Matahari menyengat begitu terik, namun tidak menyurutkan Erlangga dan Joko menyelesaikan pekerjaannya, beberapa motor yang mengantri untuk di servis masih terparkir di dalam ruko milik Erlangga.
Disaat Erlangga tengah asik memperbaiki motor yang hendak ganti ban, seorang perempuan cantik dengan dandanan modis masuk ke dalam bengkel. Perempuan itu tengok kanan kiri seolah mencari keberadaan seseorang.
"Mencari siapa mbak?" Tanya seorang pelangan bengkel yang duduk dikursi bambu depan bengkel.
"Saya mencari Mas Erlangga, apa benar dia bekerja di bengkel ini?" Jawab perempuan berlesung pipi itu.
Melihat perempuan cantik, obsesi Joko terbangkitkan, matanya berbinar-binar bak melihat segepok berlian. Tak mau kehilangan kesempatan Joko langsung menyapa perempuat cantik yang berdiri di pintu bengkel.
"Hallo, Tia." sapa Joko ternyata yang baru saja datang adalah Tia, sahabat masa kuliahnya dulu, Tia memang terkenal cantik, namun kini setelah berhasil mengejar karir Tia berkali lipat semakin cantik, berkerudung modis tren masa kini dengan bawahan celana levis, dan sepatu berhak seditik tinggi menambah elegan tampilannya.
"Kamu kerja disini, Jok? atau kamu yang punya bengkel ini?" Tanya Tia sambil tersenyum simpul.
"Gini-gini aku udah punya usaha kecil-kecilan lho, Tia? apa kamu mau sama aku, sekarang?" Joko sedikit menggoda sahabatnya. Sedang Erlangga hanya tersenyum geli melihat kelakuan Joko.
"Wah, mau dong." Jawab Tia sambil tertawa kemudian melanjutkan perkataannya.
"Kamu lho Jok, ga pernah berubah dari dulu, sukanya godain aku terus, giliran diajak serius, kamu kabur, dasar cemen."
Erlangga sudah tak tahan menyembunyikan tawanya, sedang Joko menggaruk tengkuknya yang tak gatal, melihat tawa kedua sahabatnya itu.
"Ada nyari aku, Ti?" Tanya Erlangga mengalihkan perhatian, seraya melangkah mendekati Tia yang masih berdiri di pintu bengkel.
Sekilas Tia melihat ke arah Joko kemudian tersenyum geli melihat joko yang dongkol karena mangsanya teralihkan, kemudian dia kembali menatap Erlangga.
"Ya Allah pantes aku ga ngenalin kamu, Nga. rambut gondrong deh kayak preman aja." Ucap Tia asal.
"Biar kamu ga bosen lihat aku, Ti." Ucap Erlangga santai.
"Ealah, udah ketularan Joko kayaknya kamu, Nga. . . pinter godain sekarang."
"Itukan sama kamu, Ti. . . jadi ada apa?" Tanya Fikri kembali serius.
"Aku hanya menyampaikan pesan dari sari, dia mau minta maaf sama kamu, tapi dia takut mau nemuin kamu, Nga."
"Oh, katakan aku sudah memaafkannya, tapi maaf aku tidak bisa bertemu dengannya." Ucap Erlangga sambil menatap jalanan di depannya.
"Kalian punya masa lalu?"
Erlangga tak menjawab, dadanya terasa sesak teringat cintanya pada Sari yang berakhir tragis, kenangan bersamanya berkelebat dalam ingatannya. Erlangga mendesah nafas berat, namun dia tetap diam tak mengeluarkan sepatah katapun.
"Sorry, sorry kayaknya aku salah bicara, serius nga, aku minta maaf."
"Ga masalah, ngomong-ngomong maaf nih, aku sampai lupa ga nyuruh kamu duduk, tapi bingung juga nyuruh kamu duduk dimana." Erlangga tengok kanan kiri mencari tempat nyaman untuk duduk, namun sepertinya semua kursi dan bangku telah penuh terisi oleh pelanggannya.
"Ga apa-apa, ngga. lagian aku cuma mau nyampein pesen dari Sari aja, karena semalem dia telpon aku, minta tolong aku menyampaikan itu." Tia menarik nafas panjang kemudian lanjut bicara.
"Ya udah deh, aku pamit ya, aku harus balik kantor sekarang, jam istirahat udah abis, senang ketemu kalian."
"Main aja kesini kalau kamu ada waktu,Ti. Tapi hari jumat kita tutup." Ucap Erlangga.
