Share

Chapter 4

Adnan menghela nafas panjang, Edo sudah heboh mengira dirinya sudah akan menikah lagi, memang dia akan menikah sama siapa? Redita? Memangnya gadis itu mau? Dia bahkan hanya selisih dua tahun lebih tua dari Aldo, anak bungsunya yang tahun ini baru delapan belas tahun. Edo anak sulungnya sudah dua puluh enam tahun! Masa iya anak tiri sama ibu tiri tuaan anak tirinya sih? Lelucon macam apa ini?

Adnan mendadak gelisah. Di rumahnya itu ia hanya seorang diri bersama dua orang asisten rumah tangga. Aldo? Jangan tanya, dia sedang pendidikan militer, anak itu benar-benar ingin masuk angkatan darat daripada mengikuti jejak sang ayah menjadi dokter atau jejak sang mama yang menjadi pengacara.

"Redita Fernanda ...."

Adnan terkejut ketika ia secara tidak sadar menyebutkan nama itu. Apakah benar ia sudah jatuh cinta padanya? Namun apa pantas? Antara mereka selisih tiga puluh empat tahun! Tidak main-main, selisih tiga puluh empat tahun! Masa iya Adnan mau menikahi gadis yang sepatutnya menjadi anaknya itu? Apa kata orang nanti? Pasti banyak yang mencemooh bukan? Dana mana mau Redia menikah dengan dirinya yang mungkin setua bapaknya ini?

Adnan membaringkan tubuhnya di atas ranjang, lima tahun sudah ranjangnya kosong dan dingin. Lima tahun sudah ia memendam semua hasratnya itu. Ia mencoba menjadi sedikit tidak normal dengan mengabaikan semua hasratnya. Kalau sudah tidak tahan? Ya main perseorangan, daripada jajan dan kena penyakit macam-macam, lagipula Adnan bukan tipe laki-laki yang bisa sembarangan meniduri wanita yang tidak ia kenal. Itu prinsipnya bahkan sebelum ia sukses menjadi seorang dokter.

"Kenapa jadi seperti ini sih?" mendadak Adnan pusing, rasanya ia jadi galau. Apa jadinya kalau Edo tahu papanya ini jatuh cinta pada gadis yang lebih pantas jadi adiknya itu? Tidak bisa ia bayangkan!

"Anak-anak pasti ngamuk!" desis Adnan sambil tersenyum kecut.

Namun jujur Adnan hanya tertarik pada sosok itu! Entah mengapa sosok itu begitu menarik perhatian Adnan, mungkin seperti ini dulu rasanya Yudha ketika bertemu isterinya waktu Lili masih koas. Dan sekarang Adnan yang merasakannya. Tapi yang jadi masalah, Lili dan Yudha hanya selisih sepuluh tahun saja, sedangkan dia dan Redita? Tiga puluh empat tahun selisih umur mereka!

"Masih pantas nggak sih nikah lagi? Tapi kalau sama Redita tentu nggak pantas kan? Tahu umur, Nan!" Adnan berbicara pada dirinya sendiri, karena memang tidak ada teman yang bisa ia ajak bicara. Menyedihkan bukan?

Mau menelepon Aldo, susah! Ia sedang fokus pendidikan. Mau menelepon Edo lagi? Ia belum siap bercerita pada Edo tentang semua perasaan anehnya terhadap mahasiswi koas nya itu. Bisa-bisa nanti Edo syok dan pingsan dengan kejujuran sang papa ini.

Susah ya? Jujur ia butuh teman, ia tidak sanggup kalau hanya sendirian terus seperti ini! Anak-anak sudah besar, Edo bahkan sudah cukup matang berumahtangga bukan? Pasti mereka nanti akan tinggal di rumah mereka sendiri, dan Adnan? Hanya akan sendirian seperti ini sampai ajal menjemputnya?

Adnan tersenyum kecut, ia bangkit dan melangkah ke kamar mandi, lebih baik ia mandi sejenak daripada terus pening memikirkan masalah ini bukan?

***

"Kamu dari mana sih tadi?" tanya Claudia ketika ia menemukan Redita sudah di kamar kostnya.

"Aku? Kamu cariin aku tadi?" Redita sedang menghapus debu dan kotoran di wajahnya dengan Micellar Water.

"Iya lah, kan kita janji mau ngerjain tugas buat diskusi ilmiah, Ta!" guman Claudia gemas.

"Astaga, aku sampai lupa soal itu! Maafkan aku Clo," Redita sontak melotot dan menatap Claudia yang tampak manyun itu.

