Share

4. Sepupu Suami

Author: Wideliaama
last update Last Updated: 2025-10-27 15:02:17

Sejak ibunya meninggal, rumah besar keluarga Mananta tidak lagi terasa hangat bagi Clara.

Dulu, Mila, ibunya adalah kepala pelayan yang bekerja di rumah itu selama puluhan tahun. Sosok yang disegani dan disukai oleh para pelayan lain. Clara masih kecil ketika Mila membawanya tinggal di sana --menempati rumah pelayan yang terpisah di sisi barat halaman.

Meski tinggal di lingkungan keluarga kaya, Clara tidak lupa siapa dirinya. Ia tidak pernah mengganggu pekerjaan ibunya. Sebaliknya, Clara justru membantu apa pun yang bisa dilakukan—memetik sayur di kebun, menyiram tanaman, bahkan menanam bunga di taman belakang. Karena itu para pelayan menyayanginya, dan di masa itu, Clara merasa bahagia.

Tapi setelah ibunya meninggal… segalanya berubah.

Clara dijodohkan dengan Sean Fernandes—cucu kedua Tuan Jusuf, pemilik Mananta Group. Sebuah perjodohan yang lahir dari balas budi karena ibunya mendonorkan jantung kepada Tuan Jusuf sebelum meninggal. Sebuah hutang nyawa yang ingin dibayar dengan ikatan keluarga.

Meski Clara menolak perjodohan itu --karena merasa tidak nyaman, Tuan Jusuf memaksa karena tidak bisa mengingkari janji. Sedangkan Sean tidak menolak --bukan karena cinta, melainkan kepatuhan seorang cucu kesayangan. 

Clara yang memang memiliki perasaan pada Sean sejak remaja, akhirnya menyerah --perasaan polos yang dulu membuatnya percaya bahwa pernikahan itu akan membawa kebahagiaan.

Sungguh, Sean adalah cinta pertamanya.

Sejak kecil, lelaki itu pendiam. Tidak banyak bertingkah ataupun bicara. Lebih dewasa dari pada anak-anak seusianya. Jauh berbeda dengan Regan yang suka jahil dan bersikap kekanakan. 

Namun kini, Clara menyesali keputusannya. Seandainya ia tahu pernikahannya akan sehancur ini, ia akan memilih pergi jauh melupakan cinta pertamanya. 

Terlambat. Ikatan itu sudah terjalin. Yang tersisa hanyalah cara untuk memutusnya.

Clara ingin bercerai. Ia harus. Pernikahan mereka telah runtuh tanpa sisa.

Sean tidak mencintainya… dan Clara sendiri sudah melakukan kesalahan fatal.

Clara memijat pelipisnya yang terus berdenyut. Hari ini terasa lebih melelahkan dari biasanya—lebih dari sekadar pekerjaan yang menumpuk.

Sebagai pemilik toko bunga –toko yang diberikan Kakek Jusuf sebagai hadiah pernikahannya dengan Sean–  ia menghabiskan hari dengan masalah operasional yang saling menunggu. Tapi bukan itu yang membuat kepalanya ingin pecah.

Ciuman Sean. 

Sentuhan yang selama ini ia impikan… ternyata begitu dingin. Tidak hangat. Tidak lembut. Tidak penuh kerinduan seperti yang selama ini ia bayangkan diam-diam.

Itu seperti hukuman. Seperti kemarahan yang ditekan.

Dan tetap saja—Clara merasakan hatinya robek karena ia menginginkan sentuhan itu. Ia merindukannya bahkan ketika itu membuatnya sakit.

“Bu Clara.” Panggilan Sarah membuyarkan lamunan. 

“Ya?”

“Bu Rose menelepon, katanya hari ini ada acara makan malam keluarga.”

Ah, iya. Makan malam keluarga Mananta.

“Emm, aku akan pergi sekarang.”

Clara meletakkan beberapa tangkai bunga mawar ke dalam vas. Memastikan bunga itu tertata sempurna sebelum akhirnya pergi meninggalkan toko. 

Toko bunga itu terletak tidak jauh dari kediaman keluarga Mananta. Hanya beberapa meter saja sehingga perjalanannya terasa sangat singkat —terlalu singkat untuk ia yang ingin kabur dari sana. 

