Share

Chapter 9

"Selisih tiga puluh empat tahun, itu sama aja aku punya mantu setahun lebih muda dari aku, Nan! Lili lahiran Arra aku pas sudah tiga puluh lima tahun," guman Yudha sambil tersenyum kecut. Lagipula Adnan benar-benar aneh, kenapa juga harus gadis semuda itu yang ia incar? Ingat umur, astaga!

Biasanya laki-laki kalau bahas wanita tentu hal-hal yang berhubungan dengan fisik, rupa atau bahkan tentang hal-hal berbau nakal, namun kini dua laki-laki dewasa itu membahas selisih umur, membahas puber kedua Adnan yang tidak main-main, jatuh cinta sama gadis dua puluh satu tahun.

"Yud, aku pusing," desis Adnan sambil tersenyum kecut, ia meremas rambutnya sambil memejamkan mata sejenak.

"Aku saja yang dengar dan lihat masalahmu saja pusing, apalagi kamu, Nan!" guman Yudha sambil memijit pelipisnya, sungguh masalah Adnan ini sedikit pelik. Yudha sendiri tidak tahu bagaimana nantinya reaksi anak-anak Adnan kalau tahu bapaknya jatuh cinta pada gadis ABG yang lebih pantas jadi anaknya daripada isterinya.

"Edo dan Aldo ngamuk pasti kalau tahu semua ini," guman Adnan lirih.

"By the way kamu emang sudah nembak dia? Bilang soal perasaanmu ke dia?" Yudha benar-benar penasaran, apakah Adnan sudah menyatakan perasaan pada gadis itu?

"Belum berani lah aku, Yud! Paling aku cuma ajak keluar makan siang, aku antar pulang." betulkan? Jujur Adnan masih takut juga kalau nanti ditolak, ia belum siap mendapat penolakan.

"Nan ... Kenapa nggak sama residen mu aja sih?" protes Yudha sambil geleng-geleng kepala.

"Residen katamu, laki-laki semua residen bedah periode ini, Yud! Kau ingin aku ACDC? Sori aku masih doyan cewek, Yud!" tukas Adnan gemas, gila apa sama residen bedah, residen bedah yang mana? Yang perempuan sudah bersuami semua, masak ia mau merebut milik orang? Nggak mungkin banget!

Sontak Yudha terbahak, membuat Adnan makin memanyunkan bibirnya, Yudha mencoba menghentikan tawanya, lalu menatap Adnan lekat-lekat. Kalau bagian bedah residennya lebih banyak laki-laki, kalaupun ada yang perempuan, mereka sudah bersuami, maka bagian penyakit dalam stock residen wanita melimpah, bahkan ada satu yang begitu mencolok perhatian.

"Mau aku kenalin residenku? Si Manda, cerai tiga tahun yang lalu katanya, satu anak, kebetulan laki-laki juga." guman Yudah mulai berpromosi, siapa tahu cocok bukan? Jodoh orang mana ada yang tahu.

"Yang mana?" Adnan sebenarnya tidak tertarik, cuma lihat dulu nggak ada salahnya bukan? Ia masih ragu dengan selisih umur antara dia dan Redita. Meskipun ia sudah yakin betul pada hatinya bahwa ia benar-benar sudah jatuh hati dan jatuh cinta pada Redita Fernanda itu.

"Yang tinggi menjulang itu lho, mantan model dia! Dulu Runner up Puteri Pariwisata juga, umurnya baru tiga puluh dua. Kan nggak jauh banget." tentu sosok itu yang akan Yudha sodorkan, lumayan cocok lah untuk Adnan.

"Yudha, selisihnya banyak juga itu, Yud!" Adnan mendecih, duh kenapa ia harus setua ini sih? Kenapa ia harus sudah setengah abad lebih?

"Tapi kan nggak sampai tiga puluh tahun lebih juga kan? Lha terus kamu mau cari yang umur berapa? Enam puluh tahun?" semprot Yudha kesal, kenapa jadi menyebalkan sekali sih duda tua ini kalau pas jatuh cinta?

Adnan mendengus kesal, sialan! Nggak sekalian nenek-nenek delapan puluh tahun nih? Adnan memijit pelipisnya, kenapa masalah percintaan di usia senja lebih rumit ketimbang masalah cintanya di masa muda dulu?

"Nan, aku balik ke poli dulu deh, habis ini mau balik," Yudha bergegas bangkit, lalu melangkah keluar dari ruang praktek Adnan.

