Share

Chapter 4

last update Last Updated: 2021-05-06 05:01:04

Adnan menghela nafas panjang, Edo sudah heboh mengira dirinya sudah akan menikah lagi, memang dia akan menikah sama siapa? Redita? Memangnya gadis itu mau? Dia bahkan hanya selisih dua tahun lebih tua dari Aldo, anak bungsunya yang tahun ini baru delapan belas tahun. Edo anak sulungnya sudah dua puluh enam tahun! Masa iya anak tiri sama ibu tiri tuaan anak tirinya sih? Lelucon macam apa ini?

Adnan mendadak gelisah. Di rumahnya itu ia hanya seorang diri bersama dua orang asisten rumah tangga. Aldo? Jangan tanya, dia sedang pendidikan militer, anak itu benar-benar ingin masuk angkatan darat daripada mengikuti jejak sang ayah menjadi dokter atau jejak sang mama yang menjadi pengacara.

"Redita Fernanda ...."

Adnan terkejut ketika ia secara tidak sadar menyebutkan nama itu. Apakah benar ia sudah jatuh cinta padanya? Namun apa pantas? Antara mereka selisih tiga puluh empat tahun! Tidak main-main, selisih tiga puluh empat tahun! Masa iya Adnan mau menikahi gadis yang sepatutnya menjadi anaknya itu? Apa kata orang nanti? Pasti banyak yang mencemooh bukan? Dana mana mau Redia menikah dengan dirinya yang mungkin setua bapaknya ini?

Adnan membaringkan tubuhnya di atas ranjang, lima tahun sudah ranjangnya kosong dan dingin. Lima tahun sudah ia memendam semua hasratnya itu. Ia mencoba menjadi sedikit tidak normal dengan mengabaikan semua hasratnya. Kalau sudah tidak tahan? Ya main perseorangan, daripada jajan dan kena penyakit macam-macam, lagipula Adnan bukan tipe laki-laki yang bisa sembarangan meniduri wanita yang tidak ia kenal. Itu prinsipnya bahkan sebelum ia sukses menjadi seorang dokter.

"Kenapa jadi seperti ini sih?" mendadak Adnan pusing, rasanya ia jadi galau. Apa jadinya kalau Edo tahu papanya ini jatuh cinta pada gadis yang lebih pantas jadi adiknya itu? Tidak bisa ia bayangkan!

"Anak-anak pasti ngamuk!" desis Adnan sambil tersenyum kecut.

Namun jujur Adnan hanya tertarik pada sosok itu! Entah mengapa sosok itu begitu menarik perhatian Adnan, mungkin seperti ini dulu rasanya Yudha ketika bertemu isterinya waktu Lili masih koas. Dan sekarang Adnan yang merasakannya. Tapi yang jadi masalah, Lili dan Yudha hanya selisih sepuluh tahun saja, sedangkan dia dan Redita? Tiga puluh empat tahun selisih umur mereka!

"Masih pantas nggak sih nikah lagi? Tapi kalau sama Redita tentu nggak pantas kan? Tahu umur, Nan!" Adnan berbicara pada dirinya sendiri, karena memang tidak ada teman yang bisa ia ajak bicara. Menyedihkan bukan?

Mau menelepon Aldo, susah! Ia sedang fokus pendidikan. Mau menelepon Edo lagi? Ia belum siap bercerita pada Edo tentang semua perasaan anehnya terhadap mahasiswi koas nya itu. Bisa-bisa nanti Edo syok dan pingsan dengan kejujuran sang papa ini.

Susah ya? Jujur ia butuh teman, ia tidak sanggup kalau hanya sendirian terus seperti ini! Anak-anak sudah besar, Edo bahkan sudah cukup matang berumahtangga bukan? Pasti mereka nanti akan tinggal di rumah mereka sendiri, dan Adnan? Hanya akan sendirian seperti ini sampai ajal menjemputnya?

Adnan tersenyum kecut, ia bangkit dan melangkah ke kamar mandi, lebih baik ia mandi sejenak daripada terus pening memikirkan masalah ini bukan?

***

"Kamu dari mana sih tadi?" tanya Claudia ketika ia menemukan Redita sudah di kamar kostnya.

