***
Nayra berjalan gontai menyusuri koridor sekolah, langkah nya begitu santai dengan wajah seperti biasa-datar. Para murid SMA PERMATA INDAH belum sepenuhnya datang ke sekolah, karena Nayra nya saja yang datang terlalu pagi. Gadis itu sudah memasuki kelas, baru ada beberapa orang yang terlihat berada dikelas "pagi Nay?" sapa Rio selaku ketua kelas nya.
Nayra hanya bergumam sebagai balasannya, ia berjalan ke bangkunya, duduk disana dan mengeluarkan ponselnya, tak lupa dengan earphone yang sudah terpasang di kedua telinganya, ia menyetelkan sesuatu, tampak jelas dari wajah Nayra sebuah ketenangan saat ia sudah memutarnya.
Pandangannya mengarah ke luar jendela,menatap langit biru dengan awan yang bergerak maju secara perlahan, tak lupa hembusan angin yang membuat daun-daun berjatuhan dengan sempurna.
" NAYRAAAA " sampai teriakan seseorang terdengar jelas di telinganya,membuatnya kehilangan ketenangan, padahal telinganya sudah tersumpal dengan kepala headset, tetap saja teriakan itu lebih nyaring dari apa yang di dengarnya.
Nayra mendelik malas menatap Raya, Nia, dan Via yang sudah berkumpul di dekat bangkunya. Nayra melepaskan headset nya,memasukan ponselnya kedalam tas, kemudian bersidekap menatap ketiga sahabatnya.
"Ada apa?" tanya Nayra, jangan tanyakan bagaimana ekspresinya, gadis itu tidak terlalu menujukkan, hanya sebuah tatapan tanpa senyum.
"Kemarin kita cari in lo, kemana aja sih?" tanya Raya.
"Perpus!" jawab Nayra simpel.
Semuanya mengernyit "kemarin kita bertiga ke perpus nyariin lo,tapi nyatanya lo enggak ada disana" lanjut Nia.
"Pojok" ucap Nayra.
mereka menyengir "heheheh.. Iya ya,kita lupa kalau lo tinggalnya suka di pojokan, enggak inget kita"
"Oh iya, kemarin kenapa lo tiba-tiba ninggalin kita, padahal kita belum selesai makan loh?" tanya Vivia. Kebiasaan Nayra yang pergi tanpa pamit dan tidak memberikan penjelasan selalu membuat Via terheran-heran.
Nayra mengeluarkan buku tulis nya sambil menjawab pertanyaan "gue butuh ketenangan".
Lagi-lagi Nayra membuat para sahabatnya kebingungan,tak sedikitpun Nayra menceritakan alasan kenapa dirinya selalu tiba-tiba pergi begitu saja, itu sudah sering dilakukannya.
"Sering banget lo kayak gitu,lo ada masalah?" tanya Raya dengan mode seriusnya.
Nayra menggelengkan kepalanya "lah terus, ngapa sikap lo selalu dadakan gitu?" berlanjut dengan pertanyaan Nia.
Nayra hanya menggedigkan bahunya, dia memang selalu irit bicara.
" ih, kesal deh kalau jawabnya udah geleng-geleng sama manggut-manggut doang, mubazir tuh mulut kalau enggak di pake neng " saking kesal nya dengan Nayra, Via menaikkan oktaf suaranya dan memberikan efek kebisingan untuk kelas 10 IPS 2, tapi untungnya kelas itu masih belum banyak penghuni, baru beberapa orang saja.
Nayra menatap sinis ke arah Via "tuh suara kecil in dikit napa, masih pagi juga " ujar Nayra.
Via malah menunjukkan deretan giginya dan tak merasa bersalah.
----
Bel istirahat sudah berbunyi beberapa menit lalu, Nayra baru saja keluar dari toilet, sekarang ia sedang bercermin, merapihkam rambutnya,dan membasuh wajahnya. Merasa sudah selesai,ia bergegas keluar untuk segera menyusul para sahabatnya yang sudah lebih dulu ke kantin.
Dan tanpa di duga, di perjalanan menuju kantin ia tak sengaja menabrak salah seorang murid, yang tak lain adalah puteri dari pemilik sekolah ini, Santia. Sosok gadis angkuh yang selalu menyombongkan derajat ayahnya, merasa bangga atas nama ayahnya, sedang dirinya sendiri tidak ada satupun hal yang bagus untuk dipuji.
