Bab 4
"Iya aku mau, Om. Kalau begitu aku pergi dulu.." Kamila hendak pergi, namun Keent meraih pergelangan tangannya lagi. Hingga kini keduanya sudah saling menatap satu sama lain. Keent menghela napas panjangnya, Ia ingin mengatakan sesuatu, namun seakan suaranya tercekat. "Kau yakin ingin tinggal disini bersamaku selamanya?" Hanya kata itu yang mampu terlontar dari mulutnya. Kamila mengangguk dengan tegas. Dari raut wajahnya, Kamila memang sudah membulatkan tekadnya untuk tinggal bersama Keent. Hal itu bisa di rasakan dari cara Kamila menatap Keent, harapan yang nyata dan tak terbantahkan. "Om, kau juga tidak boleh menarik ulur ucapan mu kemarin. Kau bilang mengadopsiku dan aku akan nurut padamu. Jadi, kau tidak boleh membuangku." Kedua mata Kamila mulai memerah, menahan tangis yang akan keluar begitu saja. Sementara Keent, melihat raut wajah Kamila yang memelas semakin tidak tahan. Keent meraih tubuh Kamila dan membawanya dalam pelukan. Ia mengelus punggung Kamila dengan lembut, berusaha menenangkannya. Kamila, membalas pelukan itu dan melingkarkan kedua lengannya pada tubuh Keent. "Aku hanya tidak ingin ada kekacauan nantinya. Untuk itu aku memastikannya lagi. Bukan untuk membuangmu, Kamila." ucap Keent. Dengan perasaan nyaman yang luar biasa, Kamila membenamkan wajahnya pada dada kekar pria di pelukannya itu. "Kekacauan apa, Om? Aku janji tidak akan nakal dan berulah. Aku akan jadi Kamila yang penurut." "Kau yakin tidak ada yang di sembunyikan dariku? Karena aku ingin mengadopsi gadis yang jujur." tanya Keent, memancing. Mendengar pertanyaan itu membuat Kamila langsung melepaskan pelukannya. Kamila mendongak, menatap wajah Keent yang tinggi di hadapannya. Dengan bentuk tubuh yang mungil, Kamila hanya setinggi bahu Keent. Membuatnya harus ekstra mendongak saat menatap wajah tampan Keent di sana. "Aku.. Aku ingin jujur satu hal. Tapi, apa Om bisa berjanji untuk tidak memaksaku?" Tanya Kamila. Dari ekspresi wajahnya, Keent sudah bisa menebak bahwa Kamila akan jujur dengan apa yang ia ketahui. Kennt mengangguk dengan senyuman tipis di bibirnya. Ia bahkan membelai rambut Kamila, mencoba meyakinkannya bahwa Ia tidak akan melakukan hal itu. "Ayo duduk dan ceritakan semuanya. Aku akan mendengarkannya sampai kau merasa lega." Ajak Keent. Kamila mengangguk, lalu keduanya duduk di sofa ruang santai malam itu. Kamila ragu, hal itu bisa terlihat jelas dari wajahnya. Namun Kamila juga tidak punya pilihan lain, ia harus jujur jika tidak ingin membuat Keent merasa di bohongi. "Sebenarnya aku punya paman dan bibi. Dia sama-sama tinggal di rumah kami. Tapi, aku tidak mau tinggal bersama mereka. Aku tidak suka karena mereka kelihatan jahat, Om. Aku mohon, jangan kembalikan aku pada mereka. Aku akan melakukan apa yang Om mau asal aku tetap tinggal bersama Om di sini. Aku mohon." Rengek Kamila. Ia bahkan merapatkan kedua tangannya di depan dada sambil memohon. Kedua mata Kamila terpejam seraya menitikkan air mata yang membasahi kedua pipinya yang mulus. Keent menghapus air mata itu, membuat Kamila membuka kedua matanya dan saling menatap. "Aku tidak akan membawa mu pulang. Tapi, aku hanya ingin mengatakan satu hal padamu. Kau siap