dengan cepat.“Saya sudah meneleponnya beberapa kali dan hasilnya tetap nihil. Tadi tidak diangkat dan sepertinya sekarang teleponnya mati karena tidak tersambung, Tuan.”Felix membuang napas kasar. Mahira memang meninggalkan ponsel itu ke apartemennya, ternyata meski menyerahkan diri, Mahira masih begitu membenci, Felix harus memikirkan cara lain agar Mahira jinak padanya. “Batalkan saja meetingnya. Aku ada urusan, kalau dia bisa datang meeting saja d

  • Di Bawah Selimut Mr. Jaxx   Keputusan gila

    Felix tersenyum, menarik tangan Lexi dan mengecupnya, baru kemudian diletakkan di paha, “Hanya di depanmu aku bisa menjadi diriku sendiri, Lexi. Aku memang mencintai Mahira, tetapi kita sama-sama tahu kalau dia adalah adik tiriku sekarang. Sambil menunggu apa langkah yang harus kuambil, tetap denganmu aku membagi semuanya, Lexi.”Mendengar itu, Lexi jadi gusar, “Kebaikan itu membautku takut, Felix.”“Takut?”“Aku takut kalau kebaikanmu membuatku jatuh cinta.” Membuang muka. Lexi melihat ke arah luar.Felix malah tertawa, “Kau bisa melakukan itu sesukamu, Lexi. Aku tidak akan melarangmu.” Mobil sampai di rumah Lexi, “Aku tidak bisa menjemputmu besok pagi. Sopir akan datang nanti malam. Jangan kawatir. Aku pulang dulu.” Felix langsung ke apartemennya. Baru saja masuk, siapa yang dilihatnya, membuat Felix terkejut, tetapi dia langsung tersenyum untuk menyembunyikan rasa keterkejutannya, “Kau di sini?”Mahira yang memang sudah menunggu Felix dari tadi, langsung melempar ponselnya, matanya

  • Di Bawah Selimut Mr. Jaxx   Tak menyangka

    Mahira membuka mata perlahan, terkejut karena dia malah berbaring dengan berselimut, meski pakaiannya masih lengkap, kenangan beberapa hari lalu masih saja membuatnya takut setiap tertidur di dekat Felix. Dia memang sendiri dan dia takut tak mengingat apa pun saat ketiduran.Felix baru saja ke luar dari kamar mandi, hanya dengan menggunakan handuk, langsung mengeringkan tubuh tanpa malu, dan berganti baju, “Kau sudah bangun?”Mahira yang memilih untuk membuang muka, tetap enggan menjawab pertanyaan itu, “Apa aku tidak malu?” bentanya lebih membuatnya nyaman dari pada menjawab pertanyaan Felix.Terkekeh, “Tidak. Aku sudah pernah telanjang di depanmu meski waktu itu kau masih tidur.”“Kau yang sengaja membuatku tak sadarkan diri, Felix. Itu kriminal.”“Ya dan aku bersyukur sudah melakukan itu padamu.” Felix yang baru saja selesai ganti baju, langsung ke dapur, melihat makanan yang tadi dibungkus dari kafe, langsung dihangatkan, dia akan memakannya setelah ini.Mahira turun dari ranjang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status