"Selisih tiga puluh empat tahun, itu sama aja aku punya mantu setahun lebih muda dari aku, Nan! Lili lahiran Arra aku pas sudah tiga puluh lima tahun," guman Yudha sambil tersenyum kecut. Lagipula Adnan benar-benar aneh, kenapa juga harus gadis semuda itu yang ia incar? Ingat umur, astaga!
Biasanya laki-laki kalau bahas wanita tentu hal-hal yang berhubungan dengan fisik, rupa atau bahkan tentang hal-hal berbau nakal, namun kini dua laki-laki dewasa itu membahas selisih umur, membahas puber kedua Adnan yang tidak main-main, jatuh cinta sama gadis dua puluh satu tahun.
"Yud, aku pusing," desis Adnan sambil tersenyum kecut, ia meremas rambutnya sambil memejamkan mata sejenak.
"Aku saja yang dengar dan lihat masalahmu saja pusing, apalagi kamu, Nan!" guman Yudha sambil memijit pelipisnya, sungguh masalah Adnan ini sedikit pelik. Yudha sendiri tidak tahu bagaimana nantinya reaksi anak-anak Adnan kalau tahu bapaknya jatuh cinta pada gadis ABG yang lebih pantas jadi anaknya daripada isterinya.
"Edo dan Aldo ngamuk pasti kalau tahu semua ini," guman Adnan lirih.
"By the way kamu emang sudah nembak dia? Bilang soal perasaanmu ke dia?" Yudha benar-benar penasaran, apakah Adnan sudah menyatakan perasaan pada gadis itu?
"Belum berani lah aku, Yud! Paling aku cuma ajak keluar makan siang, aku antar pulang." betulkan? Jujur Adnan masih takut juga kalau nanti ditolak, ia belum siap mendapat penolakan.
"Nan ... Kenapa nggak sama residen mu aja sih?" protes Yudha sambil geleng-geleng kepala.
"Residen katamu, laki-laki semua residen bedah periode ini, Yud! Kau ingin aku ACDC? Sori aku masih doyan cewek, Yud!" tukas Adnan gemas, gila apa sama residen bedah, residen bedah yang mana? Yang perempuan sudah bersuami semua, masak ia mau merebut milik orang? Nggak mungkin banget!
Sontak Yudha terbahak, membuat Adnan makin memanyunkan bibirnya, Yudha mencoba menghentikan tawanya, lalu menatap Adnan lekat-lekat. Kalau bagian bedah residennya lebih banyak laki-laki, kalaupun ada yang perempuan, mereka sudah bersuami, maka bagian penyakit dalam stock residen wanita melimpah, bahkan ada satu yang begitu mencolok perhatian.
"Mau aku kenalin residenku? Si Manda, cerai tiga tahun yang lalu katanya, satu anak, kebetulan laki-laki juga." guman Yudah mulai berpromosi, siapa tahu cocok bukan? Jodoh orang mana ada yang tahu.
"Yang mana?" Adnan sebenarnya tidak tertarik, cuma lihat dulu nggak ada salahnya bukan? Ia masih ragu dengan selisih umur antara dia dan Redita. Meskipun ia sudah yakin betul pada hatinya bahwa ia benar-benar sudah jatuh hati dan jatuh cinta pada Redita Fernanda itu.
"Yang tinggi menjulang itu lho, mantan model dia! Dulu Runner up Puteri Pariwisata juga, umurnya baru tiga puluh dua. Kan nggak jauh banget." tentu sosok itu yang akan Yudha sodorkan, lumayan cocok lah untuk Adnan.
"Yudha, selisihnya banyak juga itu, Yud!" Adnan mendecih, duh kenapa ia harus setua ini sih? Kenapa ia harus sudah setengah abad lebih?
"Tapi kan nggak sampai tiga puluh tahun lebih juga kan? Lha terus kamu mau cari yang umur berapa? Enam puluh tahun?" semprot Yudha kesal, kenapa jadi menyebalkan sekali sih duda tua ini kalau pas jatuh cinta?
Adnan mendengus kesal, sialan! Nggak sekalian nenek-nenek delapan puluh tahun nih? Adnan memijit pelipisnya, kenapa masalah percintaan di usia senja lebih rumit ketimbang masalah cintanya di masa muda dulu?
"Nan, aku balik ke poli dulu deh, habis ini mau balik," Yudha bergegas bangkit, lalu melangkah keluar dari ruang praktek Adnan.
