Tisha masih terengah-engah dengan ciuman kakaknya, ia merasa kehilangan saat kakaknya menghentikan ciumannya.
"Kakak...." rengek Tisha.
Entah kenapa Tisha seakan lupa ingatan jika yang menciumnya adalah kakaknya sendiri, Gavin semakin sulit mengendalikan dirinya yang tengah di ambang batas kesadarannya.
"Tisha, k-kau katanya ingin mandi kan? ayo kakak antarkan ke kamar mandi."
Gavin mendekat dan menarik pelan tubuh adiknya agar berdiri, ia antar sampai ke kamar mandi.
"Mandilah!" perintahnya dan mulai berjalan keluar.
"Kakak, kenapa kau mencium ku?" pertanyaan Tisha menghentikan langkah Gavin.
"Dan kenapa kakak juga menghentikan ciuman kita, kau tau kak! aku sangat suka saat kakak menciumku, aku sangat menikmatinya." ucap Tisha sedikit mendesah di akhir kalimatnya.
Gavin hanya diam mendengarkan ucapan adiknya, ia bingung ingin mengatakan apa.
"Kakak....?" panggil Tisha namun tak ada sahutan dari Gavin.
"Apa kau sudah keluar kak?" lagi tidak ada sahutan.
Karena tidak ada sahutan dari kakaknya, Tisha merasa jika Gavin sudah keluar dari kamar mandi.
Ia berusaha melepaskan seluruh pakaian yang melekat di tubuhnya, di mulai dari baju, celana serta bra dan celana dalamnya.
Gavin yang masih setia berdiri di tempatnya, mendesis pelan melihat tubuh adiknya yang perlahan telanjang bulat, tersaji indah di depan matanya.
Ia mulai merasakan juniornya kembali menggeliat, tidak bisa! ia tidak bisa jika seperti ini.
Ia berperang melawan sisi baik dan sisi buruknya, sisi baiknya yang mengatakan untuk segera keluar dari kamar mandi, sementara sisi buruknya mengatakan untuk segera menerkam adiknya yang terlihat lezat.
Gavin merasa pusing, akal sehatnya bimbang. dan akhirnya sisi baiknya lah yang menang, Gavin langsung keluar dari kamar mandi.
Gavin tidak sadar ada seseorang yang juga keluar dari kamar adiknya.
********
"Ada apa dengan dirimu dan juga Gavin?" tanya Sekar pelan pada Tisha yang aneh melihat sikap kakak beradik itu.
Gavin dan Tisha bertingkah seakan saling menjauhi, jika biasanya Gavin selalu bersikap manis pada adiknya. namun tidak kali ini, pemuda itu justru bersikap seolah menjauhi adiknya.
Setelah insiden mencium adiknya secara brutal dan ganas seminggu yang lalu, baik Gavin maupun Tisha sama-sama bersikap cuek.
"Kakak pergi berangkat kerja ya." Tisha tidak menjawab.
"Aku pergi, titip Tisha." ucap Gavin pada Sekar.
Sekar tersenyum mengangguk. "tentu saja!"
Setelah itu Gavin pergi bekerja, menyisakan Sekar dan Tisha yang saling terdiam.
"Kau tidak menjawab pertanyaan ku?" ulang Sekar.
"Pertanyaan yang mana?"
"Ada apa dengan dirimu dan Gavin?"
"Tidak ada apa-apa, mungkin kak Gavin lelah seharian bekerja, makanya dia bersikap seperti itu." bohong Tisha.
"Kau tidak membohongi ku kan cantik?" pancing Sekar.
"Untuk apa aku membohongi mu? sudahlah lupakan hal itu, sekarang tolonglah bantu aku untuk berjalan-jalan keluar!" ucap Tisha mengalihkan pembicaraan.
"Baiklah cantik ku." Sekar menuruti keinginan Tisha.
Sekar dan Tisha berjalan-jalan, Sekar yang dengan setia menggenggam tangan Tisha, sedangkan Tisha berusaha berjalan menyamai langkah Sekar dengan tongkatnya.