Pekarangan yang luas, taman yang tertata rapi. Clara merasa sesak dengan hanya melihat semua pemandangan itu. Ia turun dari mobil, berjalan masuk menuju pintu utama dengan helaan napas berat. 

Namun setelah masuk, ia berusaha menunjukkan ekspresi seperti biasa –tersenyum, membalas sapaan para pelayan yang dilewatinya. 

Menyembunyikan semuanya seperti biasa, bersandiwara seolah semuanya baik-baik saja. 

Kakek Jusuf sudah duduk di ujung meja, mengenakan sweater cream lembut dan rambut putih yang disisir rapi. Sosok yang selalu terlihat berwibawa.

Di sisi kiri Jusuf, Sean duduk tenang tanpa menoleh sedikitpun ke arah Clara. Seolah kejadian tadi pagi tak pernah ada, dan itu benar-benar membuat Clara menyadari bahwa ia memang tidak pernah penting bagi suaminya.

Namun suara langkah berat memasuki ruang makan membuat napas Clara tercekat.

“Maaf terlambat,” ujar seseorang dengan nada santai.

Clara membeku. Suara itu—

Lelaki yang…

Lelaki yang seharusnya tidak pernah disentuhnya.

Clara mengangkat kepala perlahan, dan di sana, berdiri pria itu dengan kemeja hitam yang digulung hingga siku, rambut sedikit berantakan seolah baru menempuh perjalanan panjang. Ia tersenyum tipis ke arah meja—lalu matanya berhenti tepat pada Clara.

Dan Clara bisa merasakan darahnya menguap dari wajah.

“Regan!” seru Kakek Jusuf dengan antusias. “Akhirnya kau tiba juga. Duduklah, cucuku.”

Cucuku.

Kata itu menghantam Clara lebih keras daripada tamparan mana pun.

Regan…

Sepupu Sean?

Selama ini?

Sementara dunia Clara runtuh dalam diam, Regan menarik kursi tepat di seberang Sean, posisi yang membuat tatapannya leluasa bertemu mata Clara.

Sean akhirnya menoleh—sekilas, datar, seakan Clara hanyalah dekorasi di ruangan itu. “Kapan sampai?” tanyanya pada Regan tanpa emosi.

“Kemarin malam.” jawab Regan, tapi suaranya tidak pernah lepas dari Clara. Tatapan itu… tatapan yang mengingatkan Clara pada malam ketika ia kehilangan kendali, kehilangan kesadaran, dan kehilangan dirinya pada pria yang seharusnya tidak pernah ia sentuh.

“Kenapa baru kesini?” tanya Sean sekali lagi.

Clara menelan ludah, perutnya mual.

Regan menyandarkan tubuh, senyumnya samar. “Ada masalah di kamarku. Jadi baru dibereskan tadi.”

Kata ‘dibereskan’ membuat Clara makin nyeri. Rasa sesuatu yang ingin ia keluarkan.

 “Senang akhirnya bisa bertemu keluarga lagi,” ujarnya ringan.

Namun yang didengar Clara hanyalah bisikan samar dari malam itu.

Dan kini, saat duduk di meja yang sama dengan suami yang tak mencintainya… dan lelaki yang tidak seharusnya di malam itu.

Clara langsung memalingkan wajah saat Regan menatapnya. Tatapan itu mengandung sesuatu yang Clara anggap berbahaya, dan ia tidak ingin terlibat lagi dengannya. 

“Baiklah,” buka Jusuf dengan suara lantang namun hangat. “Mari kita makan.”

Pelayan menuangkan sup ke mangkuk mereka. Aroma rempah menguar, namun bagi Clara, semuanya hambar.

“Regan.” Jusuf membuka suara di sela-sela makan malam mereka. Ia mendengus kecil, mengusap jenggot putihnya.

"Apa kamu tidak bisa sering-sering pulang ke rumah? Kamu pikir hotel itu tempat tinggalmu?"

Regan terkekeh pelan, menanggapi ucapan Jusuf dengan candaan. "Aku menunggu Kakek memintaku pulang."

"Kamu ini. Kapan kamu akan bersikap dewasa? Kamu tidak bisa terus mempertahankan gaya hidup seperti itu. Di usia ini kamu harus mulai serius memikirkan masa depan."

