pria tampan dengan senyum manis berada didepan pintu rumah ku saat ini, dengan tatapan khasnya membuatku yang menantapnya langsung disalah tingkah bila memandang wajahnya. Senyumnya yang manis bahkan lesung pipi yang menggoda itu membuatku tak kuasa bila menantapnya. Rapi dan bersih kulitnya, bahkan gaya rambut yang benar-benar cocok dengannya."Kamu kenapa natapin aku begitu??" ujar Rangga dengan tersenyum manis."Ng-nggak apa-apa!!" aku yang ditanya langsung berubah salah tingkah dengan tatapan dan senyumnya."Jadi berangkat??" tanya Rangga.Aku hanya mengangguk pelan tanpa menantap matanya saat ini. Entah kenapa aku benar-benar lemah ketika ia tersenyum padaku, sebenarnya aku sudah tak muda lagi, aku sudah memiliki satu orang anak, dan bahkan aku berstatus janda. Tapi entah kenapa rasanya serial kali Rangga menantapku dengan tatapan yang tak biasa itu membuat aku salah tingkah. Rasanya benar-benar seperti aneh tak terkendali.Rangga yang sudah menunggu dipintu depan rumah, aku yang
aku yang sedang menggendong Shifa karena sepertinya Shifa sudah mulai mengantuk. Namun aku belum berani untuk berbicara kepada Rangga bahwa aku ingin segera pulang.Ku lihat Rangga ditarik tangannya oleh ibu dan ayahnya, mereka terlihat berbicara srius disana. Namun aku tak tahu pembicaraan apa yang sedang mereka bicarakan, karena aku fokus untuk menenangkan Shifa. Aku duduk disofa yang tersedia dipojokkan."Apa sebaiknya aku meminta Rangga untuk megantarkanku pulang?" Batinku.Tak lama Rangga dan orang tuanya menghampiriku, aku hanya tersenyum saat mereka menghampiriku."Hana, bagaimana malam ini kamu menginap dirumah ibu." Tawar Bu Neti."Aduh Bu, maaf sebelumnya, bukan maksud saya untuk tidak sopan. Tapi saya harus pulang, karena ibu saya pasti khawatir, apa lagi bapak saya sedang berada dirumah sakit, jadi saya tidak bisa untuk meninggalkannya, maaf ya Bu, pak. Bukan maksud saya tidak sopan.""Iya Hana, tidak apa-apa. Malahan ibu dan bapak yang tidak enak dengan kamu, maaf ya ibu
ica yang sejak tadi tak berhenti membereskan rumah mertuanya. Bahkan banyak sekali pekerjaan yang harus ia selesaikan saat ini juga."Sialan! Aku disini seharusnya jadi nyonya, kenapa harus jadi babu. Menyebalkan!!" Ucap Ica dengan menjemur pakaian.Sementara Dewi dan Bu Vina melihat kerja Ica dari kejauhan."Ibu lihat, rencana kita berhasilkan??" ucap Dewi dengan tersenyum menatap kearah Ica dengan kepuasan, bahkan Dewi berhasil membuat ica sengsara."Iya Dewi, ibu senang dengan rencana kamu ini, berkat kamu, Ica merasakan apa yang dirasakan oleh Danang waktu itu. Walaupun ini semua tak sebanding dengan kejahatan yang ia berikan dengan Danang waktu itu, tapi ibu puas walaupun ini semua tak seberapa!""Ibu tenang saja, kita akan membuat Ica nggak betah disini dan akan angkat kaki secepatnya!!""Kamu yakin Dewi??""Iya Bu, apakah ibu tidak yakin dengan Dewi??""Iya, ibu percaya sama kamu!""Kalian lihatin apa??"tiba-tiba Danang datang menganggetkan keduanya, membuat Dewi dan Bu Vina m
siang ini Hana mengajak Rangga bertemu, mata Hana tak berani menatap Rangga. Namun tidak dengan Rangga, yang sejak tadi dirinya menantap Hana."Kamu mau bicara apa, Hana??" tanya Rangga dengan menantap Hana, seolah ingin cepat mengetahui, apa penyebab Hana tiba-tiba mengajaknya bertemu disiang hari ini."Rangga!""Iya Hana, ada apa??""Aku sebenarnya ingin....""Katakan saja Hana, jangan ragu.""Sebenarnya, aku mengajak kamu datang kesini ingin berbicara mengenai masalah kemarin," ujar Hana yang masih saja ingin menyusun kata yang akan disampaikan pada Rangga saat ini."Masalah yang mana??" jawab Rangga seperti lupa akan ucapannya kemarin malam."Please Rangga, jangan buat aku bingung!" balas Hana dengan wajah srius.Rangga tersenyum saat mendapatkan tatapan srius itu dari Hana."Iya, maafkan aku. Bicaralah! Dan aku akan trima apapun jawaban dari kamu!"Hana menunduk, wajahnya terlihat bingung. Lalu Rangga meraih dagu Hana dan mengarahkannya kearah wajah Rangga dan menatapkannya. Rang
