Share

Bab 5

Author: Stary Dream
last update Last Updated: 2025-09-01 16:48:35

Indah ikut menoleh ketika wanita dengan senyuman manis itu mendekat dan merangkul Biru. Pria yang secara hukum negara masih sah menjadi suaminya.

Rupanya, Rizka juga hadir disini. Menunggu kedatangan Biru serta menyapa Davina dengan hangat.

Wajah mertuanya nampak sumringah. Terlihat sekali jika Davina memang merestui hubungan Biru dan Rizka. Tanpa menebak Indah pun tahu, jika sudah resmi bercerai nanti, mereka berdua pasti akan segera menikah.

"Apa kabar mbak Indah?"

Indah menoleh ke belakang ketika disapa oleh seseorang. Ternyata bi Marni. Bibi yang bekerja sebagai pelayan di rumah budhe Nur.

"Baik, bi. Bibi apa kabar?" Sapa Indah balik dengan senyumannya.

"Baik juga. Mana barangnya, mbak? Biar bibi bantu bawain."

Bersama Marni, Indah menurunkan koper serta oleh-oleh buatan tangannya. Mereka bersama memasuki rumah milik Nur.

Sedangkan di dalam, para keluarga sudah berkumpul dan bercengkrama. Termasuk Rizka yang tak memiliki status dalam keluarga ini ikut berbaur dengan hangat.

"Jadi kamu sudah melayangkan gugatan cerai?" Tanya Budhe Nur pada Biru.

"Sudah, Budhe."

"Ironi sekali.. padahal lusa nanti hari bahagia untuk kita. Tapi rupanya kamu malah akan berpisah."

"Biru malah sudah memberikan talak tiga untuk Indah." Seru Davina.

Rizka sontak menoleh. "Bener itu, Biru?"

Biru mengangguk.

"Nah, itu artinya secara agama kalian bukan suami istri lagi." Sambung Nur.

"Betul."

Rizka menyembunyikan senyumannya. Akhirnya Biru benar-benar menepati janjinya untuk bercerai dari Indah. Kalau begitu tak ada lagi penghalang untuk mereka bersama.

Suasana menjadi canggung setelah Indah masuk ke dalam rumah. Dengan sopan, wanita ini menyapa dan bersaliman dengan para wanita tua yang ada disana.

"Marni. Tunjukan kamar untuk Indah." Nur memberikan perintah. "Pakai kamar yang dibelakang saja."

Marni mengangguk mengerti dan mengajak Indah untuk ke kamar yang ada di bagian belakang. Ternyata sebuah gudang yang disulap menjadi kamar tamu. Sangat kecil dan pengap tanpa pendingin ruangan atau kipas angin. Sedangkan tak ada kamar lain yang tersisa di rumah ini, para tamu yang datang sudah mengambil bagian masing-masing.

"Tinggal kamar yang ini, mbak." Marni jadi tak enak hati saat mengantar Indah ke kamar gudang ini.

"Nggak apa-apa, bi."

"Tapi kamarnya panas.."

"Nggak masalah." Indah mencoba untuk tersenyum.

Wanita ini lalu menaruh koper yang ia bawa di dalam kamar tersebut lalu keluar lagi menuju dapur. Disana Indah melihat beberapa orang wanita paruh baya sedang memotong sayuran. Indah pun tak segan untuk membantu.

"Setelah bercerai nanti, kalian harus mempersiapkan pernikahan segera.." seru Nur lagi.

"Nanti saja lah mikirnya. Fokus ke perpisahanku dulu." Sahut Biru malas. Dia risih karena perceraiannya terus dibahas sejak tadi.

"Itu pasti. Setelah mereka resmi pisah, kami akan melamar Rizka ke keluarganya." Davina tersenyum memandang calon menantunya. "Harusnya kalian menikah sejak dulu. Ini malah Biru harus menikah dengan wanita yang bibitnya tidak jelas. Walaupun anak orang kaya, tetap saja ada darah kotor yang mengalir di tubuhnya."

"Mama!" Tegur Biru tak senang. Ia lalu bangkit dari duduknya. "Aku lelah. Aku izin istirahat sebentar."

