Share

Chapter 8

last update Last Updated: 2021-05-06 23:47:15

Dokter Adnan membawa mobilnya kembali masuk ke halaman parkir rumah sakit. Mereka sudah selesai makan siang, tidak ada yang namanya bahas penelitian atau apapun itu, dan itu membuat Redita berpikir keras, sebenarnya tujuan dia diajak keluar sosok itu untuk apa sih? Cuma buat diajak makan siang aja? Atau bagaimana? Ahh ... Redita sendiri tidak tahu!

Setelah mendapatkan tempat parkir, Dokter Adnan mematikan mesin mobilnya. Menoleh sesaat ke arah Redita, gadis itu masih duduk dengan tenang di joknya.

"Saya tunggu nanti di OK," guman Dokter Adnan lalu melepas seat belt-nya.

"Terima kasih banyak sudah ditraktir makan siang hari ini, Dok, lantas untuk ...."

"Mungkin besok siang ya, maaf saya lupa nggak bawa flashdisk-nya, atau nanti mau ikut kerumah?" potong Dokter Adnan cepat.

"I-ikut kerumah?" Redita tergagap, "Saya rasa besok saja, Dok." guman Redita tegas, ikut kerumah? Yang benar saja!

"Oke, nanti saya kabari."

"Kalau begitu, mari Dokter, saya balik ke ruang koas dulu," Redita bergegas  turun dari mobil Konsulennya itu.

Dengan gemas ia melangkah kembali masuk ke dalam rumah sakit. Terus apa gunanya tadi ia ikut dokter bedah itu keluar kalau ujungnya nggak jadi disuruh bantuin nyusun penelitian? Flashdisk tertinggal katanya, tapi laptop saja tadi juga nggak bawa! Aneh kan? Tapi mana bisa ia menolak perintah Konsulennya itu? Bisa-bisa ia benar dibuat mengulang Stase bedah satu kali lagi! Ogah! Lihat scalpel saja ia langsung tremor!

"Re ... Dari mana sih?" Tasya mengejar langkah Redita, ia salah satu koas bedah juga.

"Dikasih tugas Dokter Adnan, bantu nyusun penelitian," jawab Redita sedikit malas, nyusun penelitian apaan? Cuma diajak makan siang!

"Kok cuma kamu? Lainnya enggak nih?" Tasya melangkah di sisi Redita, mereka hendak menuju ke poli bedah.

"Mana kutahu, aku kan juga cuma disuruh." jawab Redita yang masih bertanya-tanya sebenarnya.

"Tapi untung deh aku nggak disuruh, aman!" guman Tasya sambil nyengir kuda.

Redita hanya bersunggut-sunggut sambil memanyunkan bibirnya, ia masih tidak habis pikir, kenapa tadi ia harus ikut? Atau jangan-jangan Dokter Adnan sengaja mengajaknya makan keluar? Menyusun penelitian itu hanya ia gunakan untuk modus?

Ah ... Masa sih? Mendadak wajah Redita memerah, tapi mana mungkin sih Konsulennya itu seperti itu? Sosok Dokter Adnan memang lain, kharisma laki-laki lima puluh lima tahun itu begitu luar biasa. Residennya saja kalah kok dengan pesona sosok itu. Diusianya yang sematang itu, Dokter Adnan semakin kuat wibawanya, ditambah postur tubuhnya yang masih tetap dan gagah, ia menjelma menjadi laki-laki matang yang paripurna, gambaran laki-laki dewasa yang perfect!

"Re ... Kenapa senyam-senyum? Kesambet?" Tasya menyenggol lengan Redita yang mesam-mesem sendiri itu.

"Ahh ... Nggak apa-apa!" tukas Redita lalu memalingkan wajahnya, jangan sampai Tasya melihat rona wajahnya yang bersemu merah itu.

"Nanti jalan yuk!" ajak Tasya penuh semangat.

"Kemana? Jam berapa?" tanya Redita cepat, ia sudah ada janji!

"Paragon gitu, pulang koas langsung lah bablas sana aja!" ajak Redita dengan berapi-api, ia lelah dan butuh hiburan. Stase bedah membuatnya sering Tremor dan sakit kepala.

