Adnan bergegas menyelesaikannya operasinya, pikirannya sejak tadi hanya fokus pada Redita, tidak ada yang lain lagi. Untungnya dia masih bisa profesional jadi semua pekerjaannya bisa lancar dan beres.
"Lanjutkan!" perintahnya lalu bergegas keluar, setelah ini ia mau langsung ke Semarang.
Ia sudah dapat sharelock dari anak-anak yang sudah lebih dulu ke sana. Bayangan Redita menangis sesegukan masih terngiang terus dalam pikiran Adnan, membuat Adnan rasanya ingin bergegas lari ke Semarang guna memastikan gadis itu baik-baik saja, ya walaupun ia tahu, kehilangan orang tua masuk kedalam kategori tidak baik.
"Saya segera kesana, Re. Kamu yang sabar ya!"
***
Redita belum mau beranjak dari depan gundukan tanah yang masih merah itu. Air matanya masih menitik. Ia tidak percaya dengan semua yang terjadi. Harus secepat inikah mamanya itu pergi meninggalkan dirinya?
Redita membiarkan air matanya menitik, rasanya ia sudah kehilangan arah, kehila
Redita tercengang luar biasa mendengar apa yang baru saja keluar dari mulut konsulennya itu. Dokter Adnan hendak membiayai semua biaya kepaniteraan klinik Redita? Dia hendak membiayai Redita yang bukan siapa-siapanya ini sampai lulus koas?"Do-dokter serius?" Redita tertegun, ia menatap konsulennya itu.Dokter Adnan tersenyum, ia meraih tangan Redita dan meremasnya lembut. Ditatapnya Redita yang masih tertegun tidak percaya itu. Adnan paham, pasti dia tidak percaya dan menganggap bahwa Adnan hanya bermain-main bukan?"Saya serius, saya akan biayai semua biaya koasmu dan kamu akan menjadi dokter yang hebat, Re!" Adnan kembali meremas lembut tangan dalam genggamannya itu, senyumnya merekah, sebuah senyum tulus sebagai bukti bahwa dia serius dan tidak main-main dengan apa yang sudah ia ucapkan ini."Terima kasih banyak, Dokter!" desis Redita lirih, air matanya meluncur membasahi kedua pipinya. Tidak pernah terlintas dalam pikirannya bahwa akan ada orang yang
Adnan membawa mobilnya kembali ke Solo, jujur selain perasaan iba dan kasihan pada sosok gadis yang Adnan gilai itu, ia benar-benar bahagia karena ternyata Redita masih sendiri. Ia menolak residen bedah yang juga mahasiswanya itu. Kenapa dulu Adnan main pergi begitu saja? Kenapa ia tidak menunggu dulu apa yang Redita hendak katakan menanggapi ungkapan cinta dari Andaru itu?"Re ... Ternyata seperti itu? Kamu menolaknya? Astaga kamu hampir membuat aku gila, Re!" senyum Adnan kembali merekah.Ia hampir saja patah hati, sudah patah hati malah, namun ternyata semua yang terjadi tidak sepeti apa yang Adnan bayangkan. Gadis itu masih sendiri, hatinya belum ada yang memiliki. Dan itu artinya Adnan masih punya kesempatan bukan?"Sorry Yud, terserah apa katamu nanti, hanya saja perasaanku tidak bisa di bohongi!" desis Adna sambil tersenyum kecut, pasti Yudha nanti akan mencak-mencak jika tahu Adnan masih akan nekat mempertahankan perasaan cintanya pada Redita.Adn
"Kembaliannya buat Bapak saja," Redita menyodorkan beberapa lembar uang, kemudian membuka pintu mobil dan membawa kopernya turun."Terima kasih banyak ya, Mbak!"Redita hanya tersenyum dan mengangguk, selepas mobil itu pergi ia bergegas masuk ke dalam bangunan kostnya. Ia menyeret kopernya masuk ke dalam, merogoh kunci dan memutar kunci itu guna membuka pintu kamarnya."Re, kamu sudah balik?" Yanven terkejut ketika ia menemukan Redita sedang membuka pintu kamar kostnya."Iya, mau bagaimana lagi?" tanyanya sambil tersenyum kecut, ia menatap Yanven yang tampak begitu syok dengan kepulangannya ini."Mama mu baru tadi siang dimakamkan, dan kamu sudah pulang kemari?" Yanven masih belum percaya, ia baru juga sampai beberapa jam yang lalu dari melayat ke rumah Redita di Semarang."Apa boleh buat, mereka yang memintaku pergi," desis Redita dengan berlinangan air mata."Mereka memintamu pergi? Siapa?" pekik Yanven tidak percaya, ia melotot men
