Acara telah selesai dengan sangat meriah. Tamu undangan perlahan membubarkan dirinya. Namun tidak demikian dengan keluarga besar Jingga yang kini tengah berkumpul di ruang keluarga kediaman Jingga.
"Jingga! Jelaskan pada kami!" ucap Hadi dengan raut wajah tak bersahabat.
"Ayah, apa yang harus aku jelaskan!" ucap Jingga langsung terisak menangis.
Semua terdiam, tak ada satupun yang berbicara.
"Kau mempermalukan ayahmu ini di depan semua orang!" ucap Hadi menghardik Jingga dengan sangat kasar.
"Pa, pelankan suara anda!" ucap Badai menyela kalimat Hadi.
'braaak'
Hadi menggebrak meja.
"Jangan karena kau sudah menikahi puteriku sekarang kau seenaknya melawanku!" ucap Hadi dengan mata mendelik tak ramah.
"Ayah! Badai telah menyelamatkan kita karena dia tak datang!" ucap Jingga sambil berderai air mata.
'glegg'
Semuanya seolah kembali tersentak dan tersadar oleh kenyataan.
Hadi juga terlihat gugup, dia menyadari jika tak ada satupun keluarga calon besannya yang menghubunginya.
"Apa ada salah satu dari calon besan yang menghubungi kalian?" ucap Hadi sambil menatap satu persatu seluruh anggota keluarganya.
'glegg'
Semua menggeleng pelan dan meratap karena memang tak ada satupun dari mereka yang dihubungi oleh keluarga calon mempelai pria.
'hiikz'
Jingga semakin menangis tersedu sedan, air matanya tumpah tak lagi tertahan.
'gepp'
Badai menarik Jingga ke pelukannya untuk memberikan ruang bagi Jingga bersandar.
Hadi terdiam, dia melihat puterinya justru sesenggukan di hadapannya di hari pernikahannya.
Jiwa Hadi terguncang hebat menyadari betapa sejak tadi puterinya telah menanggung beban yang sangat berat, namun dia mengabaikannya.
"Argh!"
Hadi menekan dada kirinya yang terasa sakit.
'bruuk'
Tak berselang lama, Hadi ambruk tepat di hadapan Badai.
"Pak, Pak,?" ucap Badai namun Hadi tak bergeming.
"Ayaaah!" teriak Jingga yang langsung menghampiri ayahnya.
"Masih bernafas! Ayo! Bantu aku mengangkatnya ke kasur." ucap Badai kepada beberapa anggota keluarga lainnya yang juga panik.
Dengan cepat mereka membawa Hadi ke kamarnya dan membaringkannya di kasur.
Tak berselang kemudian, seorang dokter ternama datang ke kediaman mereka.
"Tuan Badai!" ucap dokter itu menyapa Badai karena dia mendapatkan panggilan dari Badai.
"Dokter Helmi, tolong periksa dia." ucap Badai kepada dokter pribadi yang sengaja diundangnya untuk memeriksa Hadi.
Semua mata menatap tercengang, tak terkecuali Jingga. Jingga tahu betul jika dokter Helmi bukanlah seseorang yang mudah ditemui. Namun, dengan satu kalimat telepon dari suaminya, dokter Helmi bahkan langsung datang untuk memeriksa ayahnya.
"Dia itu siapa sebenarnya? Apa dia benar benar seorang Hankaara?" gumam Jingga sambil menatap tak percaya.
Jeda menit berikutnya, kamar masih tertutup. Dokter Helmi masih memeriksa ayahnya di dalam. Jingga yang merasa belum nyaman dengan suaminya memilih diam saja menunggu diluar membiarkan Badai menemani ayahnya.
'ceklek'
Pintu kamar terbuka.
"Jingga! Kita akan membawa ayah ke rumah sakit." ucap Badai yang dengan dinginnya dia langsung berjalan keluar seperti menunggu seseorang.