Pulang koas? Astaga! Mana bisa sih? Dokter Adnan sudah mati-matian memaksa untuk mengantarkan dia pulang. Eh tapi kenapa dia tidak menolak saja sih? Kan dia bisa menolak? Terus dia bisa ikut Tasya meredamkan pikiran sambil Windows shopping di mall?

"Kayaknya nggak bisa deh," tolak Redita halus, kenapa malah ajakan Tasya sih yang dia tolak? Astaga, Redita!!

"Mau kemana emangnya?" tanya Tasya penuh selidik. Ditatapnya ya Redita penuh tanda tanya, tumben diajak ke mall nolak!

"Motorku bermasalah, udah janjian sama temen mau dibenerin sama dia," lah ... Kenapa Redita pakai bohong segala sekarang?

"Yaudah deh, ngajakin Situmorang aja kalau gitu," guman Tasya santai. Mereka terus melangkah menuju ruang koas.

Redita hanya nyengir lebar, kenapa jadi ia banyak bohong gini sih? Hanya demi nanti biar jadi diantar Dokter Adnan pulang? Eh ... Lalu bagaimana dengan janjinya sama Bang Andaru? Bukankah dia yang lebih dulu menawari dia untuk diantar pulang?

Ahh ... Biarlah nanti bagaimana, Redita malah jadi pusing tujuh keliling. Ia bergegas mempercepat langkahnya kembali ke ruang koas. Nanti jam dua ia harus asistensi bukan? Masuk OK lagi, ruangan sedingin es yang sangat ia hindari itu, astaga ... menyeramkan!

***

Adnan tersenyum geli, ia benar-benar balik jadi macam anak SMA yang sedang jatuh cinta! Puber kedua itu ternyata memang benar adanya! Dia baru percaya setelah mengalami sendiri! Bahkan setelah ia sudah bertekad untuk tidak lagi tertarik dengan asmara, hal itu malah datang dengan sendirinya bukan?

Adnan masuk ke dalam ruangannya, ada beberapa map status pasien yang tergeletak di meja, dibuka dan dibacanya satu persatu, lalu ia tutup kembali.

Ia duduk sambil bersandar di kursinya, jujur ia makin yakin dengan perasannya itu, hanya saja sekali lagi selisih umur yang menjadi penghalang utama dalam masalah ini. Selisih umur yang tidak main-main.

"Haduh, Nan! Kenapa harus dia sih, Nan?" ujarnya pada dirinya sendiri. Kepala Adnan mendadak malah jadi pusing.

Ia memijit keningnya dengan gemas, bagaimana kalau nanti anak-anaknya tahu? Apa komentar mereka? Adnan masih sibuk memikirkan bagaimana pendapat anak-anaknya ketika kemudian pintu ruang prakteknya terbuka.

"Nan!" Yudha muncul lalu duduk di hadapan Adnan. Sorot mata dokter penyakit dalam itu penuh selidik, Adnan bisa membacanya dengan jelas. Jangan bilang kalau ....

"Ada oper pasien lagi?" Adnan menatap sejawatnya itu, tampak wajah Yudha begitu kepo.

"Bukan!" tukas Yudha gemas, "Gadis yang kamu maksud itu koasmu?" tanya Yudha to the point.

Adnan sontak menegang, dari mana Yudha tahu? Atau tadi ia lihat Adnan pergi bersama Redita? Rasanya tadi area parkir sepi, atau Yudha berdiri di suatu tempat yang bisa melihat dengan jelas Redita turun dari mobilnya? Bisa jadi bukan?

"Dari mana kamu tahu?" Adnan rasa tidak ada gunanya lagi mengelak bukan? Yudha sudah tahu dan ia bukan tipe orang yang mudah dibodohi.

"Nah berarti betul!" Yudha menjentikkan jarinya lalu bersandar di kursi. Wajah Yudha sulit diartikan, antara senang, tegang dan entah apa lagi, Adnan tidak dapat membacanya.