"Makanlah dulu!"Seporsi nasi liwet itu sudah terhidang di depan Redita, ia hanya tersenyum kemudian mulai meraih sendoknya. Mereka akhirnya berhenti di sebuah warung lesehan yang menjual nasi liwet khas Solo. Makanan wajib yang harus dicoba kalau berkunjung ke Kota Bengawan ini."Harusnya jangan langsung makan yang bersantan, Re. Perut kamu kosong dan kamu ...," Adnan tidak melanjutkan kalimatnya ketika Redita tidak jadi menyuapkan nasinya dan malah menyimak ucapan Adnan."Makanlah dulu," Adnan tersenyum, ditatapnya gadis dengan mata sembab itu."Dokter tidak makan?" Redita menatap Adnan yang hanya tersenyum melihat dia makan."Makanlah, jangan pikirkan aku, Re."Redita kembali tersenyum, ia mulai menyuapkan nasi ke dalam mulutnya. Jantungnya berdegub kencang, terlebih ketika menatap wajah Adnan yang tampak segar dan santai tanpa pakaian dinas dan snelli itu."Dokter sangat baik, entah apa yang akan terjadi pada saya kalau tidak ada
“Astaga, Re? Kamu sudah masuk koas?” Claudia terkejut bukan main ketika melihat Redita muncul di parkiran.Redita hanya mengangguk dan tersenyum, ia bergegas meletakkan helmnya dan melangkah mendekati Claudia yang masih tercenggang tidak percaya itu. Sudah ia duga, pasti banyak yang akan terkejut melihat dirinya sudah kembali muncul di rumah sakit untuk melanjutkan kepaniteraan kliniknya.“Re, kamu baik-baik saja kan?” Claudia masih tidak percaya bahwa sahabatnya itu sudah kembali aktif koas lagi setelah kemarin mamanya meninggal dunia.“Baik, aku baik-baik saja, Clo. Santailah!”Claudia hanya mengangguk dan tersenyum, mereka kemudian melangkah bersamaan masuk ke dalam rumah sakit. Dari ujung matanya, Redita melihat mobil yang sudah sangat tidak asing di matanya itu. Itu mobil Dokter Adnan! Sosok itu kemudian turun dan tersenyum ke arahnya, membuat hari Redita menjadi lebih baik, makin baik lagi.Redita hanya men
“Jadi Re, ini unit apartemen saya.”Adnan membuka pintu itu lebar-lebar dan membantu Redita membawa masuk kopernya ke dalam. Redita tertegun melihat betapa rapi unit apartemen itu. Tidak terlalu mewah sih, namun ia tahu satu unit apartemen ini pasti harganya juga lumayan karena apartemen ini berada di tengah kota dan termasuk dalam kategori apartemen mewah dan ekslusif.“Ada dapurnya juga, jadi kamu tidak perlu bingung kalau ingin makan sesuatu, habis ini belanjalah kebutuhan mu, sudah cek rekening? Saya sudah transfer saku untuk keperluanmu selama sebulan.” Adnan tersenyum, menatap Redita yang tampak masih begitu terkesima dengan unit apartemennya.“A-apa? Bagaimana, Dok?” Redita benar-benar terkejut, Dokter Adnan sudah mentrasnfer uang untuknya?“Cek rekeningmu, saya sudah transfer ke rekeningmu, itu untuk satu bulan ya!” tampak wajah itu tersenyum begitu manis.“Dok, sa-saya ...,”
Redita sudah siap dengan scrub dan snelli-nya, ia hendak berangkat ke rumah sakit ketika kemudian pintu unit apartemen itu terbuka, nampak Dokter Adnan muncul dengan sama rapinya. Ah ... sosok pria matang itu memang selalu rapi dan bersih. Oh ya jangan lupa ia selalu wangi dalam kondisi apapun."Re, mau berangkat sama saya atau berangkat sendiri?" tanya sosok itu lalu masuk dan melangkah mendekati Redita yang masih tertegun berdiri di depan pintu kamar."Saya berangkat sendiri saja, Pak." jawab Redita gugup.Redita tersenyum, melihat sosok itu dengan snelinya membuat Redita makin jatuh hati. Sungguh Redita benar-benar terpesona melihat Dokter Adnan ketika sedang dalam balutan snelli-nya. Wibawanya benar-benar kuat sekali jika sosok itu dalam balutan jas kebanggan para dokter yang putih bersih, membuat pesonanya begitu kuat terpancar. Entah itu hanya menurut Redita atau menurut pandangan orang lain sama, ia sendiri tidak tahu."Oke kalau begitu, nih buat s
Setelah Amanda pamit dari ruangannya, Adnan bergegas keluar mencari Redita. Ia lihat betul mata memerah itu, ia lihat betul sorot mata kecewa dan terluka itu ... apakah ini artinya ....Ahh ... Adnan tidak mau banyak berspekulasi, ia dengan tergesa melangkah ke ruang koas sebelum ia harus masuk OK untuk kembali menjalani beberapa operasi hari ini. Ia harus menemui Redita, setidaknya melihat bagaimana kondisi gadis itu, kalau perlu menanyainya tentang apa arti tatapan mata Redita tadi."Ada lihat Redita?" tanya Adnan pada beberapa mahasiswanya yang ada di ruangan itu."Izin pulang, Dokter, katanya sedang tidak enak badan.""Lho, bukannya tadi baik-baik saja?" tanya Adnan terkejut, tidak percaya. Tidak enak badan? Yang benar saja!"Iya betul Dokter. Tadi mendadak katanya pusing, Dok. Izin sama Dokter Stefan tadi," jelas seorang mahasiswi sambil menatap Adnan lekat-lekat.Adnan hanya menghela nafas panjang, ia hanya mengangguk kemudian bergegas