"Aku? Kamu cariin aku tadi?" Redita sedang menghapus debu dan kotoran di wajahnya dengan Micellar Water.

"Iya lah, kan kita janji mau ngerjain tugas buat diskusi ilmiah, Ta!" guman Claudia gemas.

"Astaga, aku sampai lupa soal itu! Maafkan aku Clo," Redita sontak melotot dan menatap Claudia yang tampak manyun itu.

"Lagian kamu tadi kemana sih? Tiba-tiba ngilang gitu aja?" protes Claudia sambil merebahkan tubuhnya di atas kasur Redita.

"Emm ... a-aku ...," Redita terbata, perlukah ia menceritakan kemana tadi ia dibawa pergi dokter bedah itu?

"Kenapa? Kamu baik-baik saja kan?" Claudia bangkit dan duduk di sebelah Redita, menunggu temannya itu bercerita tentang apa yang sedang terjadi padanya tadi.

"A-aku tadi diajak pergi Do-Dokter ...,"

"Dokter siapa? Dokter Reyhand yang ganteng itu ya? Residen penyakit dalam itu?" tampak wajah Claudia berbinar-binar, siapa sih yang tidak kenal residen itu? Wajahnya mirip Reza Rahardian, mana masih jomblo. Ahh ... bikin para perawat dan koas perang untuk sekedar mendapatkan perhatian dari sosok itu.

"Bukan! Bukan dia!" tukas Redita cepat.

"Lalu siapa?" Claudia tampak tidak sabar.

"Dokter Adnan," jawab Redita lirih.

"APA?" Claudia berteriak sambil matanya melotot, "DOKTER ADNAN SANJAYA?"

"Ish ... apaan sih, kenapa pakai teriak-teriak kayak gitu sih? Slow Girls!" guman Redita sambil menutup mulut Claudia yang masih ternganga itu.

"Kamu jalan sama dokter bedah itu? Kamu serius?" Claudia mengulangi pertanyaannya, ia masih belum percaya bahwa sahabatnya itu jalan berdua dengan konsulen lima puluh lima tahun itu.

"Iya serius, kita cuma makan aja, jangan berpikiran macam-macam," tukas Redita sebelum Claudia berpikiran macam-macam terhadap mereka.

Namun Claudia masih belum bisa slow, ia masih menatap Redita dengan tatapan penuh tanda tanya. Sementara Redita hanya duduk santai sambil bersiap mandi. Setelah mandi ia ingin tidur dan berdoa agar tidak ada on call atau hal-hal lain yang bisa menganggu waktu istirahatnya.

"Ada angin apa dokter itu ngajak kamu makan?" tanya Claudia benar-benar kepo.

"Kita cuma sharing-sharing aja sih," guman Redita santai.

"Soal kasus pasien? Operasi apa?"

"Soal perselingkuhan," jawab Redita singkat.

"APA?" Claudia kembali berteriak.

"Kenapa sih, Clo?" tanya Redita yang kembali terkejut mendengar teriakan Claudia. Memang apa salahnya sih? Toh dia dan Dokter Adnan tidak macam-macam kan? Sampai nginep di hotel gitu maksudnya atau apa, mereka cuma bercerita sambil makan saja.

"Soal perselingkuhan? Kamu serius? Pembahasan macam apa itu, Ta?" Claudia mencak-mencak tidak karu-karuan.

"Iya soal perselingkuhan si dokter berengsek itu, makan noh bidan magang!" emosi Redita kembali memuncak mengingat pengkhianatan yang sudah dilakukan mantan kekasihnya itu. Janjinya sepulang internship mau melamarnya, eh baru setahun belum ada internship malah udah nikah sekalian, mana punya tabungan anak lagi! Benar-benar laki-laki sialan, mata keranjang dan tidak bisa dipercaya!

"Lalu apa hubungannya dengan Dokter Adnan?" Claudia masih histeris, ia tidak mengerti kenapa Redita membicarakan hal itu kepada konsulen bagian bedah itu. Masalahnya Dokter Adnan terkenal sedikit dingin dan cuek bebek terhadap para keset rumah sakit macam mereka seperti ini. Kenapa tiba-tiba bisa keluar makan berdua dengan Redita sambil membahas hal yang tidak ada hubungannya dengan pendidikan klinik itu?