"Aku salah ya, Yud?" Adnan tersenyum kecut, jatuh cinta pada gadis yang bahkan dengan Edo saja lebih tua Edo lima tahun!

"Tidak, hanya saja mungkin kau perlu usaha yang lebih jika ingin benar-benar mendapatkan apa yang kamu mau, Nan. Kau tahu bukan ...," Yudha tidak melanjutkan kalimatnya, ia hanya membuat tanda dari tangannya dan Adnan tahu betul apa artinya itu.

"Kalau laki-laki yang melamar Arra selisih tiga puluh empat tahun dari dia, sebagai orangtuanya apa yang kamu lakukan, Yud?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
dwi nurhayati
cerita nya bagus tapi terlalu banyak kalimat tudak efektif
goodnovel comment avatar
Mizcell 2021
terlalu banyak kata sih yg diulang² dan juga kata bukan yg justru mlh bikin ambigu. bnyak typo
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Di Ujung Senja   Extra Part 15

    Redita hendak kembali pulang selepas jaga malam pagi itu ketika ia mendapati Land Cruisser yang ia tahu betul adalah milik sang suami sudah terparkir di halaman parkir rumah sakit. Tak beberapa lama sosok itu turun dari mobil, tersenyum begitu manis ke arahnya.Rasanya Redita ingin berlari dan menjatuhkan diri di pelukan sang suami kalau saja mereka tidak sedang berada di halaman rumah sakit saat ini. Jadi Redita sekuat tenaga menahan keinginannya untuk melakukan hal itu, ia melangkah perlahan mendekati sang suami yang tersenyum begitu lebar ke arahnya.“Hai suamiku,” sapa Redita lalu mengulurkan tangannya, bergegas mencium punggung tangan Adnan begitu uluran tangannya terbalas.“Hai juga isteriku, kamu tampak lelah. Bisa kita pulang sekarang? Aku rindu dengan jagoan kecilku.”Redita sontak mencebik, ia memanyunkan bibirnya yang sukses membuat Adnan terkekeh melihat perubahan wajahnya itu.“Jadi pulang cuma kangen sama

  • Di Ujung Senja   Extra Part 14

    Beberapa hari kemudian ... “Dokter!” Redita setengah berlari mengejar langkah dokter Ricard, beliau adalah dokter bedah yang bertanggung jawab pada sang nenek pasca operasi kemarin. Dan hari ini adalah visiting terakhir, bukan? Kondisi sang nenek sudah lebih baik, dan itu artinya dia sudah boleh pulang. Untuk itu Redita ingin melihat wajahnya, mungkin untuk terakhir kalinya dia bisa melihat wajah-wajah yang dulu menorehkan luka dengan begitu dalam di relung hati Redita itu. “Ada apa, Re?” tanya dokter Richard yang tampak mengerutkan kening melihat Redita berlari-lari menghampirinya itu. “Boleh saya ikut visiting, Dok?” mohon Redita dengan nafas terenggah-enggah. “Tentu boleh, bukan kah pasien itu pertama kali datang kamu yang pegang?” tampak dokter Ricard tersenyum, ia sudah hendak kembali melangkah ketika kemudian tangan Redita mencekal tangan dokter Richard, mencegahnya melangkah lebih jauh. “Dok, tunggu sebentar!” Dokter Ric

  • Di Ujung Senja   Extra Part 13

    Redita tersenyum menatap sosok itu yang masih terbaring tidak sadarkan diri. Beberapa alat medis masih menempel di tubuh renta itu. Ia sudah berhasil melewati masa kritisnya, tinggal menanti dia kembali sadar dan kondisinya pulih.Redita meraih tangan berkeriput itu, meremasnya perlahan dengan hati yang teramat pedih. Bayangan masa lalu dimana sosok itu dengan tangan yang saat ini Redita genggam, sering menamparnya, menjewer telinga Redita sampai memerah, mecubit pahanya sampai memar membiru dan terkadang memukul kakinya dengan gagang sapu. Belum lagi, mulut yang sekarang terpasang ventilator itu, dulu begitu pedas tiap mengata-ngatai dirinya, mencaci-maki Redita yang bahkan dulu masih begitu kecil dan tidak paham apa-apa.Redita menghela nafas panjang, berusaha melupakan semua itu meskipun rasanya begitu sulit dan tidak semudah yang ia katakan. Redita melirik jam dinding, sudah pukul setengah enam, ia bergegas merogoh saku snelli-nya, mengambil masker medis yang