Pria itu hanya tersenyum kecil, tangannya masih sibuk dengan garpu dan pisau. Namun matanya beralih. 

“Jadi… Kamu istrinya Sean? Siapa namamu barusan?”

Kakek Jusuf menoleh, “Namanya Clara. Masa kau lupa?”

“Mana pernah aku lupa. Lama tidak bertemu, Clara.” ujarnya mengulurkan tangan ke arah Clara yang membeku. “Masih ingat dengan saya dari malam itu, kan?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Di Ranjang Sepupu Suamiku   6. Apa Aku Boleh Menjilatnya Lagi?

    Aroma mawar dan eucalyptus memenuhi ruangan ketika Clara menunduk merapikan rangkaian bunga yang baru saja ia mulai.Tangannya bekerja cekatan, menyisipkan batang demi batang ke dalam vas kristal, membentuk kombinasi warna lembut sesuai yang dipesan pelanggan."Jadi benar ya, Bu?" Suara Nella, salah satu pegawai Clara, memecah keheningan.Clara mendongak sedikit, pada Nella yang bersandar di meja kasir sambil mengunyah permen karet. "Apa?""Itu loh... katanya cucu pertama Mananta Group sudah pulang ke Indonesia."Clara membenarkan posisi bunga lily yang mulai mekar. “Kamu dengar dari siapa?”“Sarah," jawab Nella cepat. Dagu lancipnya menunjuk ke arah sudut ruangan, tempat Sarah sedang memberi label harga pada pot bunga kecil. “Dia dengar dari temannya yang jadi salah satu pelayan di rumah keluarga Mananta." Jelas Nella. Clara mencoba tertawa kecil. “Iya… dia pulang.”“Oh, jadi benar?!” seru Nella sambil mengangkat alis tinggi, lalu mulai heboh memanggil Sarah. “Sarah! Cepat kemari!

  • Di Ranjang Sepupu Suamiku   5. Terjebak

    Clara gugup dengan uluran tangan itu. Tangannya dingin, jemarinya bergetar. Dunia seakan berputar dan hampir membuatnya jatuh. Sendok Clara berhenti di udara.Ia bisa merasakan tatapan Regan tertuju padanya, bahkan sebelum ia menoleh.Ketika Clara akhirnya menengok ke arah laki-laki itu, Regan memang sedang menatapnya. Senyum jahil, nakal, menggodanya—senyum yang langsung menyeret ingatan Clara pada malam memalukan itu.“Baik.”Clara buru-buru mengalihkan pandangan, jantungnya memukul keras. Tangannya yang memegang sendok sedikit bergetar, enggan membalas uluran tangannya.Sean tidak menyadari apapun. Ia tetap makan, tak mengangkat kepala sama sekali. Seakan dunia lain tak berarti baginya.“Sean,” lanjut Jusuf sambil beralih menatap cucu keduanya, “aku sangat puas dengan laporan bulan ini. Kamu melakukan perkembangan besar.”Sean mengangkat dagu sedikit. “Terima kasih, Kek.”“Kamu selalu konsisten. Selalu disiplin. Tidak seperti sepupumu ini,” gumam Jusuf sambil menggeleng, membuat R

  • Di Ranjang Sepupu Suamiku   4. Sepupu Suami

    Sejak ibunya meninggal, rumah besar keluarga Mananta tidak lagi terasa hangat bagi Clara.Dulu, Mila, ibunya adalah kepala pelayan yang bekerja di rumah itu selama puluhan tahun. Sosok yang disegani dan disukai oleh para pelayan lain. Clara masih kecil ketika Mila membawanya tinggal di sana --menempati rumah pelayan yang terpisah di sisi barat halaman.Meski tinggal di lingkungan keluarga kaya, Clara tidak lupa siapa dirinya. Ia tidak pernah mengganggu pekerjaan ibunya. Sebaliknya, Clara justru membantu apa pun yang bisa dilakukan—memetik sayur di kebun, menyiram tanaman, bahkan menanam bunga di taman belakang. Karena itu para pelayan menyayanginya, dan di masa itu, Clara merasa bahagia.Tapi setelah ibunya meninggal… segalanya berubah.Clara dijodohkan dengan Sean Fernandes—cucu kedua Tuan Jusuf, pemilik Mananta Group. Sebuah perjodohan yang lahir dari balas budi karena ibunya mendonorkan jantung kepada Tuan Jusuf sebelum meninggal. Sebuah hutang nyawa yang ingin dibayar dengan ikata