"Lagian kamu tadi kemana sih? Tiba-tiba ngilang gitu aja?" protes Claudia sambil merebahkan tubuhnya di atas kasur Redita.

"Emm ... a-aku ...," Redita terbata, perlukah ia menceritakan kemana tadi ia dibawa pergi dokter bedah itu?

"Kenapa? Kamu baik-baik saja kan?" Claudia bangkit dan duduk di sebelah Redita, menunggu temannya itu bercerita tentang apa yang sedang terjadi padanya tadi.

"A-aku tadi diajak pergi Do-Dokter ...,"

"Dokter siapa? Dokter Reyhand yang ganteng itu ya? Residen penyakit dalam itu?" tampak wajah Claudia berbinar-binar, siapa sih yang tidak kenal residen itu? Wajahnya mirip Reza Rahardian, mana masih jomblo. Ahh ... bikin para perawat dan koas perang untuk sekedar mendapatkan perhatian dari sosok itu.

"Bukan! Bukan dia!" tukas Redita cepat.

"Lalu siapa?" Claudia tampak tidak sabar.

"Dokter Adnan," jawab Redita lirih.

"APA?" Claudia berteriak sambil matanya melotot, "DOKTER ADNAN SANJAYA?"

"Ish ... apaan sih, kenapa pakai teriak-teriak kayak gitu sih? Slow Girls!" guman Redita sambil menutup mulut Claudia yang masih ternganga itu.

"Kamu jalan sama dokter bedah itu? Kamu serius?" Claudia mengulangi pertanyaannya, ia masih belum percaya bahwa sahabatnya itu jalan berdua dengan konsulen lima puluh lima tahun itu.

"Iya serius, kita cuma makan aja, jangan berpikiran macam-macam," tukas Redita sebelum Claudia berpikiran macam-macam terhadap mereka.

Namun Claudia masih belum bisa slow, ia masih menatap Redita dengan tatapan penuh tanda tanya. Sementara Redita hanya duduk santai sambil bersiap mandi. Setelah mandi ia ingin tidur dan berdoa agar tidak ada on call atau hal-hal lain yang bisa menganggu waktu istirahatnya.

"Ada angin apa dokter itu ngajak kamu makan?" tanya Claudia benar-benar kepo.

"Kita cuma sharing-sharing aja sih," guman Redita santai.

"Soal kasus pasien? Operasi apa?"

"Soal perselingkuhan," jawab Redita singkat.

"APA?" Claudia kembali berteriak.

"Kenapa sih, Clo?" tanya Redita yang kembali terkejut mendengar teriakan Claudia. Memang apa salahnya sih? Toh dia dan Dokter Adnan tidak macam-macam kan? Sampai nginep di hotel gitu maksudnya atau apa, mereka cuma bercerita sambil makan saja.

"Soal perselingkuhan? Kamu serius? Pembahasan macam apa itu, Ta?" Claudia mencak-mencak tidak karu-karuan.

"Iya soal perselingkuhan si dokter berengsek itu, makan noh bidan magang!" emosi Redita kembali memuncak mengingat pengkhianatan yang sudah dilakukan mantan kekasihnya itu. Janjinya sepulang internship mau melamarnya, eh baru setahun belum ada internship malah udah nikah sekalian, mana punya tabungan anak lagi! Benar-benar laki-laki sialan, mata keranjang dan tidak bisa dipercaya!

"Lalu apa hubungannya dengan Dokter Adnan?" Claudia masih histeris, ia tidak mengerti kenapa Redita membicarakan hal itu kepada konsulen bagian bedah itu. Masalahnya Dokter Adnan terkenal sedikit dingin dan cuek bebek terhadap para keset rumah sakit macam mereka seperti ini. Kenapa tiba-tiba bisa keluar makan berdua dengan Redita sambil membahas hal yang tidak ada hubungannya dengan pendidikan klinik itu?

"Ya karena kisah kita sama," Redita kembali teringat saat dokter bedah itu menitikkan air mata.

"Sa-sama? Maksudnya?" Claudia menatap Redita penuh penasaran.

Redita menghela nafas panjang, ia melirik sekitar lalu menatap Claudia lekat-lekat.

"Jangan bilang siapa-siapa tapi ya?" bisik Redita sambil menatap Claudia lekat-lekat.

"Iya, memang kenapa?"

"Jadi ceritanya ...,"

Comments (5)
goodnovel comment avatar
Yuli Defika
waduhh jangan sampai claudia bocor nih
goodnovel comment avatar
Neng Linda
entah udah brp kali aku baca cerita ini... gak ada bosennya..
goodnovel comment avatar
Babas Alibasah
menarik dan enak dibaca neh novel
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status