  • Di Ujung Senja   Extra Part 12

    "Iya Sayang, stok ASIP Adta sudah ready banyak di kulkas, jangan khawatir ya." Redita tersenyum, malam ini ia harus jaga IGD sampai besok pukul tujuh pagi. Dan Adnan sudah ribut khawatir dengan Adta katanya."Benar? Apa perlu aku balik ke sana sekarang?"Sontak Redita tertawa, ah lebay sekali bapak tiga orang anak itu? Sebelum mereka kembali bertemu, toh Adta baik-baik saja jika dia ada jaga malam, kenapa sekarang dia jadi begitu khawatir?"Sudah, tenang saja! Jagoan kecil kita aman dan akan baik-baik saja, Sayang." guman Redita lirih, tidak ada yang perlu dikhawatirkan, semua akan baik-baik saja."Yasudah, kabari aku terus ya. Aku benar-benar khawatir dengan kalian berdua."Redita tersenyum, hatinya berbungga-bungga mendengar nada kekhawatiran itu meluncur dari bibir sang suami. Rasanya ia begitu bahagia mendengarnya. Bagaimanapun, setua apapun laki-laki yang menjadi suaminya ini, dia benar-benar sosok yang begitu peduli dan penyayang. Ah ... sung

  • Di Ujung Senja   Extra Part 11

    Adnan tersenyum ketika mendapati panggilan dari nomor itu, nomor yang ia tunggu untuk memberinya kabar perihal perkembangan pendaftaran itsbat nikahnya. Semoga semuanya lancar dan tidak perlu waktu lama ia bisa mendaftarkan pernikahannya dan memperoleh apa yang sudah ia janjikan kepada sang isteri sejak dulu.“Halo, gimana Fan?” tanya Adnan yang sudah sangat tidak sabar itu.“Berkasnya sudah masuk, Dok. Sudah diurus sama isteri saya, nanti tinggal tunggu kabar persidangannya saja ya, Dok.”Wajah Adnan makin cerah, senyumnya mengembang sempurna mendengar hal itu. Redita pasti akan sangat bahagia mendengar kabar ini, bukan? Impiannya untuk bisa segera memiliki buku nikah dan menikahi Redita secara resmi akan terwujud.“Baik, saya berterima kasih sekali padamu, Fan. Sampaikan ucapan terima kasihku pada isterimu juga, ya.”Adnan menyandarkan tubuhnya di kursi, hatinya tengah berbunga-bunga. Rupanya inilah kebahagiaan

  • Di Ujung Senja   Extra Part 10

    Adnan mematikan mesin mobilnya ketika ia sudah sampai di halaman rumahnya. Mobil Edo dan Arra masih ada, itu artinya dia masih di sini, belum kembali ke Jogja dan Arra belum balik ke rumah Yudha. Ya ... memang seperti itu, bukan? Selama Edo masih harus pendidikan di Jogja, Edo harus terpisah dari sang isteri karena Arra sudah dinas di salah satu rumah sakit swasta di Solo dan sebuah klinik. Jadi lah tiap Edo di Jogja Arra lebih memilih pulang ke rumah orang tuanya karena di rumah Adnan ini ia merasa kesepian.Adnan bergegas turun, melirik arlodjinya dan masuk ke dalam rumah. Sudah pukul setengah lima. Bisa lah dia mandi besar dulu lalu sholat subuh dan bersiap berangkat ke rumah sakit. Adnan bergegas naik kelantai atas, hanya dapur yang sudah tampak menyala lampunya, yang artinya dua asistennya sudah sibuk menyiapkan sarapan dan melakukan pekerjaan lain.Adnan bergegas masuk ke dalam kamar, mandi dan bersiap sholat. Ia tersenyum menatap kamarnya itu. Kelak kamar ini ak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status