"Jingga, kamu kenal dia dimana?" tanya saudara Ibunya Jingga bertanya.
"Aku baru saja menemuinya tadi di halaman gedung Bu." ucap Jingga apa adanya.
"Haaah!" beberapa keluarganya langsung menjerit seirama menjawab ucapan Jingga.
Jingga sendiri bingung, bagaimana bisa dia menikah begitu saja dengan pria yang bahkan baru dikenalnya hanya demi menyelamatkan hari pernikahannya.
"Dia itu siapa? Apa benar dia pewaris Hankaara yang terkenal itu?" ucap Shalom pada Jingga.
"Aku tak tahu kak." jawab Jingga pada kakak sepupunya itu dengan raut tak kalah putus asa.
'drrrt'
'drrttt'
Terdengar suara baling baling helikopter menderu dihalaman. Empat pria berpakaian perawat turun dengan bangsal dorongnya menuju rumah.
"Dokter Helmi! Berikan perawatan terbaik untuk ayah mertuaku. Kau, ikutlah dengannya." ucap Badai dengan raut dinginnya berkata pada Jingga.
'glegg'
Jingga hanya menuruti saja karena ingin menemani ayahnya.
"Tunggu! Apa biayanya sangat mahal, bisakah kita menggunakan mobil saja supaya biayanya lebih murah?" ucap Jingga pada perawat yang membawa ayahnya itu.
"Nyonya! Ini fasilitas pribadi Tuan Badai, untuk apa anda cemas?" ucap perawat itu sambil terus berjalan mendorong bangsalnya yang membawa Hadi diatasnya.
'degg'
Jingga terdiam, dia sangat terkejut mendengarnya. Dengan cepat dia langsung berjalan mengikuti.
Perjalanan kerumah sakit yang cukup jauh hanya memakan waktu lima menit saja menggunakan helikopter. Jantung Jingga berdegup sangat kencang karena ini adalah kali pertamanya menaiki helikopter.
Tiba di rumah sakit, Jingga langsung disambut pelayanan terbaik dari paramedis. Hadi langsung ditempatkan di paviliun khusus yang bahkan Jingga baru kali pertama ini mendatanginya.
'aku baru tahu jika dirumah sakit ini ada ruang perawatan yang ekslusif seperti ini.' gumam Jingga dalam hatinya.
Di dalam ruangannya ini, Hadi memiliki semua peralatan medis lengkap dengan perawat yang berjaga dua puluh empat jam menemaninya.
"Nyonya Jingga! Silahkan ikut dengan kami." ucap seorang wanita berpakaian sepan hitam dengan jas senada.
"Maaf, anda sepertinya salah orang." jawab Jingga menjawab dengan tersipu.
"Pulanglah, ganti pakaianmu, Leta akan menemanimu kerumah kita." ucap Badai yang baru saja datang menghampirinya.
"rumah kita?" tanya Jingga dengan kening berkerut.
"Yaa! Kau isteriku mulai tadi siang, jadi malam ini kau akan pulang kerumahku! Mengerti!" ucap Badai dengan tenangnya.
"Tidak! Aku akan menginap disini menemani ayah." ucap Jingga dengan suara cukup lantang.
"Disini ayah akan sangat aman dan nyaman, dua perawat akan berjaga dengan baik. Kita akan mengunjunginya besok pagi." ucap Badai membujuk.
"Tidak! Aku tak akan meninggalkan ayah, meski aku harus tidur di teras." ucap Jingga bersikukuh.
Badai terdiam, dia tak mau berdebat dengan Jingga.
"Leta, pulanglah. Bawakan keperluan kami untuk menginap disini." ucap Badai pada wanita itu yang langsung berjalan pergi meninggalkan mereka.
'gelgg'
Jingga menelan salivanya sangat kasar. Diliriknya sekilas wajah Badai yang tetap tenang setelah kelakuannya yang pasti membuatnya kesal.