Biru gerah karena Indah selalu menjadi bulan-bulanan keluarga besarnya. Walau ia berkata tak perduli dengan wanita itu, tapi hatinya terasa sakit jika Indah selalu disepelekan dan tak dihargai.

Jadi dari pada meladeni para wanita itu, Biru memutuskan untuk ke kamar dan beristirahat. Ketika hendak masuk ke kamarnya, ia melihat Indah yang sedang membantu para bibi di belakang. Dia terlihat mengobrol akrab dengan para pelayan yang ditugaskan untuk memasak.

Biru menghela nafas panjang. Indah memang ramah dan pandai membawa diri. Tapi sayang sekali itu masih tidak bisa membuatnya diterima di keluarga ini.

Malam menjelang, Indah dan bibi lainnya sudah menyiapkan makanan di meja. Para keluarga pun duduk di kursi makan, termasuk Rizka yang ingin selalu menempel pada Biru. Sementara Indah memilih menyingkir. Dia makan di dapur bersama bibi-bibi teman barunya.

"Besok sore akan ada pengajian, lusa pagi pernikahan dan malamnya ada pesta rakyat." Jelas Jarwo, kepala keluarga dari Nur.

"Pesta rakyat? Sudah lama sekali.." Gia tampak bersemangat.

"Iya.. ini pernikahan terakhir keluarga ini. Jelas harus kita rayakan secara besar-besaran." Sambung Nur.

Makan malam selesai, Davina memberikan perintah pada Indah untuk menghidangkan pempek. Indah pun sadar diri bahwa kedatangannya kemari hanya untuk dijadikan pelayan. Dia pun menyingkir lagi setelah melaksanakan tugasnya.

"Kita jalan-jalan sebentar yuk." Ajak Rizka pada Biru.

Biru setuju. Setidaknya angin malam bisa melepaskan sesak di dadanya sejenak. Keduanya pun pergi menikmati malam dengan berkeliling Lampung.

"Dimana mas Biru? Kok nggak kelihatan." Tanya Gia, anak dari Laila.

"Lagi jalan-jalan sama Rizka." Jawab Laila.

"Yah.. kok nggak ngajak aku sih?" Gia jadi cemberut.

"Kamu ini! Orang lagi pacaran jangan diganggu!" Seru Davina sambil tertawa.

Sengaja sekali dia mengatakan itu ketika Indah sedang lewat. Biar saja ucapan itu di dengar oleh Indah.

Sementara, Indah menahan mati-matian perasaannya. Malah ia berdoa supaya hati ini mati rasa saja supaya ia tak sakit hati jika terus diperlakukan semena-mena seperti ini.

Setelah menyelesaikan pekerjaan rumah, Indah duduk di teras depan. Menikmati pemandangan malam dari kursinya. Di dalam sana, orang-orang sibuk berbincang hangat. Mereka bercanda gurau dengan sesekali tertawa.

Indah hanya bisa melihat dari kejauhan. Dulu dia juga pernah seperti itu. Tertawa dengan lepas ketika almarhum ayahnya masih hidup. Tapi dunianya hilang ketika ayahnya meninggal. Kebahagiaannya sirna seketika.

Suara deru mobil terdengar membuat Indah lantas menoleh. Rizka turun dari mobil sambil tertawa, begitu juga dengan Biru yang tersenyum. Sepertinya menyenangkan bisa bersama dengan orang yang kita cintai.

Senyum Rizka menghilang ketika melihat Indah yang mematung di teras depan. Tangan yang tadi melingkar di lengan Biru dilepaskannya.

"Aku masuk duluan." Ucap Rizka. Ia mempercepat langkahnya mendahului Biru. Menyisakan Biru yang saat ini bersitatap dengan Indah.

Keduanya saling memandang. Biru enggan menjelaskan walau ia ingin sekali mengatakan jika dia baru saja menghabiskan waktu yang indah bersama kekasihnya.

Pria ini main melewati Indah begitu saja dan hendak masuk ke dalam. Namun, langkahnya terhenti ketika Indah membuka suaranya..

"Jika aku diberi kesempatan untuk lahir kembali.. aku tidak ingin menjadi istrimu, mas. Aku tidak mau menjadi orang ketiga diantara hubunganmu dengannya. Kamu pantas bahagia."

