“Mereka sedekat itu?”Key mengangguk. “Tunggu, kenapa kepalaku jadi mengusut?”Key tertawa. “Begitulah runyamnya industri hiburan. Terkadang sulit membedakan antara akting drama dan realita.” Dilan menoleh saat mendengar nada Key yang bergelombang. “Kenapa kau menatapku seperti itu?” tanya Key. “Jadi settingan Neal dengan Melodi kemarin itu dalangnya Javi?”Key mengangguk. “Hubunganmu dengan Javi baik-baik saja ‘kan?” “Bagaimana kalau hubungan kami juga cuma gimmick?”Dilan membeku beberapa saat yang membuat Key tertawa. “Sepertinya pengetahuanku di dunia melebihi darimu sekarang.”Dilan mengerjap, dan menggelengkan kepala. “Tidak. Aku bisa melihat mata Javi sangat tulus padamu. Mana mungkin gimmick.”“Sudahlah. Jangan bicarakan aku. Bagaimana keadaanmu? Sekarang kau lagi ngapain?”Dilan meluruskan pandangannya. “Sekarang aku akting di sinetron televis
Tanpa ketukan Javi membuka ruang Indra. Terlihat Key membaca naskah dengan duduk di lantai, sedang Indra duduk di meja kerja. Spontan keduanya menoleh ke arah Javi. “Kenapa kau ada di sini?” tanya Javi. Pandangan Key beralih pada file di atas meja sofa. “Bukankah baru hari ini aku bekerja? Aku perlu belajar banyak. Terlalu merepotkan kalau bolak balik mencari Indra.”“Tapi kenapa di lantai?” “Memangnya kenapa? Kau mau aku berdiri di samping Indra? Ngaco,” omel Key. Pandangan Javi beralih pada Indra. Indra mengangkat kedua tangannya. “Jangan salahkan dia. Dia tadi sudah menawariku, akunya saja yang nyaman seperti ini.”Javi melongo. Tiba-tiba Key punya mata keenam. Ia memberi isyarat agar Indra keluar. Indra mengangguk saja dan langsung keluar tanpa suara, bahkan dengan menutup pintu sangat pelan. Key terperanjat, tiba-tiba saja kedua tangan kekar memeluknya. Ia berontak begitu Javi mula
Key mendekat dengan angkuhnya “Aku sangat berterima kasih padamu. Berkatmu akan mendapatkan semua kekayaan ini. Sebaiknya kau hati-hati. Aku bisa mengeluarkan perusahaanmu dari gedung ini,” bisik Key kemudian menepuk pundak Melodi. Melodi sedikit termundur. Tiba-tiba ia merasa tungkainya melemah. Key melenggang dan memasuki lift yang sebelumnya hanya dimasuki Javi. “Tidak apa. Kau pasti bisa kembali memiliki gedung ini,” hibur Melodi ketika menyadari Javi yang masih saja menatap lift itu meski Key tidak terlihat lagi. Javi melepaskan pegangan Melodi. “Sebaiknya kau jaga sikapmu di tempat umum. Kau tau, aku tak suka skandal.” Javi berlalu dan memasuki sebuah lift. Melodi menahan kekesalan sambil berusaha mengimbangi langkah lebar Javi. Emosinya sedikit mereda ketika Javi memencet nomor menuju lantai Victoria. ***Javi langsung meluncur ke kantor Ferren. Melodi sedikit kewalahan mengikuti langkah panjangnya.
“Tidak mau. Jika Paman tidak mau ngajak ke Victoria, aku akan bawa dia ke SM”“Papa tidak apa-apa kan?” Kembali terdengar dari luar. Ferren mengerang kesal pada keponakannya itu. Ia mematikan panggilan dan bergegas membuka pintu. “Maaf, aku khawatir Papa kenapa-napa,” ucap Javi saat pintu terbuka. “Tidak apa-apa. Tadi lagi ngobrol di telpon. Masuklah,” sahut Ferren, kemudian menyingkir. Javi masuk. “Apa saya mengganggu? Maaf.”“Tidak apa. Sudah selesai kok. Ada apa?” tanya Ferren sambil duduk ke kursi kerjanya dan mempersilakan Javi duduk ke kursi satunya dengan isyarat. Javi duduk terlebih dahulu. “Mama pasti sudah cerita kalau aku sekarang tidak punya apa-apa dan juga mau menikah dengan Melodi. Di Vic … maksudku di perusahaan yang didirikan almarhum Papa apa ada posisi untukku?” tanya Javi dengan menekan nada di ujung kalimat. Ferren menelan ludahnya. Ia dapat mengerti dibalik Javi menyebut Victoria deng
"Apa yang kalian bisikkan? Kalau berat menampungku, ya sudah. Aku masih punya nenek. Lagi pula, aku tak perlu bertanggung jawab lagi," sela Javi sambil menyeret kopernya. "Tante," desak Melodi. "Baik-baik."Melodi menghampiri Javi dan menggandeng lengannya. "Aku percaya, di tanganmu Victoria akan jaya."***Key keluar kamar dengan langkah gontai. Di dapur sepasang suami istri saling membantu. Pak Isa memotong sayur dan Bibi Nurul tengah mengaduk sesuatu di panci. Sesaat Key terpaku menatap sepasang itu. Ia menghitung berapa hari kebersamaannya dengan Javi. "Sudah bangun?" Bibi Nurul menarik lengan Key dan mendudukkan ke kursi. "Nona mau sesuatu? Biar saya buatkan?"Key menggeleng lesu. "Saya tidak selera makan, Bi." Bibi Nurul duduk di kursi sampingnya. "Pak Isa ada cerita sama Bibi. Tapi … Nona percaya kan sama Aden?"Key mengangguk. "Aku percaya padanya, Bi. Tapi dia yang tak p
"Aku berterima kasih pada orang selingkuh? Nyonya, ini hanya konsekuensi. Semuanya tidak akan berpindah padaku jika dia tidak tidur dengan wanita lain.""Dia tidak bersalah.""Tidak bersalah? Jangan katakan malam itu dia dijebak?!""Dia ….""Tante!" pekik Melodi. Semua tertuju padanya. Zivana menghampiri Melodi. "Mel, kau mau menikahi pria miskin? Sebaiknya kau mengaku," bisik Zivana. "Tante?""Javi sekarang tidak memiliki apa-apa.""Apa yang kalian bicarakan? Jangan katakan kalian hanya mengulur waktu!" Key beralih pada dua pengawalnya. "Pak, tolong bawa mereka keluar segera. Brisik. Panggil polisi jika masih ngeyel."Key meninggalkan mereka. Menuju kamarnya. Sampai di kamar bokongnya terhempas ke tepi ranjang. Seketika ia merasakan segala ototnya melemah. Di ruang tengah Zivana mendekati Javi. "Jav, coba bujuk dia supaya mau balikan lagi.""Lalu Melodi?""Itu nanti. Kau bisa menikahinya diam-diam."Melodi mengangguk cepat. "Kalau gagal?""Harus bisa. Cepat bujuk sana!" Zivana