Adnan ikut melirik arlojinya, ia harus bersiap ke OK bukan? Mendadak senyumnya merekah, bukankah Redita akan ikut asistensi dia? Adnan bergegas bangkit dan melangkah keluar, sungguh ia benar-benar jadi seperti anak muda lagi.
***
"Ayo balik!" Andaru tersenyum ketika ia berpapasan dengan Redita di lorong rumah sakit. Sudah jam pulang, dan bukankah mereka ada janji untuk pulang bareng?
"Haduh nggak bisa nih Bang, disuruh asistensi nih," guman Redita malas.
"Yah ... Lha terus nanti kamu balik naik apa? Motor kamu masih di bengkel kan?" Andaru melangkah di sisi Redita yang hendak naik ke lantai atas itu.
"Gampang lah nanti, Bang."
"Abang tungguin aja ya, gimana?" tawar Andaru tidak menyerah.
"Ah tidak perlu, Bang. Abang pulang duluan aja nggak apa-apa," tolak Redita halus, bisa gawat nanti kalau Andaru nekat mau nunggu, kan dia mau balik sama Dokter Adnan.
"Serius nih nggak apa-apa?" Andaru masih belum menyerah.
"Iya, lain kali aja nanti kalau Abang mau antar Redita balik."
Andaru tersenyum, ia mengacak rambut Redita dengan gemas, membuat Redita ikut tersenyum manis.
"Oke, semangat ya! Abang balik duluan, nanti semisal nggak ada yang antar kamu pulang, kamu telepon Abang aja, nanti jemput."
Redita hanya mengangguk, ia tidak tahu bahwa sepasang mata itu ditengah menatapnya dengan tidak suka.
Adnan mendengus kesal, ia benar-benar tidak suka melihat pemandangan itu, sangat tidak suka! Ia bergegas melangkah ke lift dsn mencoba menekan semua perasaan tidak sukanya itu. Ahh ... Dari tahun gajah sampai tahun MRT memang cemburu itu memang sebuah perasaan yang paling menyiksa bukan?
Ia bergegas melangkah dengan tegap menuju OK harus segera membersihkan diri dan berganti gown guna persiapan operasinya yang dimulai sebentar lagi. Ia kembali tengah mencuci bersih-bersih tangannya ketika kemudian sosok itu muncul.
"Baru datang? Sibuk pacaran?" tanya Adnan ketus lalu berlalu begitu saja tanpa berkata-kata apapun.
Redita hanya tertegun di tempatnya berdiri, ia menatap nanar langkah dokter bedah itu menuju salah satu ruangan yang sudah dipersiapkan sejak tadi untuk agenda operasi hari ini. Kenapa nada bicaranya sangat tidak enak? Sedang PMS? Tapi bukanya tadi dia baik-baik saja?
Adnan berusaha menekan kuat-kuat perasaan tidak enak di hatinya itu, mencoba tetap fokus pada operasinya. Ia mencoba melupakan pemandangan yang tadi menganggu mata dan memporak-porandakan hatinya, membuat hatinya panas luar biasa.
Sementara Redita bergegas membersihkan tangannya bersih-bersih, ia harus segera siap sebelum dokter bedah itu makin mencak-mencak. Tapi darimana dia tahu tadi ia sempat ada bicara dengan Andaru berdua? Lagipula apa urusan Dokter Adnan dengan masalah ia dan Andaru? Kalaupun dia mau pacaran dengan Andaru, itu mutlak hak Redita dan tidak ada urusannya dengan Dokter Adnan bukan?
Lantas kenapa ia harus marah-marah seperti tadi? Menyindir dia seperti tadi? Apakah ...,
Ahh ... Tidak mungkin!
Redita menggelengkan kepalanya dan bergegas melangkah menuju ruangan dimana operasi akan dilakukan. Masa iya sih dia punya pikiran bahwa Konsulennya itu punya perasaan kepadanya sih? Gila! Tidak mungkin sekali bukan? Memang Dokter Adnan sedikit berbeda beberapa hari ini, tapi itu bukan berarti bahwa dokter bedah senior itu memiliki perasaan untuk dirinya bukan?