Adnan ikut melirik arlojinya, ia harus bersiap ke OK bukan? Mendadak senyumnya merekah, bukankah Redita akan ikut asistensi dia? Adnan bergegas bangkit dan melangkah keluar, sungguh ia benar-benar jadi seperti anak muda lagi.

***

"Ayo balik!" Andaru tersenyum ketika ia berpapasan dengan Redita di lorong rumah sakit. Sudah jam pulang, dan bukankah mereka ada janji untuk pulang bareng?

"Haduh nggak bisa nih Bang, disuruh asistensi nih," guman Redita malas.

"Yah ... Lha terus nanti kamu balik naik apa? Motor kamu masih di bengkel kan?" Andaru melangkah di sisi Redita yang hendak naik ke lantai atas itu.

"Gampang lah nanti, Bang."

"Abang tungguin aja ya, gimana?" tawar Andaru tidak menyerah.

"Ah tidak perlu, Bang. Abang pulang duluan aja nggak apa-apa," tolak Redita halus, bisa gawat nanti kalau Andaru nekat mau nunggu, kan dia mau balik sama Dokter Adnan.

"Serius nih nggak apa-apa?" Andaru masih belum menyerah.

"Iya, lain kali aja nanti kalau Abang mau antar Redita balik."

Andaru tersenyum, ia mengacak rambut Redita dengan gemas, membuat Redita ikut tersenyum manis.

"Oke, semangat ya! Abang balik duluan, nanti semisal nggak ada yang antar kamu pulang, kamu telepon Abang aja, nanti jemput."

Redita hanya mengangguk, ia tidak tahu bahwa sepasang mata itu ditengah menatapnya dengan tidak suka.

Adnan mendengus kesal, ia benar-benar tidak suka melihat pemandangan itu, sangat tidak suka! Ia bergegas melangkah ke lift dsn mencoba menekan semua perasaan tidak sukanya itu. Ahh ... Dari tahun gajah sampai tahun MRT memang cemburu itu memang sebuah perasaan yang paling menyiksa bukan?

Ia bergegas melangkah dengan tegap menuju OK harus segera membersihkan diri dan berganti gown guna persiapan operasinya yang dimulai sebentar lagi. Ia kembali tengah mencuci bersih-bersih tangannya ketika kemudian sosok itu muncul.

"Baru datang? Sibuk pacaran?" tanya Adnan ketus lalu berlalu begitu saja tanpa berkata-kata apapun.

Redita hanya tertegun di tempatnya berdiri, ia menatap nanar langkah dokter bedah itu menuju salah satu ruangan yang sudah dipersiapkan sejak tadi untuk agenda operasi hari ini. Kenapa nada bicaranya sangat tidak enak? Sedang PMS? Tapi bukanya tadi dia baik-baik saja?

Adnan berusaha menekan kuat-kuat perasaan tidak enak di hatinya itu, mencoba tetap fokus pada operasinya. Ia mencoba melupakan pemandangan yang tadi menganggu mata dan memporak-porandakan hatinya, membuat hatinya panas luar biasa.

Sementara Redita bergegas membersihkan tangannya bersih-bersih, ia harus segera siap sebelum dokter bedah itu makin mencak-mencak. Tapi darimana dia tahu tadi ia sempat ada bicara dengan Andaru berdua? Lagipula apa urusan Dokter Adnan dengan masalah ia dan Andaru? Kalaupun dia mau pacaran dengan Andaru, itu mutlak hak Redita dan tidak ada urusannya dengan Dokter Adnan bukan?

Lantas kenapa ia harus marah-marah seperti tadi? Menyindir dia seperti tadi? Apakah ...,

Ahh ... Tidak mungkin!

Redita menggelengkan kepalanya dan bergegas melangkah menuju ruangan dimana operasi akan dilakukan. Masa iya sih dia punya pikiran bahwa Konsulennya itu punya perasaan kepadanya sih? Gila! Tidak mungkin sekali bukan? Memang Dokter Adnan sedikit berbeda beberapa hari ini, tapi itu bukan berarti bahwa dokter bedah senior itu memiliki perasaan untuk dirinya bukan?

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Yuli Defika
redita ayo dong sadar jgn but jealous pria mateng itu
goodnovel comment avatar
Sakura Asahara
kok rada g rela yaaaa kisah pria tua sm gadis muda,,,,hahahahhaha
goodnovel comment avatar
dwi nurhayati
emg dia suk
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status