Biru menoleh dan memandang tajam. Wanita itu sedang menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca.

"Ya, harus seperti itu. Untuk selanjutnya, kita tidak perlu bertemu atau saling memandang lagi."

Biru meninggalkan Indah begitu saja setelah mengucapkan itu. Tak peduli jika ucapannya barusan menyakiti hati Indah lagi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Helmy Rafisqy Pambudi
ya mng km bodoh indah km di PHP-in doang knp Mash mau aja
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Di Ujung Perpisahan   Bab 54 (Aku Milikmu)

    Nasib sial dipeluk Riska saat ini. Kinerjanya yang terus menurun akhir-akhir ini, belum lagi kejadian malam ini yang begitu memalukan membuat Riska kehilangan pekerjaannya.Percuma jika Riska merengek bahkan merayu manajernya. Sekarang ia tak bisa diandalkan lagi. Wanita ini dipecat setelah selesai pertemuan.Sambil menyeka air matanya, Riska jadi teringat akan wanita itu tadi. Sial! Gara-gara Riska yang sibuk melihat Indah bermesraan dengan seorang pria, dia jadi hilang fokus dan lalai."Aku tidak akan membiarkanmu tenang, Indah."Riska yang geram mengambil ponsel dan menekan sebuah nomor.Wanita ini sampai mengumpat beberapa kali karena nomor yang ditujunya seakan tak ingin mengangkat panggilan."Halo! Kamu sengaja menghindariku, ya?" Riska jadi kesal sendiri.["Astaga. Kamu ini nggak punya sopan santun! Harusnya kamu mengucap salam, tapi kenapa kamu malah marah-marah?"] Terdengar gerutuan dari seberang."Apa kamu tahu, mas? Wanita yang sedang kamu perjuangkan itu sekarang sudah mem

  • Di Ujung Perpisahan   Bab 53

    "Aku cuma bercanda.""Lagian kamu begitu.." Indah jadi merajuk. Wanita ini beringsut bangun dari dekapan suaminya."Maaf.."Tangan Indah ditariknya lagi. Kali ini lebih lembut hingga wanita itu terduduk di sampingnya. Sekarang Ryan mencoba berani dengan menyentuh jemari halus itu dan mengaitkannya."Apa kamu ingin tahu alasanku melakukan semua ini?" Ryan memandang lekat. "Karena kamu.."Indah ikut membalas tatapan lekat itu dengan penuh pertanyaan."Kamu bukan hanya teman masa kecilku, tapi juga cinta pertamaku. Jujur saja saat kamu menikah dengan pria itu aku jadi marah sekali.. terlebih saat aku tahu dia menyakitimu, rasanya aku muak hingga membencimu. Tapi sekarang sudah berakhir.."Indah melipat bibirnya menahan tangis. Ia pun mengedipkan beberapa kali matanya agar air ini tak tumpah."Kenapa?" Dahi Ryan sampai mengkerut. "Matamu kelilipan?""Nggak. Aku ingin meleleh.."Ryan sampai tertawa. "Apa kulitmu terbuat dari lilin sampai meleleh?"Tapi setelah melihat Indah menjatuhkan air

  • Di Ujung Perpisahan   Bab 52

    "Mau apa lagi dia?"Indah sampai tak habis pikir, hari sudah malam begini tapi Biru malah berkunjung. Aduh, apalagi wajah pria di sebelahnya ini jadi tak sedap dipandang.Bisa-bisa Ryan mengomel semalaman. Apa yang harus Indah lakukan?"Temui aja dia. Mungkin Biru rindu padamu."Indah sampai berdecak. "Apa sih maksud kamu, mas?""Nggak mungkin dia kemari tanpa tujuan. Apalagi malam-malam begini. Temui sana." Ryan mencoba memaksimalkan raut wajahnya agar tak terlihat kesal."Tunggu sebentar."Akhirnya Indah keluar dari kamar dan pergi ke ruang tamu. Benar ternyata Biru sudah menunggu."Kamu sudah istirahat, Indah? Maaf aku mengganggu." Biru jadi tak enak hati."Belum, kok. Baru ngobatin mas Ryan. Ada apa mas malam-malam kemari?""Aku hanya ingin menyampaikan turut duka cita. Aku baru tahu kalau mama Meriam meninggal.""Terima kasih atas belasungkawanya..""Kamu kelihatan tegar.." ucap Biru memandang mantan istrinya."Aku sudah terbiasa untuk itu.""Indah.. sebenarnya kedatanganku kemar