Tiba-tiba saja datang dua preman yang menghalangi jalan mereka, membuat Sekar terpekik kaget.
"S-siapa kalian?" tanya Sekar gemetaran sambil memeluk tubuh Tisha.
"Hei dua gadis cantik." sapaan gombal dari salah satu preman.
"Kalian mau kemana?" tanya preman satunya.
"Apa mau kalian? pergilah!" ucap Sekar sedikit garang.
Sementara preman itu hanya tertawa lucu menanggapinya, Sekar sudah akan berteriak minta tolong saat tubuh Tisha di tarik paksa oleh mereka.
"Tolong!"
Bugh.
Tubuh para preman itu jatuh tersungkur ke tanah, saat seorang pria berhasil memukul mereka, para preman itu ketakutan dan pergi.
"Terima kasih Tuan." ungkap Sekar.
"Sama-sama, kalian tidak apa-apa kan? apa ada yang luka?" tanya pria itu merasa cemas.
Sekar menggeleng, "tidak ada tuan, sekalagi terima kasih."
Tatapan pria itu tertuju pada Tisha yang masih merasa ketakutan. "apakah dia buta?" tanyanya pada Sekar.
"Iya tuan."
"Apakah dari lahir?"
"Tidak Tuan, dia buta dari 5 tahun yang lalu." wajah pria itu berubah datar.
"Boleh kita berkenalan?" usul pria itu.
"Namaku Sekar tuan, dan ini... Tisha." Sekar memperkenalkan dirinya dan juga Tisha.
Pria itu mengulurkan tangannya pada Sekar. "Fikar."
Pria itu menyebutkan namanya sambil menatap wajah cantik Tisha, sungguh ia tidak bisa mengalihkan pandangannya pada gadis itu.
Tisha hanya diam mendengarkan pembicaraan Sekar dan Fikar, ia sama sekali tak berminat untuk mengobrol, pikirannya sangat kalut dengan preman tadi, dan juga penuh pada ingatan malam itu dengan kakaknya.
Ia merasa senang, dan menginginkan hal itu lagi. sungguh gila! pikirnya.
Seorang gadis tengah menatap ke arah luar jendela rumah sakit dengan senyum mengembang, setelah selesai melewati rangakaian operasi dua minggu yang lalu. kini akhirnya Tisha sudah bisa melihat kembali seperti sedia kala.Cklek..."Tisha...." suara Sekar masuk ke ruangan dan memanggil namanya."Kau ini, kenapa kau sangat suka sekali melihat dari jendela rumah sakit?" tanya Sekar menggelengkan kepalanya melihat tingkah Tisha."Karena aku suka," jawabnya membalikkannya badan menghadap Sekar."Kapan Gavin akan menjemputku?" tanyanya merengek."Aku bosan jika kau, Fikar, tante Liana, dan om Darma saja yang datang ke rumah sakit melihat ku." "Bukankah kau sudah bertemu dengan Gavin." "Hanya lewat foto mana puas, aisshh, sebenarnya apa yang sedang kalian rencanakan?" Tisha menaikan sebelah alisnya tanda curiga."Se__sembunyikan apa
"Tisha, aku mencintaimu.""Aku juga mencintaimu Gavin." balasan ungkapan cinta dari Tisha untuk Gavin."Mari kita mulai kehidupan yang baru, awal yang baru untuk kita. kau mau kan sayang?" tanya Gavin yang di angguki Tisha.Gavin semakin mempererat pelukannya, rasa bahagia membuncah di hatinya melihat respon sang wanita pujaan hatinya.Dua orang manusia berbeda jenis kelamin masuk, dan tersentak kaget melihat pemandangan di depannya. namun rasa bahagia tak dapat mereka pungkiri."Wowowow, apa-apaan ini." goda Fikar.Cengkeraman tangan Tisha begitu kuat di baju Gavin, Gavin terperanjat jika ketakutan Tisha memicu karena kehadiran Fikar di tengah-tengah mereka."Berhenti di situ Fikar!" titah Gavin."Ke--kenapa?" tanya Fikar heran."Tisha takut denganmu.""Apa?" Fikar lemas mendengarnya namun malah terlihat lebay.