Kejadian itu sungguh diluar dugaan nya, apalagi gadis itu sedang memegang cup minuman, alhasil air didalamnya tumpah mengotori seragam Santia sendiri,padahal ia tak sengaja melakukannya. Nampak wajah marah dari gadis didepannya,tapi Nayra menanggapinya dengan acuh.
"Lo punya mata atau enggak sih?, kalau jalan itu liat-liat dong, gara-gara lo, baju gue jadi kotor kayak gini. Gue enggak mau tahu,pokoknya lo harus tanggung jawab" marah Santia sambil berkacak pinggang. Nayra memandangi pakaian Santia yang basah, hanya sedikit, tidak terlalu banyak dan tidak kotor juga.
"Jangan manja deh,susah banget jadi lo,tinggal ke toilet terus bersihin pake air,entar juga bersih" jawab Nayra seolah tak takut dengan emosi dari Santia. Walau ayahnya pemilik sekolah, Santia tidak pantas berlagak jadi petinggi, disini dia sama-sama sedang menempuh pendidikan, semuanya setara jika bukan kecerdasan.
Santia semakin marah dengan jawaban dari Nayra "ya elo dong yang harus bersihin,kan elo yang udah buat baju santia kotor" celetuk Leni, sahabat Santia mendukung.
Nayra menatap kedua orang itu dengan sinis "kalau gue enggak mau gimana?"
"GUE GAK MAU TAHU,LO HARUS MAU BERSIHIN BAJU GUE!" teriak Santia membuat orang-orang disekitarnya langsung menatap mereka heran dan kembali tak menghiraukan.
"GUE.ENGGAK.MAU....JELAS?, atau telinga lo udah enggak berfungsi?"
Kemarahan Santia sudah meningkat,baru saja gadis itu akan melayangkan sebuah tamparan untuk Nayra,tapi hal itu terhenti saat seorang guru datang dan menghentikannya.
"Ada apa ini ribut-ribut?" tanya pak Riki dengan tampang seramnya, berkacak pinggang menunggu jawaban.
"Ini pak,tadi dia nabrak saya sampai baju saya kotor kayak gini, terus barusan dia mau pukul saya,tapi karena bapak datang, enggak jadi" adu Santia dan menambahkan hal yang tak pernah dilakukan Nayra sama sekali.
Nayra di fitnah.
Pak Riki menatap Nayra bosan "kenapa kamu selalu berbuat ulah Nayra?"tanya pak Riki.
"Saya enggak sengaja pak" jawab Nayra jujur, Nayra menghembuskan nafasnya kasar, dia lupa jika musuhnya bukan saingan yang mudah, fisik mungkin bisa kalah, tapi mulut itu yang lihai berucap kata dusta, membuatnya tak bisa bertindak. Apalagi guru-gurunya yang tidak punya pendirian, takut jika jabatannya turun membuat mereka berbuat tidak adil.
Tiba-tiba Santia kembali menimpal dan memperburuk keadaan "dia bohong pak, Leni saksinya,dia melihat semua kejadiannya"
Leni mengangguk menyatakan kesaksiannya bahwa Santia tidak bersalah dan apa yang dikatakan gadis itu benar, bahwa yang salah adalah Nayra .
Ingin rasanya Nayra tertawa, mencari perlindungan dari orang yang bersekongkol dengan, jelas dibelakang song. Nayra sudah tak perduli sekarang.
"Itu benar Nayra?"
"Terserah bapak saja mau percaya atau tidak, karena apapun yang saya katakan bapak tetap tidak akan percaya, dan apa yang sekarang bapak mau?, meminta maaf sama nih cewek alay?, itu tidak akan terjadi, saya lebih baik di hukum apapun asal jangan suruh saya meminta maaf sama anak ini saja pak" tutur Nayra kesal. Terlihat tidak sopan, tapi Nayra sudah terlanjur emosi, ingatkan dia untuk meminta maaf dikemudian hari.
kenyataanya sering kali si sembunyikan untuk menjatuhkan musuh, itu yang terjadi, Nayra memang tidak sengaja, tapi ia tidak salah sepenuhnya, malah ia di fitnah sekarang.
-Sekeras apapun aku mengatakan BUKAN AKU,semuanya akan tetap sama dan mengatakan KAMU YANG SALAH.
Yang dilakukan Nayra sekarang hanya pasrah,apapun hukuman yang didapatnya akan lebih bagus dari pada menurunkan harga dirinya dengan meminta maaf pada orang yang telah memfitnah nya.
"Apa susahnya tinggal minta maaf Nayra?" ujar pak Riki.
