Share

Bab 3. Pelecehan.

“Masuk!” perintah Axel yang membukakan pintu penumpang bugatti chiron itu. Dengan patuh Hana masuk sambil melekukkan badan di dalam mobil buatan Italia itu, sebelum Axel membanting pintu mobil itu begitu keras. Hingga si penumpang dan semua anak kos yang tadi menggiring kepergian Hana dan Axel juga ikut terlonjak kaget.

Axel memutari mobil, kemudian ia duduk di kursi pengemudi. Tak lama kakinya menekan pedal gas begitu kencang dan sudah menghilang di depan para anak kos dan induk semangnya.

“Eh sejak kapan Hana punya mobil keren begitu?” celetuk salah seorang anak kos. Para gadis sekarang saling menatap bingung.

“Memang Hana bisa nyetir?” tanya yang lainnya menambah tanda tanya di benak mereka masing-masing.

Ckit!

Axel menghentikan mobilnya tepat di sebuah parkiran toko busana. 

“Kamu gila Hana! Kamu ngancurin imej aku dengan mengatakan aku seorang maling celana dalam, di kosan wanita! Kamu ada dendam kesumat ya sama aku Hana!” bentak Axel yang tak mampu lagi membendung amarahnya.

“Keceplosan bos,” balas Hana lirih, masih lengkap dengan air mata dan ingusnya.

“Berhenti menangis! Ya ampun kamu mau buat aku lebih jijik lagi!”

“Maaf Pak…”

“Diam!”

Hana terisak-isak lagi.

“Diam! Berhenti menangis, Hana!” geram Axel dengan nada falseto. “Kamu mau buat muka saya viral, General Manager perusahan Harisson Food, tertangkap maling celana dalam dan menangis di pinggir jalan, kamu mau taruh muka saya di mana? di mana!”

Hanya dengungan tangis dari Hana yang menjawab kekesalan Axel. Akhirnya Axel hanya bisa menahan amarah sembari menyodorkan tisu di mobil yang langsung diambil Hana dengan brutal untuk menghapus sisa-sisa air mata di wajah tampannya  -wajah Axel-. Melihat pemandangan itu membuat pria yang sekarang memiliki buah dada itu menghembuskan napas, mencoba sabar. ‘Sial wajahku yang menangis ternyata semenjijikan itu.’

"Aku mandi tadi," ucap Axel akhirnya menjelaskan penyebabnya telat setelah beberapa saat.

Hana langsung menghentikan kegiatan mengusap air mata dan ingusnya mendengar perkatan Axel barusan. “Mandi Pak?” tanya Hana seolah tak percaya.

“Kan baru bangun tidur, ya kali pergi keluar gak mandi, Han,” jawab Axel sambil memainkan rambutnya yang sekarang panjang. ‘Lucu juga.’

“Mandi, Pak?” tanya Hana lagi kali ini lebih dingin.

Axel mengangguk polos, tapi ia merasa hawa kegelapan di hadapannya semakin pekat. “Kenapa?” Kali ini Axel bertanya bingung walau tahu ada yang salah dari ucapannya, karena sekarang seseorang di hadapannya terlihat sedang menahan amarah. Axel hapal betul itu adalah ekspresi mukanya saat siap meledak.

“BAPAK MANDI PAKAI TUBUH AKU! BAPAK ITU NAMANYA PELECEHAN!” teriak Hana kuat sembari menggebrak dashboard mobil keluaran Italia itu. Hana tampaknya lupa lawan bicaranya adalah bos besar di perusahaan tempatnya bekerja. Bahkan terkenal diktator, sekali perintah pemecatan dari Axel maka mata pencaharian Hana yang bernilai dua digit itu bisa hilang lenyap begitu saja.

“Ya tapi yang kamu lakukan tadi juga pencemaran nama baik,” balas Axel nyaris bercicit, membela diri. ‘Kenapa Hana serem banget kalau marah? Apa karena dalam tubuhku?’

“TAPI BAPAK NGAPAIN MANDI, BAPAK LIHAT TUBUHKU DONG!” Hana masih berteriak-teriak murka, yang membuat beberapa orang di parkiran toko busana itu melihat mereka.

“Ya ampun Hana, bisa kita bahas hal yang lebih penting sekarang? Ini kenapa kita bisa begini?” Axel mengalihkan pembicaraan. “Kamu juga kalau mau lihat punya aku, aku ikhlas.”

“Ya aku ogah!” jawab Hana berang. “Jadi Bapak lihat aset aku dong?” 

“Enggak,” jawab Axel singkat tapi pikirannya terbayang hal lain. Aset Hana.

“Bohong! Terus gimana mandinya?” cecar Hana masih geram. “Aku bisa nuntut Bapak juga!” lanjutnya sambil menggebrak dashboard mobil, menghasilkan bunyi bedebam keras, karena tangan Hana yang sekarang berotot.

Awalnya tukang parkir dengan tulisan Bejo di rompi jingga itu terkagum-kagum melihat mobil bugatti chiron, tapi teriakan di dalam mobil keluaran Italia yang seperti orang berkelahi menarik perhatiannya.

Tok! Tok!

Hana berhenti berteriak karena melihat tukang parkir yang menempelkan wajah di jendela mobil tepat di tempatnya duduk. Gadis dalam raga lelaki itu menurunkan kaca jendela.

“Ada apa ya, Pak?”

Bejo berdecak sebentar sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. “Ckck… mas-mas jangan kasar dong sama cewek, sini keluar kalau mau kelahi! Kasihan itu mbaknya!” ujar tukang parkir mulai pasang kuda-kuda.

Hana menatap hampa ke arah tukang parkir itu. ‘Tuhan cobaan apalagi ini.’

“Neng gak apa-apa?” tanya Bejo sambil berkedip ke arah Axel.

Axel langsung bergidik sembari menutup kaca jendela Hana melalui tombol kontrol yang ada di sebelahnya. Segera ia kembali menekan pedal gas dan membawa kabur mobilnya sejauh mungkin dari tempat itu.

“Hih!” gumam Axel masih sambil bergidik membayangkan senyuman dan kedipan manis milik si Bejo. “Kamu jangan marah-marah mangkanya! Kan dikira kamu KDRT-in aku nanti,” protes Axel walau dalam hati bersyukur bukan main karena akhirnya Hana bungkam dan berhenti marah-marah.

“Maaf,” gumam Axel akhirnya begitu pelan. Seumur hidupnya ia jarang minta maaf, tapi kali ini lelaki itu merasa dirinya sangat salah.

Hana mengangguk kemudian berkata, "aku juga minta maaf."

Kriukk!

Tiba-tiba suara perut Axel dan Hana berbunyi bersamaan memecah keheningan.

“Sepertinya kita sarapan dulu sekalian mikir apa yang terjadi kemarin,” putus Axel sembari memutarkan arah mobilnya ke sebuah restoran.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status