  • Di Ujung Perpisahan   Bab 51

    Dor!Dor!Senjata yang ditembakkan ke segala arah berhasil melukai 2 orang. Haikal dilumpuhkan oleh petugas, terpaksa harus memakai kekerasan karena Haikal yang sulit dikendalikan.Pria ini diseret dengan tangan yang terborgol, ia lalu dilempar masuk ke dalam mobil yang akan membawanya kembali ke penjara.Di rumah, dua korban yang menjadi tembakan Haikal langsung dibawa ke rumah sakit. Sekarang hukuman Haikal menjadi bertambah. Jangan harap meminta keringanan hukuman setelah ini.Sementara Indah masih merunduk sambil menutup kedua telinganya.Untung saja dia cepat menyelamatkan diri karena tahu Haikal yang ingin menargetkan dirinya.Sekarang, Indah sebagai perwakilan keluarga mengambil alih kegaduhan yang terjadi. Bagaimana pun ada musibah kematian disini. Dia harus bijak dalam menghadapinya.Dua hari ini, Indah sibuk mengurus pemakaman untuk ibu tirinya. Dia baru mengunjungi Ryan yang sekarang sedang bersama Nani di rumah sakit."Ibu turut berduka cita." Nani memeluk Indah erat."Te

  • Di Ujung Perpisahan   Bab 50

    "Indah." Panggil Ryan lagi sembari menepuk sisi tempat tidurnya."Sempit. Mas tidur sendiri aja." Jawab Indah memalingkan wajahnya. Rasa panas mulai menjalari pipi ranumnya."Ini udah hampir jam 1 tapi kamu belum tidur juga. Kamu mau sakit lagi?"Indah cemberut karena mendengar nada garang itu lagi. Akhirnya, Ryan kembali ke mode normal."Kemarilah. Aku udah bergeser." Sambung Ryan meringis."Kamu terlalu banyak bergerak, nanti kalau pen mu patah lagi, gimana?""Tinggal dipasang lagi."Indah sampai geleng-geleng kepala karena mendengar jawaban suaminya.Ia pun terpaksa naik ke ranjang suaminya. Sejujurnya tubuhnya juga masih lelah. Ini saja rasanya sudah panas dingin.Indah pun akhirnya berbaring di ranjang yang sama dengannya. Lumayan. Kasur ini besar juga. Mungkin karena tipe bednya yang berbeda dengan yang lain."Jangan banyak bergerak, mas. Nanti kakinya sakit lagi."Ryan berdeham. Pria ini nampak memejamkan matanya."Gimana transplantasimu? Lancar?""Lancar. Aku sudah mengucapkan

  • Di Ujung Perpisahan   Bab 49

    Haikal mengamuk di dalam sel penjaranya. Kabar yang baru saja ia terima membaut emosinya tak tertahan.Meriam dilarikan ke rumah sakit karena serangan jantung. Karena masih memiliki hati, Indah mengantar ibu tirinya ke rumah sakit.Tapi setelah itu dia meninggalkan wanita itu begitu saja di unit gawat darurat. Terserah mau mati atau hidup, Indah sudah tak perduli lagi.Hingga akhirnya pada malam hari, Indah baru bisa mengunjungi suaminya. Kebetulan Meriam dan Ryan di rawat di rumah sakit yang sama. Jadi, Indah langsung menuju kamar rawat setelah Nani memberi tahu jika Ryan sudah dipindahkan kesana."Kamu nggak apa-apa, nak?" Tanya Nani tampak khawatir. Dia sudah diberi tahu oleh Rafael mengenai kejadian yang ada di penjara."Nggak apa-apa, bu." Jawab Indah penuh haru. Selama ini dia pikir hidup sendirian. Tak ada yang menyayangi dan mengharapkannya. Namun, rupanya Ryan benar.Ada orang lain yang begitu menyayangi dan menjaganya, yaitu Nani dan putra semata wayangnya."Gimana keadaan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status