"Inshaallah kapan-kapan aku main sama temen-temen, Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Sahut Erlangga.
Cuaca yang tadinya cerah berubah mendung, memang akhir-akhir ini cuaca sulit diprediksi, yang tadinya panas tiba-tiba mendung atau kadang malah langsung turun hujan. Dan kini kota Jogja diguyur hujan deras disertai angin kencang, sesekali petir menyambar memekakkan telinga. Erlangga dan Joko sedang membereskan peralatan bengkel, saat ada motor matic yang tiba-tiba masuk ke pelataran bengkel.
Erlangga mendongak dan terlihat seorang perempuan berhijab sedang melepas helm, kemudian menghampirinya.
"Maaf Mas, bengkelnya udah mau tutup ya?" Tanya perempuan berhijab itu sambil mengosok-gosok kedua lengannya.
"kenapa mba?" Tanya Erlangga.
"Itu mas, motor saya bocor, lampunya juga tiba-tiba mati? apa masih bisa saya nambal ban?" Tanya Hima penuh harap, karena dia tak mungkin pulang jalan kaki. rumahnyapun masih lumayan jauh.
"Sebenarnya udah tutup mba, tapi ga apa-apa, saya betulin motornya mba." Jawab Erlangga sambil berjalan ke arah motor Hima dan mendorongnya masuk ke dalam bengkel.
"Duduk dulu mba, sambil nunggu hujan reda, mba ga bawa mantel?"
"Ga bawa mas, tadi pagi kayaknya cuaca cerah, eh ternyata sore hujan."
"Memang beberapa hari ini, cuaca sulit ditebak, kadang tiba-tiba hujan, kadang tiba-tiba panas." Ujar Erlangga sambil menaruh peralatan bengkel di samping motor Hima.
"Iya mas."
"Ini mba, minum dulu tehnya, nanti ndak masuk angin." Ucap Joko sambil menaruh segelas teh hangat di samping Hima.
"Waduh jadi repot-repot nih mas."
"Ah, ga mba, memang tadi saya sedang bikin teh buat kami berdua, eh mbaknya datang, ya udah sekalian." Terang Joko sambil berjalan kedepan motor Hima, dan mulai membuka bagian depan motor Hima.
"Boleh tau ga mbak, namanya siapa?" Beginilah Joko penyakitnya akan kambuh jika melihat perempuan cantik.
"Hima, Mas."
"Mbak Hima rumahnya dimana?" Tanya Joko lagi.
"Kamu itu mau tau aja lho, Jok. Maafkan temannya saya mbak, dia memang begitu," Kata Erlangga.
"Ya ga apa-apa, Ngga. biar ga sepi , ya kan mba?." Jawab Joko membela diri.
Erlangga geleng-geleng kepala, kemudian menarik napas panjang, sedang Hima hanya tersenyum melihat interaksi keduanya.
Hujan sudah mulai reda, menyisakan embun dipucuk dedaunan, yang menandakan udara justru semakin dingin.
Erlangga dan Joko baru saja menyelesaikan perbaikan motor milik Hima, kemudian Erlangga menuntun motor itu ke teras bengkel.
"Ini uangnya mas." Hima memberikan uang lima puluh ribuan pada Erlangga.
"Tunggu sebentar saya ambilkan kembalian." jawab Erlangga kemudian masuk ke dalam bengekel, lalu keluar dengan membawa uang kembalian dan jas hujan.
"Ini kembaliannya mba, dan ini ada jas hujan, buat jaga-jaga kalau nanti hujan lagi,"Ucap Erlangga sambil memberikan jas hujan dan uang kembalian.
"Ga usah mas, ngrepotin, lagian mas juga nanti pulangnya gimana kalau hujan lagi?"
"Kami bisa menginap disini, ambil aja mba, jaket mbak udah basah, nanti malah mbaknya masuk angin."
Hima akhirnya menyerah, mengambil uang dan jas hujan dari tangan Erlangga, "Makasih ya mas, maaf jadi merepotkan."
"Sama-sama mba, kami ga merasa direpotkan kok." Ucap Erlangga sambil tersenyum.
"kalau gitu saya pamit dulu, sekali lagi trimakasih, Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Hima menyalakan motornya, kemudian keluar dari halaman bengkela meninggalkan Erlangga dan Joko yang sedang menatap kepergiannya.
