LOGINBhaga terdiam lama, sedangkan Binar diam-diam memperhatikan gelagat Bhaga. Lalu suara Bhaga terdengar.“Kau tahu itu tidak mungkin terjadi, Selene. Bukan saat ini.” Binar menunduk, menahan sakit dalam dadanya. Bhaga benar. Binar harus menyadari posisinya. Entah apa alasannya, Bhaga belum siap untuk membuat hubungan mereka resmi.Tentu, Binar mengerti ada banyak hal yang rumit. Status pernikahan dengan Celia masih ada. Seorang Bhaga dari keluarga terhormat juga butuh pasangan dengan asal-usul yang sesuai.Belum lagi, Binar belum diterima di keluarga Bhaga selain sebagai perempuan simpanan.Senyum Selene sedikit melebar. Ada kepuasan di balik matanya yang menatap iba.“Kenapa begitu, Bhaga? Binar adalah calon istrimu. Tak ada salahnya kalau publik tahu.” Kali ini tatapan Bhaga berubah tegas. “Cukup, Selene. Ini ranah pribadiku.” Selene menelan ludah, tapi diam-diam kesulitan menahan senyum. Dia segera memasang wajah tidak enak.“Ah, maaf. Baiklah. Ini hanya sekedar saran dari teman
Nurma sedang membaca majalah di ruang tamu ketika bel rumah berbunyi. Kepala mendongak dan seorang pembantu yang melihatnya langsung tanggap dan membuka pintuSelene muncul dengan mengenakan coat krem dan rok pensil hitam, rambutnya disanggul rapi dengan beberapa helai yang sengaja dibiarkan terurai.Penampilannya elegan, senyumnya ceria saat melihat Nurma meletakkan majalahnya di sofa. “Tante…” Selene tersenyum hangat, menyalami Nurma dan saling cium pipi kiri-kanan. “Selene, kamu datang lagi. Aduh, sayang Ardan belum pulang sekolah,” ucap Nurma sambil mengajaknya duduk.“Ah, aku ke sini bukan untuk ketemu Ardan, Tante. Aku hanya ingin memastikan semuanya baik-baik saja setelah kejadian di acara amal kemarin.” Nurma mengernyitkan kening.“Acara amal kemarin, ya? Tante nggak datang karena suami Tante juga nggak ikut, jadi diwakilkan Bhaga saja. Emangnya ada masalah apa?”“Mmm… masalah kecil sih, Tante…” bisik Selene dengan gelagat malu-malu dan gugup.“Ada apa memangnya? Bhaga baik
Uap panas tipis sedikit menutupi tubuh Binar dan Bhaga di dalam bilik shower. Mereka saling meraba dan saling mencumbu.Tangan Bhaga yang nakal itu bergerak di antara paha Binar, sementara tangan lainnya melingkari pinggangnya agar tak jatuh.Kenikmatan dari permainan jari Bhaga membuat tubuh Binar melemas, puncaknya datang membuat lutut Binar gemetar.“Ahhh!”Saat Bhaga mencabut jarinya, Binar hampir ambruk kalau Bhaga tak memeluknya erat.Entah sudah berapa kali Bhaga membuat Binar sampai. Kepalanya sudah pening hingga tak mampu menghitung.“Biar aku yang membersihkanmu,” ucap Bhaga sambil tangannya menyabuni hingga busa tipis di seluruh tubuh Binar dengan gerakan yang menggoda. Matanya terus menatap mata Binar dan tersenyum miring penuh kepuasan saat desisan nikmat keluar dari bibir Binar saat tangannya berhenti dan menyapa titik-titik sensitif wanitanya agak lama. “Enak?” “He em. Lagi, Bhaga,” desah Binar. Kini bukan lagi hanya tangan. Kepala Bhaga menunduk dan meraup bibir B
“Mmmh… mmhhh…”Selene mendesah saat berciuman dengan Bhaga. Hatinya meledak-ledak gembira. Dia tak menyangka rencananya berhasil!Tangan Selene dengan liar menjelajahi tubuh Bhaga, menelusup ke dalam jasnya, meraba lekuk atletis pria itu. Ting!Lift sampai ke lantai atas di hotel. Selene segera menarik Bhaga yang masih dengan haus meraup wajah dan bibirnya.“Ah!”Selene tersandung hak tingginya sendiri, hingga dia terjatuh. Bhaga terkesiap, kedua matanya terbuka lebar.“Binar?!”Seolah tersadar, badannya menegang. Di mana Binar? Sesaat yang lalu, Bhaga pikir dia sedang bercumbu dengan Binar, meraba lekuk tubuhnya…Tapi hanya ada Selene yang mengaduh saat terduduk di lantai berkarpet.Napas Bhaga mulai tak beraturan, gairahnya belum tuntas. Dia tau tak akan bisa menahan lebih lama lagi, maka dia segera berlari meninggalkan Selene yang berteriak memanggil namanya.“Bhaga! Mau ke mana?!”**Klakson mobil terus dibunyikan oleh Bhaga saat pagar rumahnya tak juga terbuka, pakaiannya sudah
Selene menuding wajah Binar. Jantung Binar berdegup kencang, merasa terhina sekaligus tersinggung.“Maaf … kalau tidak ada urusan, silakan pergi. Saya sibuk …” Binar berusaha berkata tegas, melantangkan sedikit suaranya yang gemetar.Selene mendengus kecil. Lalu mengeluarkan secarik amplop hitam bersegel merah dan emas yang tampak elegan.“Aku mau mengantarkan ini. Untuk Bhaga.”Binar mau tak mau menerima amplop itu saat Selene menyodorkannya. Benar saja, nama Bhaga tertera di sana, lengkap dengan sederet nama perusahaan yang tak Binar pahami.“Acara amal, besok malam,” sambung Selene, senyumnya berubah ramah lagi. “Kira-kira, kamu akan datang nggak, ya? Bhaga pernah mengajakmu ke pesta? Haha, pasti nggak pernah, ya? Kalau dulu, pasti dia datang sama Celia …”Selene melanjutkan celotehnya. “Tapi, ya, kadang ada kok, beberapa pejabat yang bawa simpanannya.”Binar membeku. Kata simpanan seperti pisau yang menusuk jantungnya.Tak lama kemudian, ponsel Selene berdering.“Ah! Udah dicariin
“Astaga! Kalian ini ngapain sih, sampai Selene jatuh begini!” omel Nurma.Bhaga membantu Selene duduk di sofa setelah memapahnya dari taman belakang.“Maryam, ambilkan salep dan es batu,” titah Bhaga tegas. Maryam di sudut ruangan mengangguk patuh dan pergi melaksanakan perintah.Nurma menatap tajam ke arah Binar yang hanya berdiri terpaku sambil menggandeng Ardan di belakang Bhaga.“Yang benar? Bukan ada yang mau mencelakai kamu?” tuduh Nurma tajam.Bhaga balas menatap Nurma dengan dingin. “Mi. Jangan nuduh sembarangan. Selene jatuh sendiri.”Nurma masih melirik sinis, sedangkan Selene menarik tangan Nurma dengan lembut. “Betul, Tante… Aku jatuh sendiri, kok. Ini salahku sendiri yang ceroboh. Yah, Tante tahu ‘kan, dari kecil aku anaknya memang kurang hati.”Selene tampak memerah malu, seperti perempuan polos yang membuat orang-orang menyenanginya.“Huh, kamu ini dari dulu memang suka bikin Tante khawatir!” tegur Nurma, dengan gelagatnya yang akrab dengan Selene.“Haha … Tante udah ka







