Share

Part 6

Langit berusaha kembali fokus. Namun tak bisa. Memejamkan mata sejenak, kemudian mengambil napas panjang. Ingatannya berputar pada kejadian kemarin sore saat di taman dengan gadis itu, yang saat ini terlihat murung dari hari-hari biasanya.

***

Semburat senja sudah mulai menampakkan wujudnya. Suasana jalanan yang sedikit lenggang dimanfaatkan oleh dua pemuda yang sepertinya masih duduk di bangku SMA untuk melakukan balap liar.

Satu pemuda mengendarai motor sport warna hitam dan yang satunya motor sport warna merah, nampak saling menatap dengan tatapan kebencian.

"Gimana?" tanya cowok yang mengendarai motor sport warna merah dengan seringainya.

"Bangs*t," umpat pemuda yang mengendarai motor sport warna hitam.

"Kenapa, Lang? Lo, takut?" pancing pengendara motor merah pada cowok di hadapannya yang tak lain adalah Langit.

"Lo, jangan pernah libatkan dia dalam urusan kita!" desis Langit penuh emosi.

"Kayaknya dia berharga banget buat, lo."

Seringai tipis menghiasai wajah pemuda di hadapan Langit, hingga membuatnya geram dan sulit mengatur emosi.

Langit masih diam bergeming di tempatnya. Menatap cowok di hadapannya dengan aura permusuhan yang sangat kentara. Mereka hanya berdua, tak ada siapapun lagi. Baik Langit maupun pemuda di hadapannya itu memutuskan untuk bertemu berdua tanpa ada orang lain.

"So?" tanya cowok di hadapan Langit sekali lagi, tanpa meninggalkan seringai tipis di bibirnya.

"Oke."

Dengan sebagian emosi yang sudah menguasai dirinya, Langit menerima tantangan dari cowok yang memintanya bertemu itu, tanpa tahu apa yang bakal terjadi kedepannya.

***

Brum!

Brum!

Brum!

Mereka saling kejar-kejaran. Ingin menjadi pemenang dalam tantangan kali ini. Baik Langit maupun pemuda yang menantang nya saling beradu kecepatan di jalanan yang sepi.

Brum!

Brum!

Brum!

Mereka berdua terus saja saling mengejar. Saling melirik dengan aura permusuhan yang sangat kentara dan saling mempercepat laju kendaraan masing-masing.

Langit yang berhasil memimpin, semakin mempercepat laju motor sportnya. Seringai tipis muncul di bibirnya tanpa sadar. Kali ini dia harus benar-benar memenangkan balapan tersebut agar tak terjadi hal yang tak diinginkannya. Namun, takdir seolah tak berpihak pada ketua geng White Wolf itu. Tanpa dia tahu, bahwa di depan sana ada seorang gadis yang berniat untuk menyeberang jalan.

Tiin!

Tiiiin!

Langit yang sudah terlanjur memacu motornya dengan kecepatan tinggi berusaha menghindari gadis yang tengah berdiri di tengah jalan. Namun, sepertinya takdir memang sedang tak berpihak padanya. Motor yang dia kendarai kehilangan keseimbangan setelah berhasil menghindari gadis yang berdiri di tengah jalan itu, ditambah lagi lawannya berhasil menyusul dan menendang motor yang dikendarainya. Membuat dirinya benar-benar kehilangan keseimbangan dan berakhir kecelakaan ringan, yaitu motor yang dikendarainya jatuh bersama dengannya juga.

Bruk!

"Bangs*t," umpatnya penuh emosi.

Cowok itu berusaha keluar dari motor yang menindih tubuhnya. Emosinya benar-benar sudah berada di ubun-ubun. Dia harus segera mengejar cowok yang menantangnya adu balap. Namun, sebelum itu, hal pertama yang harus dia lakukan adalah berdiri terlebih dahulu.

Langit memicingkan matanya kala mendengar derap langkah kaki mendekatinya. Dia yang memang sedari awal sudah dalam keadaan emosi, tak memperdulikan siapapun orang yang mengganggunya. Dia harus memberi pelajaran pada orang tersebut. Tepat setelah pelaku yang membuatnya kecelakaan itu berdiri di depannya yang masih dalam posisi duduk di trotoar, Langit segera mendongak dan bersiap untuk memberi pelajaran orang tersebut sebelum matanya terpaku pada iris mata hazel sosok gadis di hadapannya.

"Sorry," ucap gadis tersebut padanya.

