Sebuah kecelakaan menewaskan kedua orang tua Kamila Lestari. Sementara Kamila yang pada saat itu berada dalam mobil yang sama berhasil selamat sendirian. Kehilangan kedua orang tuanya dalam waktu yang bersamaan membuat Kamila frustasi. "Ayo, ikut Om dokter pulang." Seorang dokter ahli bedah mengulurkan tangannya pada gadis yang masih bersimpuh di tengah makam kedua orang tuanya. Keent Andareksa berniat membawa Kamila untuk mencari keberadaan keluarganya yang lain. Namun, keadaan di luar dugaan. Apa yang terjadi? Simak!
view moreBab. 1
Pagi yang cerah tiba, terlihat seorang gadis baru saja tersadar dari tidurnya. Ia melihat langit-langit kamar yang asing, membuatnya beranjak duduk dan mengusap kedua matanya. Pandangannya di perjelas lagi, sehingga ia tau kalau dirinya tengah berada di ruangan rumah sakit. Kejadian kecelakaan tragis semalam mendarat di pikirannya, membuatnya teringat akan satu hal. "Papa! Mama!" Teriaknya. Gadis itu, Kamila Lestari, melepas infus di tangannya dengan asal. Ia beranjak dari brankar dan berlari keluar dari ruangan, berlari tak tentu arah menyusuri lorong rumah sakit untuk mencari kedua orang tuanya. Tepat di depan sebuah ruangan, Kamila menabrak seorang dokter yang baru saja keluar dari ruangan itu. "Awas!" Dokter itu, Keent Andareksa, meraih pinggang ramping Kamila yang hendak terjatuh. keduanya saling membalas tatapan satu sama lain. "Dok, apa kau melihat kedua orang tuaku? Dimana dia?" Tanya Kamila. "Apa kau..." Belum sempat Keent menjawab, seorang dokter juga keluar dari sana. "Dokter Keent, kami tidak bisa menghubungi keluarga korban. Bagaimana ini?" Dokter Keent langsung membawa Kamila masuk ke dalam ruangan itu, menunjukkan sepasang suami istri paruh baya yang terbaring di atas brankar dalam keadaan tidak bernyawa. Bagai di sambar petir di siang bolong, itulah yang di rasakan oleh Kamila. Bagaimana tidak? Ia melihat kedua orang tua yang sangat ia sayangi terbaring di atas brankar. "Ti-tidak mungkin!" Kamila langsung memeluk tubuh kedua orang tuanya yang sudah dingin. Kamila lalu menoleh ke arah dokter Keent dan mendekat. "Dok, kenapa mereka tidak bergerak sama sekali? Tubuh mereka dingin dan..." "Mereka sudah meninggal saat kecelakaan semalam, dan hanya kau yang selamat." Jawab Keent. Kamila langsung terbelalak, lelehan air mata langsung membasahi kedua pipinya. "Ti-tidak mungkin. Aku tidak mau mereka mati! Kau berbohong!" Kamila kembali memeluk tubuh kedua orang tuanya sambil terisak terus-menerus. "Ma, Pa, jangan tinggalin Kamila. Kamila tidak punya siapa-siapa lagi. Hikss.. Hikss.." Kamila terus menumpahkan air mata dan kesedihannya di depan kedua orang tuanya yang sudah tidak bisa mendengarnya lagi. Keent berjalan mendekat, lalu menyentuh pundak Kamila dengan lembut. "Kita harus memakamkan mereka. Jika kau menyayangi mereka, Kau harus bisa mengikhlaskannya." Ucap Keent. Kamila sempat memberontak berulang kali. Bahkan, dia tidak mau berpisah dari kedua orang tuanya. Seperti gadis frustasi, Kamila terus berteriak, menangis, dan tertawa secara bersamaan. Hal itu membuat Keent merasakan iba yang luar biasa. Bahkan hatinya tidak bisa di bohongi, Jika dia benar-benar peduli dengan gadis yang menangis dalam genggamannya itu. Sampai akhirnya, Keent berhasil membujuknya. Kini, kedua jasad orang tua Kamila sudah berhasil di makamkan. Di sana hanya Terlihat Kamila dan Keent yang masih ada. Kamila masih bersimpuh di tengah