Selama operasi berlangsung, Redita baru sadar kalau sosok dokter bedah itu jadi uring-uringan. Beberapa orang sukses ia bentak selama operasi dilakukan, memuat Redita berkerut bingung dengan apa yang terjadi padanya. Namun ia hanya bisa melirik sosok itu takut-takut sambil berharap bahwa operasi ini segera usai. Rasanya OK yang bagi Redita sudah cukup seram jadi makin seram."Dah, lanjutkan!" seperti biasa, ia pasti memasrahkan urusan jahit menjahit bagian luar itu pada asistennya.Tanpa berkata-kata apapun dokter itu melangkah keluar dan menghilang dari mata Redita. Kenapa sih dia? Kok jadi serem begini? Namun Redita segera menepis semua pertanyaan yang berkelebat dalam pikirannya itu, ia fokus membantu seorang residen menjahit bagian luar sayatan yang tadi Dokter Adnan buat."Oke selesai," guman residen itu lega luar biasa, bukan hanya dia, Redita pun sama leganya.Ia segera melepas handscoon miliknya dan melangkah untuk membersihkan diri. Setelah melep
"Putra Bapak umur berapa, kalau saya boleh tahu?" guman Redita yang bingung harus bicara apa ketika kemudian sosok itu hanya membisu."Oh, tahun ini dia sudah dua puluh enam tahun," jawab Adnan sambil tersenyum kecut, sudah sangat tua sekali ternyata dirinya ini."Dua puluh enam tahun dan sudah hampir selesai PPDS?" tampak Redita terkejut.Adnan hanya mengangguk pelan, "Masuk FK umur enam belas tahun dulu.""Wah hebat," Redita berdercak kagum.Adnan hanya tersenyum, rasanya malah Redita lebih pantas dengan Edo daripada Adnan, benar bukan? Rasanya Adnan benar-benar gila! Jatuh cinta pada gadis kemarin sore? Sungguh diluar kendali Adnan sebenarnya."Ah biasa saja kok, Re. Memang dia sedikit ambis sejak dulu," Adnan menghela nafas panjang, ia mulai sedikit tidak nyaman. Rasa percaya dirinya luntur seketika."Pulang sekarang?" tanya Adnan sambil meletakkan cup miliknya."Boleh kalau Bapak tidak keberatan."Adnan mengangguk i
Redita menghempaskan tubuhnya ke atas kasur kamar kostnya. Kenapa ia jadi galau macam ini sih? Kok bisa sih dia jadi nggak karu-karuan macam ini? Kenapa ia bisa begitu tidak nyaman dengan sikap dingin dokter bedah tadi? Kenapa ada rasa tidak terima atas sikap dingin sosok itu terhadapnya?Dokter Adnan Sanjaya, memang sudah tidak muda lagi, bahkan anak sulungnya aja sudah dua puluh enam tahun, tapi kenapa rasanya Redita begitu suka melihat raut wajah itu? Sangat suka ada di dekat sosok itu? Kecuali kalau sedang di dalam OK saja sih, dia ogah liat scalpel dan genangan darah di dalam perut pasien, ngeri! Sosok itu begitu hangat dan lembut, Redita dapat merasakanya.Apa dia jatuh hati pada sosok itu? Ahh ... Masa iya sih? Kenapa tidak pada sosok Andaru saja yang jelas-jelas sangat kelihatan tertarik padanya. Mana masih muda lagi, lah dengan Dokter Adnan? Lebih tua Dokter Adnan lho dari bapaknya sendiri, gila kan? Bapaknya lima puluh satu, sedangkan Dokter Adnan, lima puluh
“Kau yakin, Nan?” Yudha tersenyum setelah mendengar cerita Adnan tentang perubahan perasaan Adnan terhadap mahasiswi koasnya itu. Lucu juga ya kalau laki-laki berumur macam Adnan jatuh cinta? Rasanya Yudha jadi ingin tertawa terbahak-bahak.“Yakin lah, Yud! Kasian juga kalau dipikir Redita harus dapat suami seumuran bapaknya kayak aku gini, eh tapi tuaan aku ketimbang bapaknya Redita, Yud!” Adnan menghela nafas panjang, sebuah alasan yang tidak egois bukan?“Uhuk ... uhuk ... uhuk ...."Yudha yang tengah meneguk teh hangatnya itu sontak tersedak dan terbatuk-batuk mendengar apa yang tadi Adnan katakan itu. Apa? Lebih tua Adnan ketimbang bapaknya Redita? Ia tidak salah dengar kan? Memangnya berapa umur bapaknya Redita? Kenapa dengan Adnan masih tua Adnan?“Apa katamu, Nan? Lebih tua kamu ketimbang bapaknya Redita?” Yudha kembali bertanya, ia berharap bahwa ia salah dengar. Ditatapnya Adnan dengan tatapan tidak perc