"Ya karena kisah kita sama," Redita kembali teringat saat dokter bedah itu menitikkan air mata.

"Sa-sama? Maksudnya?" Claudia menatap Redita penuh penasaran.

Redita menghela nafas panjang, ia melirik sekitar lalu menatap Claudia lekat-lekat.

"Jangan bilang siapa-siapa tapi ya?" bisik Redita sambil menatap Claudia lekat-lekat.

"Iya, memang kenapa?"

"Jadi ceritanya ...,"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Yuli Defika
waduhh jangan sampai claudia bocor nih
goodnovel comment avatar
Neng Linda
entah udah brp kali aku baca cerita ini... gak ada bosennya..
goodnovel comment avatar
Babas Alibasah
menarik dan enak dibaca neh novel
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Di Ujung Senja   Extra Part 15

    Redita hendak kembali pulang selepas jaga malam pagi itu ketika ia mendapati Land Cruisser yang ia tahu betul adalah milik sang suami sudah terparkir di halaman parkir rumah sakit. Tak beberapa lama sosok itu turun dari mobil, tersenyum begitu manis ke arahnya.Rasanya Redita ingin berlari dan menjatuhkan diri di pelukan sang suami kalau saja mereka tidak sedang berada di halaman rumah sakit saat ini. Jadi Redita sekuat tenaga menahan keinginannya untuk melakukan hal itu, ia melangkah perlahan mendekati sang suami yang tersenyum begitu lebar ke arahnya.“Hai suamiku,” sapa Redita lalu mengulurkan tangannya, bergegas mencium punggung tangan Adnan begitu uluran tangannya terbalas.“Hai juga isteriku, kamu tampak lelah. Bisa kita pulang sekarang? Aku rindu dengan jagoan kecilku.”Redita sontak mencebik, ia memanyunkan bibirnya yang sukses membuat Adnan terkekeh melihat perubahan wajahnya itu.“Jadi pulang cuma kangen sama

  • Di Ujung Senja   Extra Part 14

    Beberapa hari kemudian ... “Dokter!” Redita setengah berlari mengejar langkah dokter Ricard, beliau adalah dokter bedah yang bertanggung jawab pada sang nenek pasca operasi kemarin. Dan hari ini adalah visiting terakhir, bukan? Kondisi sang nenek sudah lebih baik, dan itu artinya dia sudah boleh pulang. Untuk itu Redita ingin melihat wajahnya, mungkin untuk terakhir kalinya dia bisa melihat wajah-wajah yang dulu menorehkan luka dengan begitu dalam di relung hati Redita itu. “Ada apa, Re?” tanya dokter Richard yang tampak mengerutkan kening melihat Redita berlari-lari menghampirinya itu. “Boleh saya ikut visiting, Dok?” mohon Redita dengan nafas terenggah-enggah. “Tentu boleh, bukan kah pasien itu pertama kali datang kamu yang pegang?” tampak dokter Ricard tersenyum, ia sudah hendak kembali melangkah ketika kemudian tangan Redita mencekal tangan dokter Richard, mencegahnya melangkah lebih jauh. “Dok, tunggu sebentar!” Dokter Ric

  • Di Ujung Senja   Extra Part 13

    Redita tersenyum menatap sosok itu yang masih terbaring tidak sadarkan diri. Beberapa alat medis masih menempel di tubuh renta itu. Ia sudah berhasil melewati masa kritisnya, tinggal menanti dia kembali sadar dan kondisinya pulih.Redita meraih tangan berkeriput itu, meremasnya perlahan dengan hati yang teramat pedih. Bayangan masa lalu dimana sosok itu dengan tangan yang saat ini Redita genggam, sering menamparnya, menjewer telinga Redita sampai memerah, mecubit pahanya sampai memar membiru dan terkadang memukul kakinya dengan gagang sapu. Belum lagi, mulut yang sekarang terpasang ventilator itu, dulu begitu pedas tiap mengata-ngatai dirinya, mencaci-maki Redita yang bahkan dulu masih begitu kecil dan tidak paham apa-apa.Redita menghela nafas panjang, berusaha melupakan semua itu meskipun rasanya begitu sulit dan tidak semudah yang ia katakan. Redita melirik jam dinding, sudah pukul setengah enam, ia bergegas merogoh saku snelli-nya, mengambil masker medis yang