mendengarnya?" "Iya, apa?" Kamila terlihat begitu penasaran dengan apa yang akan di katakan oleh Keent padanya. Sementara Keent, menceritakan semuanya dengan detail pada Kamila. Semua tentang paman dan bibinya, tentang Keent yang datang kesana dan juga tentang mereka yang seolah senang dan berharap kalau Kamila ikut meninggal dalam kecelakaan itu. Bahkan, kebohongan mereka juga di ungkap oleh Keent. Mendengar hal itu, membuat Kamila terkejut. Anggapannya tentang paman dan bibinya selama ini ternyata benar. Bahkan, pikiran negatif yang dulu sempat bersemayam di benak Kamila ia ingat kembali. Kamila tidak menyangka jika mereka benar-benar melakukan hal ini. Kebohongan yang menyakitkan ia terima, membuat ia seakan tidak berguna lagi untuk hidup karena tidak di harapkan oleh keluarganya. Yang lebih membuat Kamila malu, kenapa Keent harus mengetahui hal ini secara terang-terangan. "Ternyata selama ini dugaan ku benar. Mereka memang tidak suka dengan kehadiran ku dan kedua orang tuaku. Sehingga kecelakaan ini mungkin sebuah keberuntungan untuk mereka." Gumam Kamila. Kamila menatap wajah Keent dengan sendu. Ia juga memegang kedua telapak tangan Keent dengan lembut. Ia tau, permintaannya kini akan membuat Keent merasa terbebani. Tapi, ia tidak mau jika paman dan bibinya mengetahui keberadaannya saat ini. "Om, mungkin ini terlalu egois. Tapi jika mereka memang menganggapku seperti itu, maka aku akan melakukannya. Aku tidak ingin muncul di depan mereka." Pinta Kamila. "Kau mau kalau mereka berpikir kau sudah mati?" Tanya Keent. Kamila mengangguk. Ia sangat menggantungkan harapannya pada Keent. Namun nyatanya, Keent tidak bisa melakukan hal itu. Dengan tegas, Keent menggelengkan kepalanya. "Tidak bisa, Mila! Lambat laun mereka pasti akan tau." "Tapi aku tidak mau bersama mereka. Kalau om tetap memberitahu keberadaanku, mereka pasti akan mencariku dan akan membawaku pulang! mungkin aku akan di siksa habis-habisan. Kalau om takut, aku akan pergi saja dari sini." Kamila yang merasa putus asa langsung beranjak dari duduknya dan hendak pergi. Namun lagi-lagi Keent menghentikannya. Ia meraih tangan Kamila dan mendudukkannya lagi di samping. "Aku tidak takut. Tapi aku hanya ingin kau menjadi wanita yang kuat dan bisa menghadapi semuanya. Mereka tidak berhak memperlakukan hal itu padamu. Bukankah semua aset perusahaan dan rumah mu milik orang tuamu? Kau mau memberikan semua hasil jerih payah mereka untuk paman dan bibimu?" Tanya Keent. Sejenak Kamila terdiam, ia lalu menghapus air mata di kedua pipinya. Ia bimbang. Perusahaan dan rumah serta segala aset yang di miliki keluarganya merupakan milik kedua orang tuanya. Tapi jika Kamila egois dan mengambil semua itu, maka dia juga tidak bisa mengusir paman dan bibinya karena mengingat sang papa sangat menyayangi paman Herman yang merupakan kakaknya. Kamila ingin sekali melakukan hal itu, namun dia tidak kuasa. Dengan penuh keberanian, ia mengungkapkan semua pikiran yang berkecamuk di hatinya pada Keent. Ia mengatakan semuanya tanpa terkecuali. Setelah mendengar semuanya, Keent mengangguk. Keent juga bisa memahami apa yang di rasakan oleh Kamila. Kebimbangan yang menyesakkan. Apalagi Kamila masih muda dan di hadapkan oleh