Langit diam tak bergeming. Masih dengan posisi terduduk di trotoar, dia hanya menatap lekat gadis yang berdiri di hadapannya.

"Sorry," ucap gadis itu lagi. Mungkin karena tak kunjung mendapat respons darinya, kecuali tatapan lekat dari balik helm yang dirinya pakai, dan Langit tahu, bahwa hal tersebut justru membuat orang yang di hadapannya merasa risih.

"Ck, lo, niat minta maaf nggak sih, Er?" gerutu Langit dari balik helm yang dipakainya. Entah kemana hilangnya emosi yang sedari awal sudah menguasainya itu.

Gadis di tersebut hanya menaikkan sebelah alisnya. Langit tahu, bahwa sosok tersebut pasti tidak mengenali siapa dirinya.

"Ada gitu, minta maaf tapi muka datar," gerutu Langit lagi sambil membuka helmnya.

Dia dapat melihat, sosok di hadapannya itu tersentak kaget untuk beberapa detik saat mengetahui bahwa orang yang baru saja mendapat musibah itu adalah dirinya.

"Lo, tadi ngapain di tengah jalan, sih?" dumel Langit.

Cowok itu merasa berbicara dengan patung, karena gadis di hadapannya itu sedari tadi masih diam di tempatnya. Mengabaikan segala gerutuan dan ocehan darinya.

"Er, oy?! Lo, nggak kesambet, 'kan?" tanya Langit mulai panik karena gadis di hadapannya yang tak lain adalah Eriska itu hanya diam saja, bahkan bergerak pun tidak.

Gadis yang berdiri di hadapannya terhenyak mendengar teriakkan Langit yang terduduk di trotoar. Dia tahu bahwa orang di hadapannya itu, kini mengalihkan pandangan untuk melihatnya, dan dengan kebetulan Langit juga sedang menatapnya.

Baik Eriska maupun Langit terdiam beberapa detik saat mata mereka tak sengaja bertemu, dan Langit yang saat ini terduduk di trotoar dapat melihat ada tatapan sayu dan mengkilap dari bola mata Eriska yang menatapnya. Ada sedikit rasa penasaran yang menghampiri pikirannya, karena yang dia tahu, Eriska adalah sosok cewek yang tak pernah menunjukkan ekspresi apapun selain cuek dan dingin.

"Gue, nggak papa. Lo, nggak perlu ngerasa bersalah," ujar Langit tak tega dengan tatapan mata Eriska yang tak pernah diperlihatkan pada siapapun.

"Lo, tunggu sini," ucap Eriska setelah tersadar dari apa yang baru saja dia lakukan.

Gadis itu segera berlalu pergi menuju apotik dan juga ingin menutupi jika dirinya tak sengaja meneteskan air mata.

Langit yang masih duduk di trotoar hanya menatap penuh tanda tanya pada punggung gadis yang perlahan mulai menghilang dari pandangannya. Terutama tentang air mata yang berusaha gadis itu sembunyikan. Ya, dia sempat melihatnya, sebelum gadis itu berlalu pergi.

***

Selang beberapa menit, Eriska kembali menghampiri Langit dengan membawa sebuah kantong plastik di tangannya. Gadis itu perlahan ikut mendudukkan dirinya di samping cowok yang saat tengah berpindah tempat menjadi tiduran di rerumputan taman. Nampaknya Eriska terlihat ragu untuk berbicara, dan itu semua tertangkap mata elang cowok di sampingnya. Langit merasa ada yang menggangu pikiran gadis yang duduk dengan diam di sampingnya itu.

"Woy!" teriak Langit pada Eriska yang kini telah mengubah posisinya menjadi duduk menghadap gadis itu.

Gadis itu menghela napas panjang, seperti berusaha menghilangkan semua kecamuk dalam kepalanya, dan apa yang dilakukannya itu tak lepas dari penglihatan Langit yang duduk di sampingnya.

"Gue, obatin," ujar Eriska.

"Gue bisa sendiri," jawab Langit.

Lama, mereka berdua terdiam dengan kegiatan masing-masing. Langit yang sedang fokus mengobati luka di tangannya karena memang dia tak memakai jaket pada saat adu balap, dan Eriska yang sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Lo, kena---"

"Gue duluan," ucap Eriska memotong ucapannya.

Gadis itu segera berdiri dan berlalu pergi. Tak ingin berlama-lama lagi. Menyisakan Langit dengan tatapan yang sulit diartikan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status