Kebohongan tetaplah kebohongan walau terbungkus untaian kata indah dan rangkuman bunga, Pelangi pun enggan muncul kala langit kembali gelap. Dan seketika angin akan membawa badai untuk menghemapas gelombang.Pagi hari yang cerah dengan suara kicau burung nan merdu, kilau mentari pagi menapak diantara dedaunan dan bunga-bunga pun bermekaran dengan indah."Hima, Ibu berangkat ke warung dulu, kasian mas mu kalau tidak ada yang bantu, nanti kalau Bapakmu pulang, tolong bikinkan minum ya.""Iya, Bu. Lha ibu berangkat ke warung sama siapa? apa Hima antar aja, Bu?" Sejenak Hima meletakkan gunting pemotong tanaman, dan melangkah menuju tempat ibunya berdiri."Ga usah, Ibu berangkat sendiri aja.""Bawa motor?""Lha iya, masak mau jalan kaki, gempor kaki ibu." Jawab Ibunya disertai senyum yang tersunging di wajahnya."Ya udah kalo gitu, Ibu hati-hati ya..." Hima mendekati Ibunya untuk mencium tangannya."Ibu bera
Hujan yang terus menguyur kota Yogyakarta beberapa hari ini cukup lebat, seperti air yang ditumpahkan dari langit. Seperti hari ini dari selepas subuh hingga menjelang dzuhur, hujan belum juga terhenti, justru diikuti petir yang saling bersahutan dan saling menyambar.Farhan menyadari bahwa apa yang sedang dia alami adalah buah dari perbuatannya, sebuah episode terberat dalam hidupnya jika sampai dia harus menentang keinginan orang tuanya untuk menikah dengan Hima, namun dia juga tak kuasa untuk meninggalkan kekasihnya. Tapi benar kata Hima, dia hanya manusia biasa yang tak luput dari kekhilafan.Menatap hujan yang turun dengan derasnya, Farhan menarik nafas panjang bayangan kekasihnya berkelebat silih berganti, kenangan-kenangan bersamanya berputar silih berganti dari memori otaknya, apakah semua kenangan itu akan benar hanya tinggal kenangan? apakah sebuah keputusan yang benar jika dia memilih Hima demi orang tuanya? bagaimana perasaan Hima jika i
Hima menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Erlangga."Eh, Mba Hima apa kabar?" Tanya Joko sambil mengusap wajahnya yang terkena tetesan air hujan."Alhamdulilah baik, Mas Joko.""Ayo masuk mba, hujannya bertambah deras,"Hima menatap ke arah Joko, tapi mendadak perhatiannya teralihkan oleh seseorang yang sedang keluar dari mobil yang terparkir di sebrang rumah Erlangga.'Nurul' Gumam Hima.Tanpa memperdulikan hujan yang mengucur deras Hima berlari kearah mobil itu, dan berhenti tepat di depan perempuan yang ia panggil dengan sebutan Nurul.Erlangga dan Joko mematung melihat aksi tak terduga yang dilakukan Hima.Hima terengah, manik matanya menyusuri setiap jengkal tubuh Nurul yang kini berdiri di hadapannya. Hima menarik nafas panjang melihat Nurul dengan penampilan yang berlawanan dengan apa yang sering ia kenakan dulu. Pakaian minim dan tak lagi berjilbab. Hima menyeka wajahnya yang terkena guyuran hujan, kemudian dengan pela
Setelah berunding dengan Hima, akhirnya Farhan memutuskan untuk mengajak keluarganya untuk bersilaturahmi dengan keluarga Hima, bagaimanapun mereka harus menyelesaikan pembicaraan yang pernah dulu pernah tersampaikan.Awan hitam yang berkumpul sedari tadi sudah mulai berubah menjadi rintik hujan, dua keluarga sedang berkumpul di ruang tamu keluarga Hima, Farhan tertunduk, begitupun dengan Hima, setelah Pak burhan selesai berbasa-basi dengan keluarga Hima, kini giliran Farhan dipersilahkan untuk bicara."Sebelumnya saya mohon maaf pada keluarga bapak Syahrul sekeluarga selaku orang tua dari Hima, dan juga pada keluarga saya, sebenarnya saya berat mengambil keputusan ini, tapi demi Allah bukan karena ada kekurangan atau kesalahan dari Hima, tetapi ini murni karena kesalahan saya, yang tidak bicara jujur sedari awal jika saya mempunyai seseorang yang saya harapkan bisa menjadi pendamping hidup hingga akhir hayat."Farhan semakin menunduk, tak ada