makam kedua orang tuanya. Tangisnya tidak berhenti sama sekali, Membuat Keent ikut merasakan sesak di dadanya. "Ayo, Ikut Om Dokter pulang ke rumah." Sebuah uluran tangan terlihat di depan wajah Kamila. Hal itu membuat Kamila mendongak dan menatap ke arah pria yang berdiri di hadapannya. Wajahnya sangat tampan, karismatik, dan sepertinya sudah berumur. "ikut Om Dokter?" "Hmm.. Om akan mengantarmu menemui keluarga mu yang lainnya." "Tapi aku tidak punya keluarga lagi selain kedua orang tuaku." "kalau begitu, tinggallah di rumah Om Dokter, maka kau tidak akan kesepian lagi. " Senyuman ramah dan lembut terlihat dari wajah Keent. Kamila yang awalnya ragu, perlahan luluh dan percaya pada pria di depannya. Kamila meraih uluran tangan itu dan berdiri di hadapannya. Sejenak, keduanya saling menatap satu sama lain. "Om yakin akan membawaku pulang? Kehidupanku membutuhkan biaya yang banyak. Aku masih sekolah, aku suka jalan-jalan, dan aku suka menghabiskan uang. Orang tuaku saja kadang kualahan, apalagi Om dokter." ucap Kamila, polos. "Karena kau sudah tidak punya keluarga lagi, Maka akulah yang akan mengadopsi mu. Lakukan apa yang kau mau, anggap aku sebagai Om doktermu, dan jangan bersedih. Maka Om dokter tidak akan memarahimu. Ingat, kau juga harus menjadi gadis penurut. Mengerti?" Angin pagi yang sejuk berhembus, menerpa wajah Kamila yang sendu. Namun, Kamila bisa merasakan ketenangan yang luar biasa dari pria asing yang baru saja dia kenal. Kamila tidak peduli apa maksud dan tujuan Keent. Yang ada di pikirannya, ia ingin tetap bertahan hidup di kerasnya dunia yang semu. "Aku akan menjadi gadis yang penurut. Tapi sebelum itu, Om harus ijin dan berpamitan pada kedua orang tuaku. Berjanjilah kalau Om akan memperlakukan ku dengan baik. Apa Om mau?" "Tentu saja.." Sesuai apa yang Kamila mau, Keent melakukannya dengan baik. Melihat wajah Keent yang tenang saat memanjatkan doa, membuat Kamila semakin yakin kalau pria di depannya adalah pria yang baik. "Selesai. Ayo pulang. Kau bisa menjenguk mereka kapan pun." Ucap Keent. "Hmm... Apa yang mereka katakan pada Om dokter?" "Mereka bilang, kalau Kamila harus berjanji untuk selalu tersenyum." "Lalu? Apa pendapat mereka tentang Om?" "Mereka juga menyukaiku." Kamila tersenyum, lalu ia menggandeng tangan Keent pergi dari sana. Melihat Kamila yang sudah mulai ceria, membuat Keent lega. Keduanya masuk ke dalam mobil dan berlalu dari pemakaman kedua orang tua Kamila. "Ma, Pa, aku tau Om dokter berbohong. Tapi aku akan melakukan apa yang dia katakan. Aku tidak mau tinggal dengan Paman dan Bibi, mereka sepertinya bukan orang baik." batin Kamila seraya menatap ke arah makam kedua orang tuanya yang semakin menghilang dari pandangannya. Tidak butuh waktu lama, mobil yang mereka tumpangi sudah sampai di depan sebuah halaman rumah yang cukup mewah. "Ayo turun." Ajak Keent. Kamila mengangguk, lalu turun dan berjalan beriringan masuk ke dalam rumah itu. Baru beberapa langkah memasuki ruang utama, Kamila merasa bahwa suasana rumah itu sepi dan hening. Tidak ada suara apapun yang terdengar selain langkah kaki mereka. Keent menoleh dan menatap wajah Kamila di depannya. Ia tau, kalau Kamila pasti merasa sedikit asing di rumahnya. "Kamila, mungkin kau akan merasa kurang nyaman di sini karena baru pertama kali. Tapi, aku akan mengajari mu banyak hal di sini." ucap Keent. Kamila mengangguk, lalu meraih pergelangan tangan Keent dan mendekat. "Om, apa