kejadian rumit seperti ini. Keent lalu memegang kedua telapak tangan Kamila dengan lembut. Ia tersenyum, seolah memberikan kekuatan untuk Kamila agar tetap bertahan. "Aku akan membantu mu apapun yang terjadi. Aku tau kau butuh waktu untuk bisa mencerna semuanya. Aku akan memberi mu waktu sampai kau benar-benar mau bergerak bersama ku. Bagaimana?" Tanya Keent. "Hmm.. Aku akan melakukan semuanya saat aku mau, Om. Aku mengikuti apa yang kau perintahkan nantinya." jawab Kamila, lirih.Bab 40Cup! Kamila mengecup bibir Keent dengan kilat sebelum akhirnya ia keluar dari mobil. "Bye, sayang!" Ucap Kamila seraya menggandeng tangan Kayla berlalu dari sana. Sementara Keent hanya bisa terkekeh melihat tingkah laku kekasinya itu. Ia keluar dari dalam mobil dan berdiri di dekat mobil itu. Ia menatap ke arah gedung, memastikan bahwa pacarnya masuk dengan selamat. Hingga akhirnya Kamila dan Kayla sudah tidak terlihat lagi dari pandangannya. Ia duduk di kursi yang terletak di taman gedung. Tiba-tiba sebuah mobil terparkir di samping mobilnya. Keluarlah Andrew dari dalam sana dan berlari menghampiri Keent. "Hei, kau yakin akan mengawasinya di sini?" Tanya Andrew, seraya duduk di samping Keent. "Tentu saja. Aku tidak ingin mengganggu acara pacarku. Tapi, kau juga harus melakukan tugasmu, Ndrew." Andrew mengangguk dengan cepat. Ia tau apa yang akan dia lakukan. Andrew memberikan kode pada kedua pengawal yang satu mobil dengannya. kedua pengawal itu berlari dan menghampiri
Bab 39 Hingga malam pun tiba, terlihat Kamila sudah rapi dengan balutan gaun berwarna pastel yang melekat pada tubuhnya yang seksi. Ia menguraikan rambut pangan nya, membiarkannya menjuntai pandang menutupi punggungnya. "wah, ternyata aku sudah sangat dewasa!" pekiknya seraya menatap dirinya pada pantulan cermin rias di depannya. Ia memakai make up tipis dengan sentuhan lipstik nude yang mempercantik bibir tipisnya. "Sempurna.." ucapnya. Ia melihat ke arah jam dinding di kamarnya yang menunjukkan pukul delapan malam. "Seharusnya pacarku sudah datang kan? Katanya dia akan mengantarku ke pesta." Gumam nya. Tiba-tiba ponselnya berdering, hal itu membuatnya berjalan ke arah nakas dan mengambil ponselnya. Di layar, terlihat nomor ponsel milik Kayla yang menelpon. Ia pikir itu Keent, tapi sepertinya tidak sesuai dengan harapannya. "Halo, Kamila! Kau dimana? aku sudah menunggu di depan ruma! katanya kau akan kesini dan berangkat bareng! mana?" Ucap Kayla, sesaat setelah Kamila
Bab 38 "Intan? Kemana saja kau ini? Ayah dan ibumu sudah mencari mu kemana saja!" Tanya Herman setelah tau jika sambungan teleponnya di angkat oleh Intan. "Yakin kalian mencari ku?" Tampak remehan terdengar dari nada bicara Intan di sana. Hal itu membuat Herman yang tadinya khawatir, sekarang menjadi kesal. "Kau pikir aku berbohong? Bagaimana pun juga kau adalah anak kami, mana mungkin kami tidak mencari mu!' Dari nada bicara Herman, terdengar ia sangat marah. Bahkan sepertinya ia tengah menahan sedikit emosinya, semua terdengar dari suaranya yang gemetar. "Baiklah, aku percaya. Tapi aku akan memberi tahu kalian kalau mulai sekarang tidak usah mencariku lagi. Aku sudah bekerja dan jangan ikut campur tentang kehidupan ku!" "Intan?! kenapa kau bisa bicara seperti itu pada orang tua mu sendiri?" "Aku sibuk!" Intan lalu mematikan sambungan teleponnya secara sepihak. Lalu, mematikan ponselnya agar sang ayah tidak dapat menghubunginya lagi. "Mungkin aku kejam, tapi ini