  • Di Ranjang Sepupu Suamiku   3. Ciuman Pertama Setelah Setahun Pernikahan

    Sudah lima kali Clara membersihkan diri di kamar mandi. Meski tubuhnya terasa licin oleh sabun, rasa kotor itu tetap menempel kuat. Ia merasa jijik pada dirinya sendiri—lebih dari rasa jijik yang ia rasakan pada Sean.Saat Clara keluar dari kamar mandi, Sean baru saja pulang. Matanya melirik Clara sekilas, tapi hanya sebatas itu. Tidak lebih, tidak ada ketertarikan sama sekali. Padahal… Clara hanya menggunakan handuk pendek. Penampilan yang cukup membuatnya malu di depan seseorang yang bahkan tidak pernah menganggapnya sebagai seorang wanita. "Baru pulang?" Clara berusaha menjaga nada suaranya tetap netral. Berjalan menuju lemari untuk mengambil pakaian. "Hmm. Semalam aku tidur di kantor," jawab Sean tanpa menatap.Pembohong. Aku tahu kamu tidur di hotel dengan selingkuhanmu.Clara memaki dalam hati, namun bibirnya tetap kelu."Oh begitu," hanya itu yang sanggup ia ucapkan sebelum akhirnya menanggalkan handuk dan mengganti pakaian tepat di hadapan Sean. Tapi lagi-lagi lelaki itu

  • Di Ranjang Sepupu Suamiku   2. Bukan Sean

    Clara memejamkan matanya rapat ketika bibir lelaki itu menyentuh lehernya. Sentuhan panas itu membuat tubuhnya menegang sekaligus gemetar. Di bawah cahaya kamar hotel yang temaram, ia meremas ujung rok dress hitamnya agar tetap sadar. Pengaruh alkohol membuat dunia berputar, tetapi lengan kekar itu menangkap pinggangnya—mengangkat tubuhnya dengan mudah sebelum membawanya ke tempat tidur. “Emh…” Clara tersenyum kecil. Rasa malu dan sakit hati yang tadi membakar dadanya tergantikan oleh getaran aneh yang selama ini hanya ia bayangkan. Ia sudah menunggu ini selama satu tahun. Menunggu Sean. Menunggu suaminya sendiri. Ketika lelaki itu berhenti bergerak, Clara membuka mata. Ia berada di bawah. Dia berada di atas. Posisi yang seharusnya Clara impikan. “Kenapa berhenti?” bisiknya cemas. Ada ketakutan liar bahwa Sean akan menolaknya lagi—seperti dulu. Seperti saat ia menawarkan diri hanya untuk dibuang mentah-mentah. Tak ingin kesempatan itu hilang, Clara mendadak membalik keadaan. Ta

  • Di Ranjang Sepupu Suamiku   1. Salah Kamar

    "Dasar brengsek! kalau kamu memang tidak mencintaiku, kenapa kamu setuju menikah denganku?!" Clara Favietra menenggak segelas minuman panas sampai tandas.Sudah hampir dua jam wanita dengan dress mini hitam itu duduk di meja bar. Menghabiskan dua botol minuman panas sambil menangis dan meracau sendirian. Barista yang melayaninya tidak sedikitpun bertanya. Clara bukan satu-satunya pelanggan yang mengalami hal serupa. Entah putus cinta atau kesulitan menghadapi masalah hidup, orang-orang selalu memilih club sebagai tempat meringankan beban. Saat Clara hampir ambruk, Barista itu berbicara. "Nona, mau saya panggilkan taksi online?"Clara melambaikan tangan tanpa membuka mata. Kepalanya terasa berat tapi ia masih memiliki sedikit sisa kesadaran. "Tidak usah.""Baiklah."Memegangi satu sisi kepala yang semakin berat, Clara meraih ponsel yang tergeletak di samping minuman ketika benda persegi itu bergetar singkat. Seseorang mengirimkan pesan. Sial. Ia bahkan kesulitan melihat layar. Cla

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status