di sini tidak ada orang lain selain kita berdua?" Tanya Kamila, penasaran. "Tidak ada. Aku tidak suka jika ada orang asing di rumahku. Lagian aku bisa melakukan semuanya sendirian." Jawabnya. Kamila langsung menatapnya dengan lekat, pegangan tangannya terlepas seiring dengan tentunduknya wajah cantiknya. "Aku orang lain kan? Seharusnya aku tidak di sini. Aku tidak ingin mengganggu ketenangan Om." kata Kamila, lirih. "Kata siapa kau orang lain? Bukankah aku sudah bilang kalau aku mengadopsi mu? Jadi, kau adalah keluargaku." Sentuhan di kedua pundak Kamila cukup membuatnya tenang. Kamila tidak tau alasan kenapa Keent begitu baik dengannya. Pikiran lainnya mulai berkecamuk di hati, namun Kamila menepisnya dengan kuat. "Terima kasih, Om. Jika aku lulus dan bekerja, aku akan membayar semua yang sudah Om beri padaku!" Ucap Kamila, Antusias. "Termasuk ketulusanku?"Bab 40Cup! Kamila mengecup bibir Keent dengan kilat sebelum akhirnya ia keluar dari mobil. "Bye, sayang!" Ucap Kamila seraya menggandeng tangan Kayla berlalu dari sana. Sementara Keent hanya bisa terkekeh melihat tingkah laku kekasinya itu. Ia keluar dari dalam mobil dan berdiri di dekat mobil itu. Ia menatap ke arah gedung, memastikan bahwa pacarnya masuk dengan selamat. Hingga akhirnya Kamila dan Kayla sudah tidak terlihat lagi dari pandangannya. Ia duduk di kursi yang terletak di taman gedung. Tiba-tiba sebuah mobil terparkir di samping mobilnya. Keluarlah Andrew dari dalam sana dan berlari menghampiri Keent. "Hei, kau yakin akan mengawasinya di sini?" Tanya Andrew, seraya duduk di samping Keent. "Tentu saja. Aku tidak ingin mengganggu acara pacarku. Tapi, kau juga harus melakukan tugasmu, Ndrew." Andrew mengangguk dengan cepat. Ia tau apa yang akan dia lakukan. Andrew memberikan kode pada kedua pengawal yang satu mobil dengannya. kedua pengawal itu berlari dan menghampiri
Bab 39 Hingga malam pun tiba, terlihat Kamila sudah rapi dengan balutan gaun berwarna pastel yang melekat pada tubuhnya yang seksi. Ia menguraikan rambut pangan nya, membiarkannya menjuntai pandang menutupi punggungnya. "wah, ternyata aku sudah sangat dewasa!" pekiknya seraya menatap dirinya pada pantulan cermin rias di depannya. Ia memakai make up tipis dengan sentuhan lipstik nude yang mempercantik bibir tipisnya. "Sempurna.." ucapnya. Ia melihat ke arah jam dinding di kamarnya yang menunjukkan pukul delapan malam. "Seharusnya pacarku sudah datang kan? Katanya dia akan mengantarku ke pesta." Gumam nya. Tiba-tiba ponselnya berdering, hal itu membuatnya berjalan ke arah nakas dan mengambil ponselnya. Di layar, terlihat nomor ponsel milik Kayla yang menelpon. Ia pikir itu Keent, tapi sepertinya tidak sesuai dengan harapannya. "Halo, Kamila! Kau dimana? aku sudah menunggu di depan ruma! katanya kau akan kesini dan berangkat bareng! mana?" Ucap Kayla, sesaat setelah Kamila
Bab 38 "Intan? Kemana saja kau ini? Ayah dan ibumu sudah mencari mu kemana saja!" Tanya Herman setelah tau jika sambungan teleponnya di angkat oleh Intan. "Yakin kalian mencari ku?" Tampak remehan terdengar dari nada bicara Intan di sana. Hal itu membuat Herman yang tadinya khawatir, sekarang menjadi kesal. "Kau pikir aku berbohong? Bagaimana pun juga kau adalah anak kami, mana mungkin kami tidak mencari mu!' Dari nada bicara Herman, terdengar ia sangat marah. Bahkan sepertinya ia tengah menahan sedikit emosinya, semua terdengar dari suaranya yang gemetar. "Baiklah, aku percaya. Tapi aku akan memberi tahu kalian kalau mulai sekarang tidak usah mencariku lagi. Aku sudah bekerja dan jangan ikut campur tentang kehidupan ku!" "Intan?! kenapa kau bisa bicara seperti itu pada orang tua mu sendiri?" "Aku sibuk!" Intan lalu mematikan sambungan teleponnya secara sepihak. Lalu, mematikan ponselnya agar sang ayah tidak dapat menghubunginya lagi. "Mungkin aku kejam, tapi ini