Bab 37 Kini, Hanni sudah duduk di bangku kelasnya. Ia mengambil tisue dalam tas yang ia bawa lalu mengelap keringat dingin yang membasahi keningnya. "Ck, kenapa orang itu menyebalkan sekali? Untung saja aku tidak di celakai. sialan!" Pekik Hanni dengan raut wajah penuh ketakutan. Lalu, beberapa teman Hanni datang padanya. Mereka semua menanyakan perihal pesta yang akan di adakan oleh Hanni nanti malam. Mereka masih memastikan bahwa itu bukanlah omong kosong belaka. "Hanni, apa kau benar-benar akan mengadakan pesta nanti malam dan mengundang semua teman kelas angkatan kita?" Tanya salah satu dari mereka. "Benar, sekarang kalian sebar undangan ini ke beberapa kelas yang satu angkatan saja." Jawab Hanni. Ia memberikan beberapa undangan kepada mereka di sana. Dengan girang mereka pun mengambilnya. "Tapi, apa kau juga akan mengundang Kamila?" Tanya nya. "Tentu saja. Dia justru harus datang ke sana. Aku ingin menunjukkan kalau aku lah primadona di sekolah nusantara X ini,"
Bab 36 Ckittt... Mobil yang di tumpangi oleh Hanni mulai memutar haluan. Seharusnya mobil itu ke arah kanan menuju sekolah nusantara X. Namun, sang sopir membawa mobil itu berbelok ke sebelah kiri yang mana menuju jalanan yang di apit oleh kedua hutan lebat. "Pak, kenapa kita kesini? Sekolahku kan kesana!" Ucap Hanni. "Diam kau!" Gertak sopir itu. Deg! Mendengar perkataan dari si sopir, membuat Hanni mulai ketakutan. Ia gemetar dan hendak mengambil ponsel dalam tas sekolahnya untuk menghubungi Seseorang. Namun, sopir itu mengerem secara mendadak, membuat tas yang berada di pangkuan Hanni terjatuh begitupun dengan kepala Hanni yang terbentur jok depan. Sopir itu menoleh ke belakang dan membuka masker penutup wajahnya. Seketika, kedua bola mata Hanni membulat saat melihat seseorang yang tak asing baginya. Yah benar, sopir itu ternyata Andrew, ia menyamar menjadi sopir Hanni untuk membawanya pergi. "Ka-kau? Bukankah kau..." "Iya aku adalah Andrew, kenapa? kau takut?" P
Bab 35 Setelah kurang lebih satu jam berlalu, operasi pun berjalan dengan lancar. Keent dan Jhon keluar dari ruangan operasi itu. Di depan ruangan, ibu paruh baya tadi langsung menghampiri mereka. "Bagaimana, dok? Apa anak saya baik-baik saja?" Tanya nya. "Operasi berjalan dengan lancar. Sekarang pasien akan di pindahkan ke ruangan inap dulu. Anda bisa menjenguknya saat sudah di pindahkan." Jawab Keent. "Baik, terima kasih dok." "Sama-sama." Keent dan Jhon pun berlalu dari hadapan wanita paruh baya itu. Sesampainya di depan ruangan nya, ia berhenti dan menoleh ke arah Jhon. "Jhon, sepertinya aku akan langsung pulang. Ada hal yang harus aku urus." Ucap Keent. "Baik, hati-hati di jalan dokter Keent." "Hmm.." Keent masuk ke dalam ruangan nya untuk berganti baju, lalu keluar dari rumah sakitnya. Kini, Keent sudah berada di dalam mobilnya. Sebelum jalan, ia mengambil ponsel dalam saku celananya dan mulai menghubungi Andrew. Beberapa detik tersambung, akhirnya tele