Share

Dia Bukan Perempuan Jalang, Dia Perempuan Baik-Baik

Zoia memasukkan ponsel ke dalam saku setelah selesai menerima telepon dari Prilly. Meski Zoia mencoba untuk tenang dan tidak memedulikan Javas, tak ayal kata-kata Prilly tadi bersarang di benaknya.

Apa benar saat ini Javas sedang bersama perempuan lain dan menginap di sana?

Zoia berbaring gelisah di tempat tidur dan mencoba memejamkan matanya. Namun ternyata hal tersebut adalah hal yang paling mustahil dilakukannya saat ini.

Tidak tahan lagi, Zoia bangkit dari ranjangnya lalu keluar dari kamar. Zoia tidak tahu harus ke mana dan melakukan apa tengah malam begini. Begitu melihat kamar Javas yang terletak di sebelah kamarnya, Zoia melangkahkan kaki ke sana. Ia termangu di depan pintu kamar itu bermenit-menit lamanya.

Dengan perasaan ragu Zoia memutar knop. Setelah daun pintu terbuka Zoia melangkah masuk ke kamar itu. Zoia tidak tahu entah apa reaksi Javas jika tahu dirinya berada di sana tanpa sepengetahuan lelaki itu. Biasanya Zoia baru ke kamar Javas hanya untuk membersihkannya.

Duduk di tepi ranjang, Zoia termenung sendiri memikirkan keberadaan Javas. Jika benar Javas berada bersama perempuan lain, kenapa tidak menikahi perempuan itu saja? Kenapa harus dirinya?

Sesaat kemudian Zoia bangkit dari ranjang, lalu mondar-mandir sendiri di kamar itu dengan seribu tanda tanya menggayuti kepalanya.

Ponsel dalam saku piyamanya tiba-tiba berbunyi yang membuat Zoia tersentak. Zoia pikir dari Javas. Ternyata dugaannya salah. Bukan dari suaminya, melainkan sahabatnya, Khanza.

“Lo belum tidur?” tanya Khanza ketika mendengar suara Zoia.

“Belum,” jawab Zoia pelan.

“Tumben jam segini masih bangun?” Sahabatnya itu keheranan.

“Gue lagi nunggu Javas.”

“Memangnya dia ke mana? Kenapa belum pulang?”

“Gue juga nggak tahu dia ke mana,” jawab Zoia bingung.

“Gimana sih lo, masa suami sendiri nggak tahu pergi ke mana? Oh iya, lo jadi ke acara itu?”

Tadi Zoia memang mengatakan pada Khanza bahwa dirinya pulang lebih awal dari kantor mereka karena Javas mengajaknya menghadiri sebuah acara.

“Jadi. Tapi setelah acara selesai Javas udah hilang. Tadi kebetulan gue ke toilet,” jawab Zoia mengatakan yang sesungguhnya terjadi.

“Hilang? Memangnya dia ke mana?”

“Kalau gue tahu gue juga nggak bakal bingung kayak gini kali, Ca.”

“Orang kaya memang suka aneh ya, adaaa aja tingkahnya.”

Zoia menggumam pelan. Javas memang aneh.

Setelah selesai menerima telepon, Zoia kembali ke ranjang. Iseng, ia berbaring di sana. Hingga lama kelamaan kantuk menyerangnya. Zoia tertidur di ranjang Javas.

***

Zero Apartment, 00.10

Prilly masuk ke kamar dengan membawa soft drink seperti yang tadi diminta Javas padanya. Perempuan itu lalu duduk di tepi ranjang tepat di dekat lelaki itu berbaring.

“Jav, ini minumannya.” Prilly membelai punggung Javas yang membelakanginya.

Javas membalikkan badan, dan saat itu juga Prilly langsung menyambar bibirnya.

“Nakal ya kamu …”

Prilly tertawa. Selagi Javas menyesap minumannya, perempuan itu tak lepas memerhatikannya.

“Kenapa ngeliat aku kayak gitu banget?” tanya Javas sambil meletakkan kaleng soft drink yang isinya tinggal separuh.

Prilly langsung memasang wajah sedih dan menjawab dengan lirih. “Aku ngerasa udah kehilangan kamu, Jav. Aku menyesal kenapa waktu itu pergi dari acara kita. Tapi saat itu kondisiku juga sulit. Posisiku nggak mudah. Aku serba salah dan akhirnya memutuskan untuk pergi karena nggak mau melibatkan kamu dalam masalah keluargaku.”

Javas mengembuskan napas panjang. Ia juga sangat menyesali akan hal tersebut.

“Udahlah, Pril. Kita berdua sama-sama salah. Kamu menyembunyikan masalahmu sendiri dan nggak terbuka sama aku. Dan aku juga terlalu cepat mengambil keputusan tanpa berpikir panjang.”

Prilly kemudian ikut merebahkan tubuhnya. Ia berbaring di sebelah Javas dan menjadikan lengan lelaki itu sebagai bantal.

“Jav …”

“Hm?” Javas menjawab sambil membelai lembut rambut Prilly.

“Bisa nggak pernikahan kamu dibatalkan?”

“Dibatalkan?” Dahi Javas berkerut.

“Aku nggak rela jadi istri kedua. Aku mau jadi istri pertama kamu.”

“Kalau dibatalkan urusannya bisa panjang, Pril. Kamu tenang aja, nanti aku akan ceraikan Zoia.”

“Nanti? Nanti kapan?” Prilly mendesak meminta kepastian.

Javas tidak langsung menjawab. Ia berpikir sesaaat. Apa kata dunia jika ia bercerai padahal baru saja menikah? Namanya bisa rusak. Sedangkan dulu ketika orang-orang yang mengenalnya bertanya kenapa pengantin wanitanya bukan Prilly (karena mereka tahu Prilly adalah kekasihnya), Javas harus memutar otak dan mengatakan sudah putus dengan Prilly.

“Aku akan ceraikan dia secepatnya. Kamu sabar dulu ya …”

“Tapi sabarnya sampai kapan? Aku tuh mau jawaban yang jelas dan pasti.” Prilly cemberut dan langsung duduk.

Javas ikut bangun dan duduk di sebelah Prilly. “Pril, kamu jangan childish kayak gini dong, masa segitu aja sampai ngambek.”

“Aku nggak ngambek, cuma butuh kepastian,” tukas perempuan itu mengoreksi.

“Soal waktunya aku nggak bisa pastikan. Aku cuma bisa janjikan cepat atau lambat pasti akan menceraikan dia.”

Prilly bergeming, tidak menanggapi kata-kata Javas. Perempuan itu masih seperti tadi. Marah dan tidak terima.

Javas merengkuh Prilly, lalu menyandarkan perempuan itu ke pundaknya. “Kamu nggak usah cemburu. Pernikahan itu hanya status di atas kertas. Yang penting kan perasaan aku cuma buat kamu.”

“Itu sekarang,” cibir Prilly.

“Sekarang atau besok nggak ada bedanya. Perasaanku nggak akan berubah. Aku janji akan menjaga cinta kita.”

“Kamu mungkin bisa setia, tapi perempuan jalang itu pasti menggoda kamu dengan berbagai cara sampai kamu luluh.” Prilly bersungut-sungut dengan nada penuh kebencian.

Entah mengapa Javas merasa kurang suka mendengar Prilly menuding Zoia dengan kata-kata itu.

“Dia bukan perempuan jalang, Pril. Dia perempuan baik-baik.”

Prilly langsung memutar kepala ke sebelahnya dan menyorot Javas dengan tajam. “Tuh kan masih aja dibelain. Katanya kamu cinta sama aku, tapi kenapa membela dia?”

“Aku nggak membela dia, aku hanya mencoba untuk realistis.”

Prilly bersedekap dan meruncingkan mulutnya. Ia benar-benar dongkol atas pembelaan Javas pada Zoia. Lihat saja nanti. Javas pasti akan menarik lagi kata-katanya.

Javas kembali merengkuh Prilly dan menarik pelan hidungnya. “Udah ah, nggak usah cemberut gitu.”

Prilly masih pura-pura merajuk.

“Ngomong-ngomong, stock pengaman kita masih ada kan?” Javas berujar pelan yang membuat Prilly tersenyum malu.

“Masih.”

“Ambilin gih, nanti keburu pagi,” sambung Javas sambil melengkungkan bibirnya mesra.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status