Bab 37 Kini, Hanni sudah duduk di bangku kelasnya. Ia mengambil tisue dalam tas yang ia bawa lalu mengelap keringat dingin yang membasahi keningnya. "Ck, kenapa orang itu menyebalkan sekali? Untung saja aku tidak di celakai. sialan!" Pekik Hanni dengan raut wajah penuh ketakutan. Lalu, beberapa teman Hanni datang padanya. Mereka semua menanyakan perihal pesta yang akan di adakan oleh Hanni nanti malam. Mereka masih memastikan bahwa itu bukanlah omong kosong belaka. "Hanni, apa kau benar-benar akan mengadakan pesta nanti malam dan mengundang semua teman kelas angkatan kita?" Tanya salah satu dari mereka. "Benar, sekarang kalian sebar undangan ini ke beberapa kelas yang satu angkatan saja." Jawab Hanni. Ia memberikan beberapa undangan kepada mereka di sana. Dengan girang mereka pun mengambilnya. "Tapi, apa kau juga akan mengundang Kamila?" Tanya nya. "Tentu saja. Dia justru harus datang ke sana. Aku ingin menunjukkan kalau aku lah primadona di sekolah nusantara X ini,"
Bab 36 Ckittt... Mobil yang di tumpangi oleh Hanni mulai memutar haluan. Seharusnya mobil itu ke arah kanan menuju sekolah nusantara X. Namun, sang sopir membawa mobil itu berbelok ke sebelah kiri yang mana menuju jalanan yang di apit oleh kedua hutan lebat. "Pak, kenapa kita kesini? Sekolahku kan kesana!" Ucap Hanni. "Diam kau!" Gertak sopir itu. Deg! Mendengar perkataan dari si sopir, membuat Hanni mulai ketakutan. Ia gemetar dan hendak mengambil ponsel dalam tas sekolahnya untuk menghubungi Seseorang. Namun, sopir itu mengerem secara mendadak, membuat tas yang berada di pangkuan Hanni terjatuh begitupun dengan kepala Hanni yang terbentur jok depan. Sopir itu menoleh ke belakang dan membuka masker penutup wajahnya. Seketika, kedua bola mata Hanni membulat saat melihat seseorang yang tak asing baginya. Yah benar, sopir itu ternyata Andrew, ia menyamar menjadi sopir Hanni untuk membawanya pergi. "Ka-kau? Bukankah kau..." "Iya aku adalah Andrew, kenapa? kau takut?" P
Bab 35 Setelah kurang lebih satu jam berlalu, operasi pun berjalan dengan lancar. Keent dan Jhon keluar dari ruangan operasi itu. Di depan ruangan, ibu paruh baya tadi langsung menghampiri mereka. "Bagaimana, dok? Apa anak saya baik-baik saja?" Tanya nya. "Operasi berjalan dengan lancar. Sekarang pasien akan di pindahkan ke ruangan inap dulu. Anda bisa menjenguknya saat sudah di pindahkan." Jawab Keent. "Baik, terima kasih dok." "Sama-sama." Keent dan Jhon pun berlalu dari hadapan wanita paruh baya itu. Sesampainya di depan ruangan nya, ia berhenti dan menoleh ke arah Jhon. "Jhon, sepertinya aku akan langsung pulang. Ada hal yang harus aku urus." Ucap Keent. "Baik, hati-hati di jalan dokter Keent." "Hmm.." Keent masuk ke dalam ruangan nya untuk berganti baju, lalu keluar dari rumah sakitnya. Kini, Keent sudah berada di dalam mobilnya. Sebelum jalan, ia mengambil ponsel dalam saku celananya dan mulai menghubungi Andrew. Beberapa detik tersambung, akhirnya tele
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments