"dokter, apa dia baik-baik saja?" ucap Badai kepada dokter Helmi yang baru saja memeriksa Jingga.
"Nyonya hanya terkejut dan hanya membutuhkan istirahat Tuan Badai." ucap dokter tersebut sambil menyerahkan sekantung obat untuk Jingga kepada Badai.
"Baik, terimakasih dokter maaf aku sellau merepotkan anda." ucap Badai sambil meminta pelayan disana mengantarkan Helmi ke mobilnya.
Dokter itu dengan segera berjalan keluar kamar, sementara Jingga yang baru saja tersadar kini sangat kebingungan.
"Aku dimana?" ucap Jingga bertanya pada satu satunya orang yang ada disana menemaninya.
'gepp'
Tangan lembut Badai langsung menggenggam erat tangan Jingga. Dia menatap Jingga sangat lekat dan hangat membuat Jingga kikuk dan sangat gugup.
"Kita dirumah, tenanglah. Aku ingin kau baik-baik saja." ucap Badai sambil menyugingkan senyumnya pada Jingga sebelum akhirnya dia pergi meninggalkan Jingga di kamar yang luasnya bahkan melebihi rumahnya Jingga.
'apa-apaan ini! Aku sekarang tinggal di rumahnya?' ucap Jingga sambil bangun dan duduk bersandar di ranjangnya.
Mata Jingga menatap ke sekeliling, kamar yang sangat megah dengan segala furniture mahal di dalamnya.
'pukk'
'pukk'
Jingga beberapa kali menepuk nepuk wajahnya.
'ini bukan mimpi!' gumam Jingga yang masih belum bisa mempercayai jika dia benar benar menikahi Badai Hankaara.
'ceklek'
Suara pintu terbuka, setelahnya aroma pinus yang sangat maskulin terhirup di hidung Jingga.
'glegg'
Jingga menelan salivanya sangat kasar menyadari jika Badai keluar dari kamar mandi hanya dengan selembar handuk menutupi tubuhnya.
'srett'
Dengan sangat tenang, Badai melepaskan handuk dan berpakaian di depan Jingga.
"Maass!" teriak Jingga sambil menutup mata menggunakan kedua telapak tangannya karena merasa malu menyaksikkan penampilan polos Badai di depannya.
'hehh'
Badai tergelak sendiri melihat reaksi Jingga tersebut.
"Kita suami isteri, untuk apa aku menutupinya!" ucap Badai sambil menarik celana pendeknya dan menyisir rambut setelahnya.
'degg'
Jantung Jingga langsung berdetak sangat kencang setelahnya, dia benar-benar menikahiku yaaa! gumamnya dalam hati.
"Mandilah biar lebih segar, smeua pakainmu sudah siap di lemari ini. Pilih saja yang kau suka." ucap Badai sambil duduk ke balkon mengambil selembar koran dan membacanya.
Jingga terus memperhatikan gestur tubuh Badai yang benar benar mencerminkan seorang pria kelas atas itu.
'hmmhh, kecut juga!' ucap Jingga yang menyadari jika sudah sejak hari pernikahannya itu dia belum mandi, Jingga langsung berjalan ke kamar mandi.
'haaahhhh, kamar mandi nya seluas ini?' ucap Jingga yang sangat takjub dengan kemegahan kamar mandi dirumah suaminya ini.
Satu persatu sudut kamar mandi diperhatikannya, hingga matanya tertambat pada sebuah bathtub double di bagian sudut yang terbuka atapnya hingga snagat mungkin untuk menikmati angkasa dari sana.
'ihhhh, pasti niatnya bikin buat begituan!' umpat Jingga yang merasa jijik setelahnya.
Jeda belasan menit, Jingga telah selesai mandi, kini dia celingak celinguk hendak kelur dari kamar mandi. Dengan langkh mengendap ngendap Jingga berjalan ke arh lemari pakaian untuk mengambil baju gantinya.
"haaahhhhhh!" teriak Jingga snagat kencang ketika melihat semua baju disana bukan lah bajunya.
"Jingga, kenapa?" ucap Badai yang terkejut karena mendengar teriakan isterinya itu.