pernikahan Hana digelar dengan sangat mewah dengan acara pesta yang meriah. Disambut oleh tamu undangan yang hadir ditengah-tengah pernikahan Hana dan Rangga saat ini. Kebahagiaan menyelimuti Rangga dan juga Hana.Tamu undangan pun tak henti-henti mengatakan bahwa Hana begitu cantik dan menawan. Membuat Rangga tersenyum saat bersanding bersamanya.Hana yang bersetatus janda hanya bisa terheran dengan acara pesta yang digelar oleh sang suami, karena acara begitu sangat mewah. Berbeda saat pernikahan Hana dan Danang dahulu. Walau Danang orang mampu hanya saja pesta diadakan secara biasa saja."Apakah acara pesta ini tidak membuang uang kamu saja??" ujar Hana dengan lirih.Rangga menoleh kearah suara Hana yang saat ini resmi menjadi istri sahnya."Kenapa? Apakah kamu tidak menyukainya??""Bukan begitu! Aku hanya seorang janda. Apakah ini tidak berlebihan?" Ucap Hana yang tidak enak jika dirinya merepotkan seorang suami.Rangga tersenyum saat mendengar ucapan Hana."Bagaimana aku tak sela
"Lisa... Angkat jemuran!" suara Bu Marni menggelegar dari luar memanggil Lisa menantunya."Iya Bu.. tunggu sebentar! Kiki masih menangis!" jawab Lisa, sambil menyusui bayi perempuannya yang baru berumur tiga bulanan.Tiba-tiba Bu Marni sudah berdiri di depan Lisa dan langsung merebut bayi Lisa yang masih menyusu kemudian menaruhnya begitu saja diatas tempat tidur. Tentu saja Bayi itu menangis dengan sangat keras karena terlepas dari susunya."Dia ini masih bayi. Nangis juga wajar! Ditinggal juga gak bakal lari!"Lisa tertegun, hatinya teriris perih.Kenapa perempuan separuh baya ini tidak punya perasaan sedikitpun? Seharusnya sebagai seorang Nenek, dia bisa sedikit perhatian kepada cucunya sendiri. Minimal menggendong Kiki agar tidak menangis selagi dia menyuruh Ibunya.Namun Lisa tidak berani Protes sedikitpun karena itu hanya akan sia-sia dan hanya akan menambah kebencian Mertua Perempuannya itu pada dirinya."Cepat angkat jemuran! Kamu nggak lihat itu mendung udah mau jatuh? Malah b
Mendengar ucapan Tomi, Hati Lisa terasa teriris kembali.Jika sedang membahas anak, lagi-lagi Tomi selalu membahas masalah itu lagi. Dimana dulu Tomi pernah menyuruhnya untuk menggugurkan kandungannya saja karena Tomi belum siap memiliki anak. Dia masih ingin mengejar cita-citanya sebagai seorang Dokter Spesialis.Sebenarnya Lisa sudah merasa muak dan bosan dengan ucapan yang selalu dikatakan Tomi selama ini. Jika ada pertengkaran dalam rumah tangga ia selalu mengungkit kesalahan Lisa yang memaksa untuk melahirkan bayinya dan tidak mau menganggap Kiki ada.Jantung Lisa mulai bergemuruh hebat menahan amarah sekaligus kesedihan. Bahkan suhu tubuhnya kini mulai panas dingin. Lisa mengeraskan rahangnya menatap tajam kearah Tomi. Wanita berusia sembilan belas tahun itu kini mulai mengepalkan tangan menahan amarah yang selama ini terpendam atas perkataan dan perbuatan suaminya.Mata Tomi menantap kearah Lisa yang saat ini menatapnya dengan tatapan tajam dan tatapan itu tak seperti tatapan b
Pagi hari ini,Lisa masih menyusui Kiki di kamar. Tiba-tiba ibu Mertuanya muncul di ambang pintu dan menghempaskan uang yang langsung jatuh di tubuh Kiki.Lisa menatap selembar uang pecahan dua puluh ribu itu tanpa mengerti maksud Ibu Mertuanya. Lisa tertegun, masih diam membisu tanpa meraih uang itu kemudian menoleh ke arah Mertuanya untuk bertanya, tapi belum juga sempat bertanya, Bu Marni sudah berkata kasar duluan,"Kenapa malah melotot? Cepat cari sayuran! Udah siang begini masih saja malas-malasan!" Lisa mengangguk. "Iya Bu. Tapi tunggu sebentar. Kiki masih menyusu." Lisa mencoba meminta pengertian Mertuanya.Tapi bukannya mengerti jika menantunya masih menyusui cucunya, Bu Marni malah meraih tubuh mungil bayi itu dan meletakkan di atas kasur untuk memisahkan Kiki dari asi Ibunya.Bayi itu langsung menangis kencang, melihat itu Lisa memohon pada Ibu Mertuanya,"Bu. Biarkan Lisa selesaikan memberi asi Kiki dulu, Lisa janji akan segera membeli sayur,"Lisa mencoba menerobos masuk