  • Di Ujung Senja   Extra Part 12

    "Iya Sayang, stok ASIP Adta sudah ready banyak di kulkas, jangan khawatir ya." Redita tersenyum, malam ini ia harus jaga IGD sampai besok pukul tujuh pagi. Dan Adnan sudah ribut khawatir dengan Adta katanya."Benar? Apa perlu aku balik ke sana sekarang?"Sontak Redita tertawa, ah lebay sekali bapak tiga orang anak itu? Sebelum mereka kembali bertemu, toh Adta baik-baik saja jika dia ada jaga malam, kenapa sekarang dia jadi begitu khawatir?"Sudah, tenang saja! Jagoan kecil kita aman dan akan baik-baik saja, Sayang." guman Redita lirih, tidak ada yang perlu dikhawatirkan, semua akan baik-baik saja."Yasudah, kabari aku terus ya. Aku benar-benar khawatir dengan kalian berdua."Redita tersenyum, hatinya berbungga-bungga mendengar nada kekhawatiran itu meluncur dari bibir sang suami. Rasanya ia begitu bahagia mendengarnya. Bagaimanapun, setua apapun laki-laki yang menjadi suaminya ini, dia benar-benar sosok yang begitu peduli dan penyayang. Ah ... sung

  • Di Ujung Senja   Extra Part 11

    Adnan tersenyum ketika mendapati panggilan dari nomor itu, nomor yang ia tunggu untuk memberinya kabar perihal perkembangan pendaftaran itsbat nikahnya. Semoga semuanya lancar dan tidak perlu waktu lama ia bisa mendaftarkan pernikahannya dan memperoleh apa yang sudah ia janjikan kepada sang isteri sejak dulu.“Halo, gimana Fan?” tanya Adnan yang sudah sangat tidak sabar itu.“Berkasnya sudah masuk, Dok. Sudah diurus sama isteri saya, nanti tinggal tunggu kabar persidangannya saja ya, Dok.”Wajah Adnan makin cerah, senyumnya mengembang sempurna mendengar hal itu. Redita pasti akan sangat bahagia mendengar kabar ini, bukan? Impiannya untuk bisa segera memiliki buku nikah dan menikahi Redita secara resmi akan terwujud.“Baik, saya berterima kasih sekali padamu, Fan. Sampaikan ucapan terima kasihku pada isterimu juga, ya.”Adnan menyandarkan tubuhnya di kursi, hatinya tengah berbunga-bunga. Rupanya inilah kebahagiaan

  • Di Ujung Senja   Extra Part 10

    Adnan mematikan mesin mobilnya ketika ia sudah sampai di halaman rumahnya. Mobil Edo dan Arra masih ada, itu artinya dia masih di sini, belum kembali ke Jogja dan Arra belum balik ke rumah Yudha. Ya ... memang seperti itu, bukan? Selama Edo masih harus pendidikan di Jogja, Edo harus terpisah dari sang isteri karena Arra sudah dinas di salah satu rumah sakit swasta di Solo dan sebuah klinik. Jadi lah tiap Edo di Jogja Arra lebih memilih pulang ke rumah orang tuanya karena di rumah Adnan ini ia merasa kesepian.Adnan bergegas turun, melirik arlodjinya dan masuk ke dalam rumah. Sudah pukul setengah lima. Bisa lah dia mandi besar dulu lalu sholat subuh dan bersiap berangkat ke rumah sakit. Adnan bergegas naik kelantai atas, hanya dapur yang sudah tampak menyala lampunya, yang artinya dua asistennya sudah sibuk menyiapkan sarapan dan melakukan pekerjaan lain.Adnan bergegas masuk ke dalam kamar, mandi dan bersiap sholat. Ia tersenyum menatap kamarnya itu. Kelak kamar ini ak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status