"Tidak ada bajuku disini!" ucap Jingga dengan lesu.
"Itu semua baju baru kubeli dari desainernya, pakai saja yang kamu suka. Semua ukurannya kupastikan muat untukmu." ucap Badai sambil kembali duduk di kursinya dan kembali meneruskan membaca koran.
'glegg'
Jingga menelan sangat kasar salivanya, dia memilih piyama untuk dipakainya. Tapi semua piyama ini sangat mengeksplore tubuhnya nanti. Namun karena tak ada lagi yang bisa dipakainya, Jingga akhirnya menyerah dan memakai salah satu piyama tidur yang berwarna biru muda.
"Cantik" ucap Badai yang ternyata sudah ada dibelakang Jingga memujinya.
'degg'
Seketika Jingga terkesiap, namun dia tak menjawab apapun selain diam.
"Kamu lapar?" ucap Badai sambil menatap Jingga dari cermin.
"Iyaaa, lumayan lapar." ucap Jingga dengan malu-malu.
'gepp'
Badai menggenggam erat tangan Jingga menuntunnya keluar dari kamar.
"Mas! Mau kemana?" ucap Jingga sangat bingung.
"Makan, kita laper kan?" ucap Badai sambil emnatap Jingga heran.
"Aku malu, lihat ini!" ucap Jingga sambil menunjukkan belahan bajunya yang sangat rendah dan transparan itu hingga membuat bukit kembarnya terlihat menyundul hendak meloncat keluar dari tempatnya.
"Ini rumah kita, tak akan ada yang berani menatapnya. Tenanglah. Itu justru sangat bagus. Aku suka." ucap Badai sambil terus menarik Jingga berjalan mengikutinya.
'husshh, dasar lelaki!' umpat Jingga yang merasa jika Badai justru menikmati pemandangannya itu.
Sepanjang perjalanan, Jingga melihat ke sekeliling ada sekitar enam pelayan di rumah ini, benar yang dikatakan Badai karena tak ada satupun yang berani menatap mereka disini.
"Makanlah, kau harus sehat sebelum aku memakanmu." ucap Badai sambil terus emlahp makanan dipiringnya.
'niat kamu sudah kufahami!' gumam Jingga dalam hatinya sambil terus melahap masakan di piringnya yang sangat lezat ini.
"Obatnya diminum dulu, ini sebenarnya vitamin kok." ucap Badai sambil menyodorkan sekntung obat yang sejak tadi dikantonginya.
"Makasih mas." jawab jingga yang langsung menelan butiran pil tersebut.
Setelah makan malam, Badai langsung membawa Jingga kembali ke kamarnya.
"Ayoo tidur!" ucap Badai sambil menyandarkan tubuhnya ke ujung ranjang.
Jingga sangat gugup dan bingung setelahnya, dia duduk perlahan di tepian ranjang.
'bagaimanapun dia sah menyentuhku! dia suamiku!' gumam Jingga dalam hatinya.
"Jika kamu tak nyaman, aku bisa tidur di sofa." ucap Badai sambil bangkit hendak berpindah.
"Mas, tidak perlu. Aku sudah sangat siap." ucap Jingga smabil menatap Badai dengan sangat dalam.
"Jingga, kau memnag siap menikah tapi itu bukan aku kan?" ucap Badai sangat penuh pengertian.
"Yaa, tapi Tuhan mengirimkanmu untukku mas. Aku tak boleh melalaikannya." ucap Jingga sambil memegangi tangan Badai.
'bruuk'
Badai kembali duduk di ranjang namun dengan memunggungi Jingga. Dibelakngnya, Jingga menggeserkan tubuhnya mendekati suaminya itu.
"Apa mas keberatan denganku?" tanya Jingga justru balik bertanya.
"Tidak, sedikitpun aku tak keberatan." ucap Badai sambil merengkuh Jingga ke pelukannya.
"Apa mas memiliki seorang kekasih ataupun calon isteri?" ucap Jingga kembali bertanya.
"Tidak ada." ucap Badai sangat tegas dan singkat menjawab.