Adnan menatap sosok itu dari jauh, kenapa rasanya ia ingin terus berada di sisinya? Adnan menghela nafas panjang, kenapa begitu rumit sih? Kenapa ia malah tertarik dan jatuh hati dengan sosok itu? Kenapa bukan pada Manda yang kemarin Yudha sodorkan pada dirinya itu? Atau pada rekan sejawat yang lain? Wanita lain yang usianya tidak terlalu jauh terpaut dengan dirinya? Yang bisa diterima akal sehat mengenai perbedaan usia mereka?“Re ... kamu hampir membuaku gila!” desis Adnan gemas lalu dengan gusar melangkah masuk ke ruangannya.Adnan duduk di kursinya, memijit keningnya dengan gemas, ia masih terbayang-bayang obrolannya dengan Yudha kemarin. Cintanya tentu tidak salah, hanya saja waktu yang salah memisahkan jarak usia mereka begitu jauh. Usia yang terpaut sangat jauh sekali. Redita pantasnya menjadi anak Adnan, bukan menjadi isterinya!Ahh ... Adnan harus menang melawan semua perasaannya itu. Toh belum tentu juga kan gadis itu juga punya rasa yang s
Adnan benar-benar tidak mengerti, kenapa ia jadi seperti ini sih? Bukankah ia kemarin sudah memutuskan untuk mencoba menjauh dan membuka diri untuk Amanda, residen interna yang Yudha sodorkan? Wanita yang menurut otaknya pantas mendampingi dirinya yang berstatus duda dua anak itu. Kalau dengan gadis ini? Mana pantas sih? Ia masih terlalu muda dan belia! Sangat tidak pantas mendampingi laki-laki yang hampir masuk masa lansia seperti dia ini.“Kenapa tumben tadi cuma sendirian, yang lain pada ngapain di ruang koas?” Adnan mulai buka suara, sejak tadi hingga sekarang mereka sudah hampir sampai di lokasi, tidak ada obrolan sama sekali. Mereka larut dalam diam masing-masing.“Teman-teman sedang mengerjakan presentasi kasus untuk besok, Dok.”Adnan melirik Redita, ia tampak cantik dengan setelan scrub warna dusty pink itu. Rambutnya ia gerai dengan jepit mutiara ya menjepit rambut bagian kirinya.“Punya kamu gimana, sudah beres?&rd
Yudha tengah membaca laporan follow up yang tadi dihantarkan ke mejanya ketika kemudian iPhone miliknya berdering. Edo? Yudha yakin Edo menelepon hendak bertanya perihal papanya bukan? Tentang siapa wanita yang hendak menggantikan posisi Yuri sebagai wanita spesial di hati Adnan. Haruskah Yudha menceritakan yang sebenarnya? Atau biarkan Adnan yang bercerita sendiri pada Edo? Atau bagaimana?“Halo, gimana Do?” sapa Yudha lirih, jantung Yudha jadi berdegup kencang.“Halo Om, Edo ganggu Om Yudha nggak nih?”“Ah ... santai aja deh, memangnya ada apa, Do?” Yudha mencoba tetap tenang , rasanya perihal Redita ia tidak perlu buka suara pada Edo bukan? Itu di luar kewenangan Yudha, urusan pribadi keluarga sejawatnya, ya walaupun nanti kalau Arra menikah dengan Edo otomatis mereka jadi keluarga besar, tapi untuk sekarang rasanya Yudha tidak ada hak untuk mencampuri urusan mereka. Itu tidak etis.“Om sudah dapat info perihal wanita yang sekarang d
Yudha terkejut ketika kemudian ada yang membuka pintu prakteknya, tampak Adnan muncul dengan senyum kecut. Yudha hanya menatap sosok itu sekilas dan menghela nafas panjang, sementara Adnan melangkah masuk kemudian duduk dihadapan internis sahabat baiknya itu. Datang juga si bapak-bapak bucin ini menemui dirinya.“Sekarang jelaskan kepadaku, kenapa hari ini kamu seolah lupa dengan apa yang kemarin sudah kita bicarakan, Nan?” cecar Yudha yang masih begitu santai bersandar di kursinya. Tentulah dia minta penjelasan, ia sudah menyusun rencana sedemikian rupa untuk memperkenalkan Adnan dengan Amanda, eh sekarang malah Adnan berubah haluan lagi.“Entahlah, Yud. Aku benar-benar lemah beradapan dengan dirinya. Rasanya aku ...,” Adnan tidak melanjutkan kalimatnya, ia kemudian menatap nanar Yudha yang masih serius menanti penjelasan dari Adnan. Adnan tidak masalah kalau Yudha mau memaki-makinya, karena faktanya perasaan ini benar-benar tidak bisa ia kenda