Erlangga tiba-tiba saja merasa gugup di duduk bersebelahan dengan Hima, padahal tak seperti ini dulu rasanya ketika ia masih bersama dengan Sari, atau mungkin karena dia telah mengenal Sari sejak mereka masih remaja? Entahlah, namun Erlangga benar-benar merasa seolah dia sedang berhadapan dengan seseorang yang sangat istimewa, yang membuat jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Dan entah mengapa baru kini ia sadari akan hal itu."Mas Erlangga kali yang punya pacar?" Tanya Hima dengan nada bercanda."Siapa yang mau sama laki-laki kere kayak aku ini?""Siapa bilang kamu kere? punya bengekel sendiri, punya karyawan, kayak gitu masak kere."Erlangga terkekeh, tak tahu mesti jawab apa . . . seharusnya dia memang tak sesederhana ini, jabatan sebagai direktur pernah ia pegang, namun ia harus melepas segalanya demi membela harga dirinya."Perempuan mana yang mau sama orang yang duitnya pas-pasan kayak aku ini Tho, Him?"Dalam hati Erlan
Farhan memarkirkan mobilnya di parkiran stasiun tugu Yogyakarta, berdiri sebentar disamping mobil sekedar menyulut rokok yang terselip di jarinya, sekejap asap rkok mengepul dari bibir laki-laki bertubuh jangkung itu, menatap sekeliling lahan parkir yang luas lalu melangkah menuju pintu keluar stasiun untuk menunggu pujaan hatinya.Pricilia gadis keturunan Tionghoa yang berhasil memikat hatinya, menarik segala perhatiannya, Farhan sangat merindukan wanitanya, Ya wanitanya calon ibu bagi anak-anaknya.Tak berapa lama kereta yang membawa Pricilia dari Jakarta telah tiba, keluarlah perempuan cantik berhijab diantara rombongan para penumpang yang antri di pintu keluar.Farhan membuang rokoknya, dia terkesiap melihat penampakan yang begitu anggun dari pujaan hatinya, apa dia salah orang? Ayolah Farhan bahkan kalian lebih dari sekedar dekat mana mungkin kau salah mengenali orang."Pri . . .ci. .lia?" Farhan terbat
Pricilia mengagumi sifat yang dimiliki oleh Hima, sosok gadis jawa yang sederhana tanpa banyak improvisasi dalam hidupnya. Setelah kemarin Pricilia bertemu dengan orang tua farhan, kini Ia di ajak oleh Farhan berkunjung ke rumah Hima, sesuai janjinya pada Hima Supaya Farhan mau mengenalkan sosok pricilia pada dirinya. Dan sekarang disinilah mereka diteras sederhana dengan bernuansa bunga dan tanaman hias yang merupakan hobi sebagian besar dari keluarga Hima."Aku sungguh tak percaya jika saat ini aku bisa bersama mas Farhan dan berada dikampung halamannya, bahkan keluarga Mas Farhan mau menerimaku apa adanya diriku, yang masih harus belajar banyak tentang agama, dan aku bertambah bahagia karena mempunyai teman baru sepertimu, Hima.""Akupun demikian, Lia, aku senang mempunyai seorang teman baru sepertimu, member ku inspirasi untuk harus lebih dekat pada Allah, malu rasanya kau yang notabene berasal dari agama lain, justru lebih rajin belajar dan mengerjakan perintah agam
Hima menatap ponselnya yang tadi menyala karena seseorang yang terus saja menghubunginya, wajahnya ayunya berubah murung, moodnya yang ia bangunsusah payah agar bisa menyelesaikan pekerjaannya dengan baik nyatanya runtuh karena nama yang berulang kali muncul di layar ponselnya.'Ardan' Laki-laki yang menyemai luka dihatinya, kembali dengan gombalan dan omongan palsu yang menyesakkan hatinya.Hima masih terus membiarkan laki-laki itu menghubunginya namun sengaja ia tak mau mengangkat telpon dari laki-laki tersebut. Sakit hati dan kecewa yang ia rasakan melebihi rasa cinta yang dulu ia berikan pada laki-laki itu, hingga kini walau Ardan menangis darah sekalipun tak kan pernah membuat hatinya luluh.Hingga bel pulang sekolah pulang, Hima membereskan buku acuan mengajarnya dan mengambil tas yang tersampir di belakang kursinya.Mengenakan helm lalu menstater motor matic miliknya menuju ke sebuah gerai makanan cepat saji yang tak jauh dari sekolah, Erlangga tak senga