"Maaf! Aku hanya tak tega membiarkan ayah dengan orang lain. Aku hanya ingin menemaninya. Kau boleh pulang jika kau enggan disini. Dan, terimakasih untuk semuanya." ucap Jingga dengan suara terbata-bata mencoba menempatkan posisinya.
Badai terdiam tak bergeming juga tak menjawab. Pria itu tetap duduk bertumpang kaki dengan tangan melipat di dadanya.
Sebuah gestur yang sangat pas sekali untuk kaum berada seperti keluarga Hankaara.
Jingga mencari cari ponselnya, namun dia benar-benar melupakan dimana meletakkannya. Sejak pagi tadi Jingga sama sekali tak menyentuh barang pribadinya itu.
"Kau mencari in?" ucap Badai sambil menyerahkan ponsel bercase ungu itu pada Jingga.
'degg'
Jingga tercengang mendapati ponselnya ditangan Badai.
"Jangan salah faham! Kau menjatuhkannya saat menangis di luar gedung, aku hampir menginjaknya jadi kupungut saja. Ternyata wallpapernya wajah sendu." ucap Badai sangat datar.
"Kau! Sendu?" ucap Jingga langsung tercekat emosi mendengarnya. Buru buru dia menyelipkan ponselnya.
Namun dilihatnya lagi jika Badai sama sekali tak mempedulikannya, Jingga merasa lega.
Perlahan, Jingga mulai mengotak atik ponselnya. Dia mencari sesuatu disana.
BADAI HANKAARA
klik!
'blaaar'
Jingga terkesiap tak percaya dengan nafas tersengal seketika mendapati hasil pencariannya di internet ternyata sangat diluar keinginannya.
"Kau ini kenapa? Seperti baru melihat hantu saja!" ucap Badai sambil menatap Jingga sangat penuh tanda tanya.
"Ti! Tidak apa apa!" jawab Jingga dengan gugup.
'demi apa, aku benar benar baru menikahi Badai Hankaara pewaris tunggal Hankaara Grup! Dia bahkan sudah mengumumkan secara resmi pernikahannya di akun resmi miliknya! Fotoku terpampang di sana sini!' gumam Jingga yang langsung tak sadarkan diri setelahnya.
Hallo sobat pembaca setia MDW
Mrs.Dream Writer akan update setiap harinya satu bab yaaa.
Tunggu terus dan jangan lupa untuk selipkan komentar juga subscribe dengan simpan di rak buku yaa.
"dokter, apa dia baik-baik saja?" ucap Badai kepada dokter Helmi yang baru saja memeriksa Jingga."Nyonya hanya terkejut dan hanya membutuhkan istirahat Tuan Badai." ucap dokter tersebut sambil menyerahkan sekantung obat untuk Jingga kepada Badai."Baik, terimakasih dokter maaf aku sellau merepotkan anda." ucap Badai sambil meminta pelayan disana mengantarkan Helmi ke mobilnya.Dokter itu dengan segera berjalan keluar kamar, sementara Jingga yang baru saja tersadar kini sangat kebingungan."Aku dimana?" ucap Jingga bertanya pada satu satunya orang yang ada disana menemaninya.'gepp'Tangan lembut Badai langsung menggenggam erat tangan Jingga. Dia menatap Jingga sangat lekat dan hangat membuat Jingga kikuk dan sangat gugup."Kita dirumah, tenanglah. Aku ingin kau baik-baik saja." ucap Badai sambil menyugingkan senyumnya pada Jingga sebelum akhirnya dia pergi meninggalkan Jingga di kamar yang luasnya bahkan melebihi rumahnya Jingga.