Seketika Jingga tak bisa lagi berkata kata, dia kehabisan cara untuk menolak kehadiran Badai Hankaara dalam hidupnya. Tuhan mengaturkan jodoh yang mengejutkannya, namun Jingga kini bertekad untuk benar benar menjadi isteri Badai sepenuhnya.
"Jingga, tak maslah jika kau tak mau. Itu hanya sebuah nafkah bathin bukan?" ucap Badai yang mencemaskan Jingga.
"Tidak mas, mana boleh pengantin menunda malam pertamanya." ucap Jingga yang kini dengan tekadnya akan mencoba mengikhlaskan jodohnya dengan Badai.
"Kau yakin?" ucap Badai dengan dahi mengernyit menatap Jingga.
"Yaaa, kecuali mas yang tak mengerti caranya. Sebelum acara aku sudah cukup membekli diri dnegan semua ilmunya." ucap Jingga yang entah mendapat kekuatan dari mana snagat mampu mengatakan semua itu dengan begitu saja,
"heyyy, kau meragukan Badai Hankaara, aku akan melakukannya hingga kau menyerah melayaninya!" ucap Badai sambil berbisik sangat lembut di daun telinga Jingga.
"Baiklah, aku tak mau melewatkannya!" ucap Jingga yang langsung menarik tubuh Badai hingga jarak mereka tak lagi terjeda.
'degg'
Seketika desiran hebat menautkan keduanya dalam pergumulan halal yang sudah disahkan Tuhan itu. Malam yang dingin berlalu sangat panas di kediaman Badai Hankaara saat ini. Gairah keduanya seketika menyatu dalam restu Tuhan yang menyertainya.
Hari demi hari Jingga kini semakin disibukkan dengan kegiatan kepenulisannya. Wanita ini memilih jalan yang akhirnya membuatnya sangat nyaman. Sementara Alkala kian bertambah besar, putera semata wayangnya itu akhirnya mengetahui sebab akibat dari setiap keputusan Jingga selama ini, dan Alkala mulai mengerti. Usia yang bertambah dewasa, membuat Alkala semakin sibuk dengan segala kehidupannya sebagai satu-satunya pewaris Prahara Group. Dengan Jingga dan Adjie di belakangnya, Alkala sukses menjadi CEO muda dengan segudang pesona dan juga karakter hebatnya yang mendunia. Pendidikan internasional yang direngkuhnya, membuat Alkala mampu semakin mebesarkan Prahara Group di kancah bisnis internasional. Akhirnya, Jingga benar-benar tak perlu lagi cemas, karena sang putera ternyata belajar banyak dari kehidupannya selama ini. Tuan Muda Prahara itu, kini menjadi sosok idola di berbagai kalangan di dunia, dan itu membuatnya sangat bangga.
Dua bulan setelah perpisahannya dengan Adjie Prahara, Jingga yang sejak perpisahannya itu memutuskan keluar dari Arshan Pallace peninggalan mendiang suaminya dan memilih kembali ke rumah orang tuanya di kota kelahirannya. Hari ini, untuk pertama kalinya sejak kepulangannya ke kota Borents, Jingga akhirnya keluar dari rumah mendiang Hadi-sang ayah. Rumah masa kecilnya, dimana dia dan Violet tumbuh besar bersama sang ibunda itu masih sangat terawat berkat tangan baik sang paman yang merawatnya meski Jingga tak berada disana. Setelah kedua orang tua dan adiknya tiada, rumah itu otomatis menjadi milik Jingga semata. Dan demi keluarganya yang telah lebih dulu pergi itu pula Jingga tak akan merenovasinya. Membiarkan rumah dan segala perabotannya seperti ini membuat Jingga merasa jika keluarganya itu masih ada. Sementara perpisahannya dengan Adjie masih ditentang oleh Alkala, Jingga dan puteranya yang beranjak remaja itu kini mulai merenggang.