"Karena itu terlalu sulit untuk saya pak" jawab Nayra lagi
"Kalau begitu saya mau kamu membersihkan taman belakang, jangan sampai ada sampah yang tersisa, mengerti" kata pak Riki memerintah.
Itu lebih baik bagi Nayra.
"Iya pak, saya permisi " jawab Nayra, kemudian berlalu meninggalkan kedua musuhnya dan pak Riki, ia pergi ke taman belakang sekolah untuk mengerjakan hukuman yang hari ini didapatnya.
....
Nayra mengistirahatkan tubuhnya,duduk di sebuah bangku taman di bawah pohon rindang,ia baru saja menyelesaikan hukumannya. Peluh keringat mengucur di dahinya, bahkan kini rambutnya sudah lepek karena keringat. Angin berhembus menerpa wajahnya,dengan refleks mata Nayra tertutup menikmati dingin nya hembusan angin.
"Nayra?"
Mata Nayra terbelalak seketika,nafasnya tiba-tiba berderu hebat tanpa alasan, dadanya mendadak berdetak kencang, gadis itu mengedip berkali-kali.
Nayra memegang dadanya "suara itu lagi!" ucap nya dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Ia masih merasakan detak jantung nya belum juga normal,selalu seperti itu. Ia menautkan tangannya di atas paha,kepala yang tertunduk, satu tetes air mata miliknya berhasil jatuh dan membasahi tangannya.
"Bukan aku,bukan aku yang salah, hiks.. bukan hiks.." lirih Nayra,entah kenapa akhir-akhir ini ia selalu mudah sekali untuk menangis.
Semua masalalu selalu membayanginya disetiap waktu, luka,perih, penderitaan,dan ketidak adilan.
"Jangan menangis"
Lagi-lagi Nayra mendengar suara bisikan ditelinganya,Nayra langsung menutup telinganya kuat-kuat,ia menggelengkan kepalanya "aku tidak menangis,aku tidak menangis" ujar Nayra berkali-kali.
****
"
Di keluarga tuan Karim. Sepi. Tak ada sedikitpun pembicaraan diruang keluarga. Abi Karim, umi Aminah, dan Naura hanya mengarahkan pandangannya ke arah tv yang sedang menayangkan sebuah acara show.Suara dari tv tersebut yang meramaikan ruang keluarga. Setelah kepergian Nayra, Naura hanya diam tak terlalu peduli, apalagi ia tahu hal itu saat dimeja makan kemarin malam, yang tidak disangkanya adalah bahwa Nayra pergi hari ini. Hati kecilnya merasa damai, tak perlu lagi dirinya sok baik didepan banyak orang, apalagi pura-pura perduli dan perhatian.Keadaan rumah seolah tenang tanpa ada hal yang membuat berantakan, percekcokan atau hal yang memusingkan seperti saat ada Nayra.Selama ada Nayra pun, Naura tak terlalu dekat dengan adiknya itu, lebih memilih masing-masing. Naura tak menyukai Nayra karena sang kakak selalu lebih memperhatikan Nayra dari pada dirinya, walau dari matanya sang kakak begitu jahat pada gadis itu. Belum lagi banyak orang yang menyangkut pautkan nya denga Nayra, mem
Seorang pemuda tampan sedang termenung di kesendiriannya. Merindukan seseorang yang belum lama dikenalnya tapi sudah terasa amat berharga bagi dirinya. Ia tahu, rasa rindu itu tak dapat dihilangkan. Menemui nya seperti mustahil. Gadis yang dirindukannya kini sudah terlalu jauh dari pandangannya, bagaimana ia bisa melepas rindu sebebas sebelumnya. Perempuan yang telah mengambil hatinya pergi entah kemana.Tak tahu pindah kemana. Dimana gadis itu sekarang? Ingin sekali ia menemuinya. Bertemu dengan gadis pujaannya. Ia ingin melihat senyumnya, dan kemudian memeluk gadis itu seerat mungkin. Terakhir kali bertemu saat gadis itu menemui sahabatnya, ia hanya melihat sekilas sebelum gadis itu benar-benar pergi, menatap matanya yang terlihat berat untuk melangkah menjauh. Hati pemuda itu terluka saat gadis pujaannya hanya melambaikan tangan perpisahan. Andai ia mampu untuk menahannya. Kalau iya dia bisa, dia akan menculiknya dan mengurungnya dirumah keluarganya supaya gadis itu tak perg
Dzul duduk di bangku taman dengan Vivia disampingnya. Pemuda itu sibuk melepas dasi dan seragam untuk dikeluarkan. Vivia tidak bersuara, gadis itu hanya termenung memikirkan hal yang terjadi. Tentang Nayra, persahabatannya dengan Santia, juga tentang Dzul yang ternyata kakak dari Santia.Vivia melirik Dzul sekilas, ingin menanyakan banyak hal pun tak berani, berakhir Vivia hanya menunduk dan terdiam. Hingga kemudian Fikri datang dengan sekantung keresek makanan dan minuman.Fikri berjalan mendekati keduanya "nih!" Fikri menjulurkan bawaannya pada Dzul, pemuda itu dengan cepat menerimanya, melihat isinya dan mengambil satu botol air mineral. Dzul melirik Vivia dan memberikan kantung tersebut kepada gadis itu, Vivia menerimanya ragu.Fikri yang melihatnya kesal sendiri, dia kesini untuk mendengar penjelasan dari Dzul, bukan untuk melihat adegan menjijikan sok malu-malu kodok begitu.Fikri melipatkan tangannya sejajar dada bawah "jadi gimana?, gue masih butuh penjelasan!"Dzul menggerlin
Vivia terkejut.Siapakah dia?.---Seorang pemuda rapih berdasi datang menghampiri pertikaian antara Santia dan Vivia. Berdiri kokoh didepan Vivia seolah melindungi. Semua pasang mata penghuni kantin tak mau ketinggalan, fokus mereka tentu pada pembicaraan Santia, sang primadona sekolah."Gue rasa mulut lo gak pernah disekolahin. Percuma lo sekolah sampe SMA kalo gak punya adab. Tu mulut di jaga. Jangan sok tahu sama kehidupan orang. Lo pikir lo lebih baik?" sulut pemuda itu membuat santia kicep.Tangan sudah terkepal, Santia tak suka di bantah. Tak suka dipermalukan seperti sekarang. Dia anak pemilik sekolah, dirinya sudah pasti harus dihormati kalau mereka tidak mau dirinya mengadu pada sang ayah."Lo gak pantes ngomong gitu sama gue ya. Lo belum tahu gue. Lo siapa disini?. Ooooh, lo mau jadi pahlawan?. Suka sama cewek dibelakang lo, sicupu berkacamata itu?" balas Santia seraya tersenyum sinis dengan tangan menunjuk Vivia yang berada dibelakang pemuda itu. Ejekan tak pernah terting
***Dzul, pemuda tampan tak rapih itu memasuki kelas dengan malas. Dzul menghembuskan nafas kasar saat melihat suasana kelasnya yang ramai dan berbisik dari sebagian siswa yang sedang asyik bermain game bersama. Beralih pada pojokan yang dipenuhi para gadis yang sedang maraton drakor. "Kayaknya gue yang aneh nih. Masa cowok ganteng plus keren kayak gue masuk kelas yang anak-anaknya cupu. Ngedrakor sama ngegame pada gak ngajak, kan guenya jadi kesel!" gerutunya dengan penuh percaya diri.Dengan terpaksa Dzul mendudukkan dirinya disamping sahabatnya, Fikri. Pemuda itu belum ngeuh jika sang sahabat sedang merenung."Fik?" panggilnya, tangannya sibuk mengeluarkan ponsel dari tas.Fikri tak menjawab. Pemuda itu sedang bertopang dagu seraya menghembuskan nafas kasarnya berkali-kali. Menatap malas orang-orang disekitarnya. Fikri bahkan malas walau untuk bernafas.Jiwa seorang Fikri sedang berkelana entah kemana. Sosok pemuda ini biasanya tak mau diam. Selalu saja menyempatkan waktu berjalan
***Seorang pria paruh baya berpeci putih yang sedang bersantai diruang keluarga itu mengambil ponsel yang terus bersuara. Beliau mendekatkan ponsel tersebut ditelinga."Halo, Assalamualaikum?"..."Tumben telepon ane, ada apa nih?"...."Oooh.. Anak ente mau pesantren kesini?. terus kenapa ente telpon?. Emangnya enggak ente anter kesini?" tanya beliau seraya menyeruput teh manis dingin yang disediakan istrinya....."Oh,iya iya. semoga aja anak ente mau berubah kalau sudah pesantren disini ya!" obrolnya entah dengan siapa...."Sama-sama, waalaikumussalam"....Pri paruh baya tersebut kembali menyimpan ponsel di atas meja, menghela nafasnya dan menyeruput lagi teh yang ada di hadapannya."Siapa bi?" tanya seorang wanita cantik