"Mas, bangun sudah subuh!" ucap Jingga smabil menepuk nepuk tubuh suaminya yang masih terlelap itu."Iyaaa, sebentar lagi saja ya." ucap Badai sambil membenamkan lagi kepalanya ke dalam selimut."Mas! Ayoo bangun. Cupp" ucap Jingga kali ini sambil mengecup lembut kening Badai."hmmh, aku tak bsia menolaknya jika kau membangunkan seperti ini." ucap Badai sambil melepaskan selimut yang menutupi tubuhnya."Mas, sampai belum dipake ihh." ucap Jingga sambil menunjuk sesuatu yang juga membuat Badai menggelitik terkekeh."Capek tau." jawab Badai sambil beringsut ke kamar mandi sementara Jingga kini merapihkan kamar tidurnya.'alhamdulillah, makasih Tuhan, kau kirimkan penyembuh trebaik untukku!" ucap Jingga yang terus mensyukuri semua yang kini hadir dalam hidupnya.Selesai shalat subuh, Badai langsung bersiap ke kantor."Mas Badai, sarapannya sudah siap." ucap Jingga."Sayang, maaf aku lupa memberitahumu. Aku tak b
"Sayang! Kau salah faham!" ucap Badai sambil terus berlari mengejar isterinya yang kini telah berada di tengah tengah lantai dasar.Kejar kejaran keduanya itu membuat banyak sekali mata menatapnya dengan rasa sangat penasaran.Badai menangkap tubuh Jingga."Sayang! Itu tak seperti yang kau lihat!" ucap Badai sambil memeluk Jingga dari belakang.Keriuhan terdengar diseluruh gedung, pemandangan tak biasa yang kini mereka lihat membuat semua tercengang. Jam istirahat seperti ini, nyaris semua karyawan hilir mudik kesana kemari menggunakan waktu jeda kerjanya. Namun Badai dan Jingga yang tengah berkecamuk di jiwanya tak mempedulikan semua pandangan itu."Hikkz!" Jingga terisak dalam tangisnya yang masih tertahan sementara buliran bening terus menderas mengalir di wajahnya yang jelita.Badai membalikkan tubuh Jingga dan menenggelamkannya dalam dekapan. Membiarkan semua tangisan isterinya membasahi dadanya yang kini meraskaan kepiluan yang sama."Sayang! Dia Mayang, wanita yang sering kupesa
"Bagaimana kau bisa kecolongan seperti itu Yuda!" hardik Badai pada anak buahnya itu."Maaf Tuan, tadi Nyonya yng mengijinkannya!" ucap Yuda mencoba memberitahukan kronologisnya pada Badai.Badai terus berjalan mondar mandir di luar ruang IGD menunggu hasil pemeriksaan Jingga yang maish dilakukan oleh dokter di Madella hospital ini. Fikirannya berkecamuk tak menentu karena cemas jika sampai terjadi sesuatu pada Jingga saat ini."Tuan, kami sudah mengumpulkan semua rekaman cctv yang anda minta." ucap Ferri sang Kepala Cabang Madella dengan gugup menyampaikannya pada Badai."Jika sampai salah satu dari kalian terlibat! Kau akan menanggung akibatnya Ferri!" ucap Badai tanpa ampun menatap ferri sangat tajamPria itu seketika gemetaran dan sangat lunglai. Dia sendiri tak mengerti jika sampai ada kejadian seperti ini di bawah pengawasannya.'ceklek'Dokter akhirnya keluar dari ruangan dan langsung disambut Badai dengan berondongan pertanyaa
Kehamilan Jingga, adalah hal terbaik yang kini dirasakan oleh Badai. Sejak mengetahui kehamilan isterinya itu, Badai terus mengawasi Jingga tanpa ampun. Hingga membuat Jingga nyaris kesusahan karenanya. Badai tak mengijinkan Jingga melakukan apapun selain makan, minum, membaca dan melayaninya tentu saja."Sayang, malam nanti ada undangan jamuan makan malam. Kau mau ikut?" ucap Badai bertanya sambil mengelus lembut perut buncit Jingga."Tentu saja aku ikut, tapi bagaimana bajunya?" ucap Jingga manja."Tenanglah, akan kumintakan Theresia mencarikan gaun yang cocok untukmu." ucap Badai sambil mengecup kening Jingga berpamitan berangkat ke kantornya."Mas, bolehkah aku mencarinya sendiri. Kau sangat bosan terus di rumah." ucap Jingga saat Badai hampir menutupkan pintu kamarnya."Tidak, bersabarlah. Setelah kau melahirkan aku janji kita akan menghabiskan libur panjang kemanapun kau mau." ucap Badai sambil menutup pintu.Jingga tak bisa berbuat ba
Makan malam yang meriah dengan sangat banyak sekali undangan membuat Jingga kelelahan. Dia kemudian pamit pada Badai untuk ke kamar kecil. Sayangnya, tanpa Badai dan Jingga ketahui seseorang tengah merencanakan hal jahat untuk Jingga. Saat yang ditunggu akhirnya datang, seorang wanita berpakaian pelayan langsung berjalan mengikuti Jingga ke kamar mandi. Jingga yang masuk ke kamar mandi bernomor delapan itu, membuat senyum mengerikan menyeringai dari wajah pelayan wanita itu. Jingga yang ke kamar mandi hanya untuk buang air kecil itu tak membutuhkan banyak waktu sehingga dia segera keluar dari dalam kamar mandi. 'ceklek' Jingga membuka pintu kamar mandi namun heels di kakinya tersangkut di keset yang sangat tebal juga berongga itu. 'bugg' Disaat Jingga kehilangan keseimbangan karena heelsnya tersangkut, karpet lantai yang diinjaknya tertarik sangat cepat oleh pintu yang menutup. Jingga semakin kehilangan keseimbangan dan langsung
Empat hari berlalu, Jingga sudah pulang kerumahnya. Empat hari yang memilukan ini membuat Jingga terus berinterospeksi diri. Entah apa dosanya di masa lalu hingga kini Jingga seolah tak diijinkan untuk bahagia. Hari-harinya sebagai isteri Badai Hankaara adalah hari-hari yang menjadi impian banyak sekali wanita di negaranya. Menjadi isteri salah satu pria terkaya di negara ini, tentu Jingga seharusnya hidup sangat bahagia. Namun lihat apa yang terjadi pada dirinya? Jingga masih saja mengenaskan di setiap harinya. "Mas, apakah kedua orang tuamu tak merestui kita?" ucap Jingga dengan mata sembabnya menatap Badai. "Sayang, apa yang kamu katakan. Mama dan Papa memang belum sempat menemui kita, mereka masih sibuk di USA." jawab Badai sangat tenang menjawab pertanyaan menohok dari Jingga tersebut. "Maaf mas. Aku hanya takut." ucap Jingga kembali larut dalam tangisannya. Pasangan suami isteri ini saling memeluk dalam diam. mereka berusah
"Braak!" Suara pintu terbuka dengan paksa mmebuat Badai tersentak dari kursinya. "Badai! Kau tak bisa menghindariku seperti ini!" ucap Tammi sambil membelalakkan matanya menatap Badai yang tak kalah terkejutnya melihat kehadiran wanita itu di ruangan kerjanya. "Kau, beraninya menampakkan lagi batang hidungmu disini!" ucap Badai sarkas. "Jadi Mayang benar, kau sudah sangat mencintai wanita sialan itu! Hebat! Kau menyelamatkan perrnikahan seseorang setelah kau sendiri meninggalkan pernikahanmu!" tukas Tammi sangat geram. "Tammi! Urusan kita sudah selesai saat itu, jadi berhentilah mengganggu hidupku!" ucap Badai tanpa menatap Tammi berusaha terus mengabaikan wanita itu. 'plakk' Sebuah tamparan keras mendarat di wajah Badai, membuat nafasnya langsung memburu dilalap amarah. "Kau tak seharusnya melakukan ini padaku Tammi!" ucap Badai dengan kilatan dingin di matanya menatap Tammi. "Tentu! Atau haruskah kukatak