Sekar berjalan cepat menemui Gavin dan Fikar yang sedang berada di teras rumah, Sekar sudah tak sabar ingin mengatakan kepada dua lelaki itu, jika Tisha sudah menyetujui rencana mereka."Gavin!" panggil Sekar di ambang pintu.Fikar merasa sedih karena namanya tidak di panggil oleh Sekar, tapi sekuat tenaga ia bersikap biasa saja."Ada apa Sekar? kenapa wajahmu terlihat sama bahagia sekali?" tanya Gavin penasaran dengan ekspresi wajah bahagia Sekar sekarang ini."Tentu saja aku bahagia, sebab...?" Sekar menaikkan alisnya menggoda Gavin."Sebab?" Gavin semakin penasaran dengan lanjutan kalimat Sekar."Rencana kita berhasil!""Rencana?" tanya Gavin yang masih belum mengerti arah pembicaraan Sekar."Astaga! kau masih belum mengerti juga Gavin?"Kepala Gavin menggeleng, Sekar menepuk jidatnya melihat Gavin yang bel
Sekar mematung di tempatnya saat di depannya Fikar tengah berdiri menjulang menatapnya tajam. Sekar menelan air liurnya sendiri di tatap seperti itu, Fikar melangkah mendekat ke arahnya.Satu, dua langkah perlahan Fikar semakin dekat. saat itu juga Sekar melangkah mundur hingga mentok ke dinding tembok. Sekar tak bisa mundur lagi, Fikar menyeringai senang, di himpitnya tubuh Sekar dengan tubuhnya.Dengan cool-nya Fikar menempelkan kedua telapak tangannya di tembok, sehingga posisi mereka terlihat sangat ingin dengan Fikar yang mengurung tubuh Sekar."Sudah puas bermain-mainnya?" tanya Sekar tajam.Nafas Sekar tercekat, di tundukkan kepalanya ke bawah. Fikar yang gemas pun memegang dagu Sekar, di angkatnya wajah Sekar agar mendongak ke arahnya."Aku bertanya, kenapa kau tidak menjawab. huh?" geram Fikar dengan keterdiaman Sekar, sebelah tangan Fikar yang bebas mencengkram bahu Sekar kuat.
Praaanngggg."Astaga! apalagi sekarang ini." dengan tergesa Fikar berlari masuk ke dalam rumah Gavin saat mendengar suara benda jatuh.Cklek.Fikar mematung di tempatnya saat melihat tubuh meringkuk ketakutan Tisha, wanita itu memeluk erat dirinya sendiri. Fikar melihat gelas kaca yang pecah, sedikit bisa bernafas lega karena Tisha tidak terluka."Sudah dua gelas kaca yang di pecahkannya hari ini." ucap batin Fikar.Fikar ingin sekali memeluk tubuh Tisha, memberinya ketenangan karena jujur saat ini Tisha terlihat seperti ketakutan."Kak Gavin...." panggilnya lirih menyebut nama Gavin.Fikar tertegun mendengarnya, bagaimana sekarang ini? Tisha merindukan Gavin.Tak lama tubuh Tisha terkulai lemas merosot ke lantai, Fikar panik langsung berlari ke arahnya mengangkat tubuhnya mungil Tisha. menggendong membawanya masuk ke dalam kamar.F
Fikar menggeram kesal pada sang kakak, entah sudah panggilan telepon yang ke berapa ia menghubungi Gavin. tapi pria itu tak kunjung mengangkatnya, hampir satu harian menjaga Tisha membuatnya letih. hei ayolah! Fikar juga butuh kebebasan dan bekerja, ia bukanlah seorang pengangguran bung."Siallll!" maki Fikar pada ponselnya.Saat ini ia tengah duduk di luar rumah Gavin, melihat Tisha semakin menambah pusing di kepalanya. wanita menyuruh pergi semua orang seakan-akan ia bisa sendiri melakukan banyak hal, apa dia tidak sadar dengan kondisinya sendiri.."Huffftt, Sekar." tiba-tiba saja Fikar merasa rindu dengan wanitanya.Wanita yang selama beberapa waktu ini menjungkir balikkan hidupnya, mengacak-acak pikirannya. memporak-porandakan hatinya yang selama ini hanya di isi dengan nama Tisha, tapi kali ini sudah berganti dan di isi penuh dengan namanya.Membuat perasaan bahagia membuncah di dadanya walau h
"Kau bisa membantuku?" tanya Gavin serius menatap Sekar dengan tatapan memohon."Bantu kamu untuk?""Jagain Tisha." pintanya sendu."Apa? jagain Tisha?" Gavin mengangguk."Bu--bukannya kau sudah memecat ku Gav?" tanya Sekar mengingatkan Gavin."Ini berbeda!" risau Gavin mengacak rambutnya."Setelah kau tak ada, keadaan semakin berbeda Sekar. banyak hal yang terjadi di hidup kami, semuanya semakin kacau.""Ma--maksudnya?" Sekar semakin bingung dengan ucapan Gavin."Kau tau Fikar?"Deg.Nama itu lagi, nama pria yang menjadi alasan bagi Sekar lari dan bersembunyi."Apa Fikar yang dimaksud Gavin adalah Fikar yang sama?" ucap batin Sekar bertanya-tanya.Memang Sekar tahu jika Fikar yang selama ini mendekati Tisha dan berusaha membuat wanita itu jatuh cinta adalah orang
Seorang gadis tengah berjalan menapaki jalanan yang terasa sepi, terlalu lama bersembunyi membuatnya lelah. akhirnya ia memutuskan untuk berani keluar dengan sedikit bebas, walaupun kata hati-hati itu ada.Ia harus selalu waspada akan sosok seseorang yang beberapa waktu ini menjadi alasannya untuk kabur dan bersembunyi. takut jika ia bertemu lagi dengan pria itu. ya, seorang pria yang sudah menjungkir balikkan hidup dan hatinya.Saat asyik berjalan, tak sengaja sepasang netra indah milik wanita itu melihat gestur tubuh seseorang yang sangat di kenalnya. punggung kokoh milik pria yang selama ini sangat ia cintai.Perlahan ia berjalan mendekati pria itu, kemudian menepuk bahunya dari belakang. pria itu menoleh ke belakang dan terkejut mendapati dirinya."Sekar!" pekik Gavin kaget."Ah, ternyata benar ini kamu Gav." ucap Sekar tersenyum bahagia.Gavin melihat penampilan Sekar dari atas
"Aku memang tidak akan meninggalkanmu, tapi__" Tisha menggantungkan kalimatnya, membuat rasa penasaran Gavin meningkat menunggu kelanjutan kalimatnya."Kau yang akan pergi meninggalkanku!""Tidak! tidak akan ada yang pergi saling meninggalkan di antara kita." tolak Gavin tak terima."Kau ini manusia yang sangat egois sekali!" sinis Tisha mengejek."Aku tahu kau kasihan padaku kan, sampai kau tak ingin meninggalkan ku.""Tisha apa yang kau katakan sebenarnya!" bentak Gavin merasa tak tahan lagi dengan tingkah Tisha yang seperti ini."Kalau begitu pilihlah salah satu diantara dua pilihan itu. kau atau aku yang pergi meninggalkan rumah ini?!""Tisha__""Aku tidak butuh ocehanmu, yang aku butuhkan adalah jawaban mu, Gavin. aku yang pergi atau kau yang pergi!"Tubuh Gavin jatuh luruh ke bawah, perkataan Tisha membuat seluruh