"Jangan menghiburku mas, pergilah. Aku sedang ingin sendirian." ucap Jingga sambil menyibukkan lagi pandangannya dengan majalah di depannya. Wanita itu nampak sangat lusuh tak bertenaga setelah penguretan yang terpaksa dijalananinya demi membersihkan sisa janin di dalam rahimnya. Sangat dingin dan tak bersemangat, seperti itulah Jingga kali ini. Entah apa yang menyapukan luka sedalam itu di dalam hatinya. Namun sejak memergoki Adjie bersama Shana di dalam kamarnya, Jingg abeanr-benar seolah mati rasa dan tak ingin lagi hidup. "Aku bersalah kepadanya." ucap Adjie terus mengutuk dirinya sendiri yang bisa kebablasan oleh seorang pelayan seperti Shana. 'bukk' Satu pukulan menghantam rahang Adjie, namun pria itu tak akan melawan sedikitpun. "Bajingan kau Adjie!" ucap Badai sambil kembali bersiap menghajar pria tersebut. Namun meihat Adjie yang telah pasrah, Badai mengurungkan niatnya. "Kau tahu seberapa sulitnya aku
Adjie sudah sejak tadi menunggu Jingga di ruangan kerjanya, namun wanita itu tak juga muncul disana. Ini semakin membuatnya gusar. Raut wajah Adjie mendadak sumringah ketika melihat Jingga akhirnya datang ke kantornya meski hari sudah sangat siang. "Jingga .. Sayang ... Aku menunggumu untuk meminta maaf." ucap Adjie yang langsung mengatakan tujuannya menunggu Jingga di ruangan ini. Pria itu mengabaikan dua staff marketing yang datang bersama Jingga karena pria itu hanya ingin menyelesaikan masalahnya dengan sang istri saat ini. Namun sayangnya, Jingga hanya diam. Wanita itu sangat pemberani di lain sisi namun nyatanya sangat rapuh di sisi lainnya. "Pergilah dan semoga berhasil ya ... " ucap Jingga kepada dua staff marketing Prahara Group setelah menyerahkan sejumlah berkas kepada mereka. Kedua staffnya itu segera berpamitan. Dan Jingga kembali disibukkan dengan morning sick nya yang semakin parah. "S
"Kamu darimana?" ucap Adjie ketika melihat Jingga datang dengan sangat bahagia menatap istrinya itu dengan penuh selidik. "Aku ... Mas sudah pulang?" tanya Jingga balik bertanya. "Jingga? Kau menyembunyikan sesuatu dariku? Siapa yang kau temui?" tanya Adjie memberondongkan pertanyaannya kepada sang istri. 'glegg' Jingga menelan salivanya yang tercekat di kerongkongan, wanita ini sangat kebingungan. "Frans, aku bertemu dengan Frans di tempat billiard." ucap Jingga mengakuinya. 'glegg' Kini berbalik Adjie-lah yang menelan salivanya yang tercekat. Raut wajah pria itu menghitam oleh amarah. Namun dia berusaha menyamarkannya. Jingga menyadari ekspresi kecemburuan suaminya itu adalah sebuah pertanda cinta yang baik untuknya. Namun seringnya Adjie mencemburu, terkadang membuat Jingga kebingungan melangkah keluar dari rumah. "Dengar Jingga! Aku tak suka kau bergaul secara diam-diam dengan lelaki manapun." ucap A
Selesai dengan masalah di sekolah Alkala, Jingga kemudian memutuskan untuk mengajak puteranya itu berkeliling sejenak merehatkan fikirannya dari kesemrawutan di sekolah tadi. "Ini menyebalkan, semua tulangku rasanya akan patah." ucap Alkala mengeluh kepada Jingga. "Karena itulah, mulai sekarang kau harus bisa memilih mana yang terbaik sayang." jawab Jingga menimpali keluh kesah puteranya dengans angat tenang. Namun Alkala nampak sangat kesal sekali karena Jingga tak membelanya. Untuk satu masalah itu, Jingga memang tak bisa menyalahkan Alkala. Tujuan baiknya untuk mendidik dan menggembleng putera semata wayangnya itu tentu akan menuai pro dan kontra dari puteranya itu sendiri. Senyuman demi senyuman menyapu wajah Jingga yang kian jelita ini. Membuat Alkala semakin mengerucutkan bibirnya dipenuhi rasa kesal. "Kita akan bermain billiard?" ucap Alkala kegirangan ketika mobil ibunya masuk ke halaman parkiran sebuah gedung pusat permainan b