Home / Romansa / Diam-Diam Menikmati / Bab 1 Kehilangan 

Share

Diam-Diam Menikmati
Diam-Diam Menikmati
Author: SILAN

Bab 1 Kehilangan 

Author: SILAN
last update Last Updated: 2024-12-15 12:28:40

Suasana pemberkatan pesta pernikahan tampak damai, beberapa tamu sudah hadir dan bersiap untuk menyaksikan pemberkatan pernikahan Christian Jacob Lawson. Ia adalah pria berusia dua puluh lima tahun, di usianya yang masih cukup muda, Jacob telah memiliki segalanya.

Berkat dukungan dari keluarga, Jacob telah mendapatkan kesuksesan yang begitu besar. Sebuah saham kekayaan dari sang kakek dan juga kekayaan dari ayahnya, Jacob mengendalikan semua itu dengan kecerdasannya sehingga membuatnya menjadi salah satu pria termuda yang masuk penghargaan orang terkaya dunia.

Dan hari ini, kebahagiaannya akan lengkap. Ia akan menikah dengan wanita yang sangat dicintainya, Anastasya. Wanita yang kini tengah mengandung anaknya, tentu adalah kebahagiaan yang Jacob nantikan.

Dengan senyum bahagia, Jacob menerima ucapan selamat dari sahabat-sahabatnya. "Selamat, Dude. Hari ini kau resmi menjadi pria beruntung," ucap seorang rekannya sambil menepuk bahunya.

"Terima kasih," Jacob menjawab, matanya berbinar. "Hari ini aku menikahi wanita impianku. Tak ada yang lebih membahagiakan dari itu."

Tak lama seorang gadis datang mendekat, Hazel, adik perempuannya yang cerewet tapi peduli, mendekat sambil menyentuh dasi Jacob. "Dasimu miring, kau harus terlihat sempurna," katanya sambil merapikannya.

Jacob tertawa kecil. "Aku gugup. Ini adalah hari terpenting dalam hidupku."

Hazel menepuk dadanya dengan iseng. "Tenanglah. Jangan buat masalah di hari bahagiamu."

Jacob mengangguk, kebahagiaannya hari ini membuat perasaannya berdebar debar. Sebentar lagi ia akan melihat Anastasya mengenakan gaun pernikahan dan datang padanya, membayangkannya saja berhasil membuat Jacob gugup setengah mati.

Namun, seiring waktu berlalu, kegelisahan Jacob mulai terlihat. Tatapannya terus tertuju ke arah pintu besar di ujung karpet merah. "Kenapa mereka belum datang? Bukankah seharusnya sudah dekat?" tanyanya sambil melirik arloji di pergelangan tangannya.

"Sabarlah," jawab Hazel, mencoba menenangkannya. "Mereka pasti sedang dalam perjalanan."

Saat sedang menantikan kedatangan mempelai wanita, Jacob dirangkul dengan akrab oleh Dustin, ayahnya. "Jadilah suami yang baik untuk istrimu, apalagi Anastasya sekarang sedang hamil bayimu."

Jacob mengangguk, senyum optimis menghiasi wajahnya. "Aku akan melakukan yang terbaik untuk mereka."

Tatapan Jacob kerap kali ke arah pintu besar menunggu pintu itu terbuka dan Anastasya berjalan dari sana. Debaran dada Jacob semakin kuat, karena pasti sebentar lagi wanita yang ia cintai akan tiba.

"Aku tidak pernah segugup ini." batinnya sambil berusaha mengendalikan diri, bersiap melihat kecantikan Anastasya dengan gaun pernikahannya.

Namun, ketegangan yang terselubung di udara memuncak saat pintu besar akhirnya terbuka. Tapi yang muncul bukanlah Anastasya dalam gaun putihnya, melainkan seorang pria dengan wajah pucat dan penuh kepanikan.

"Hei! Ini area sakral. Kau tahu ini pemberkatan pernikahan, bukan?" seru Hazel, marah.

Namun pria itu tak mempedulikan amarah Hazel. Nafasnya tersengal-sengal saat ia berkata, "Maaf... saya minta maaf, tapi mobil yang ditumpangi mempelai wanita mengalami kecelakaan dalam perjalanan kemari."

Kata-kata itu menggema seperti guntur di ruangan yang semula penuh kebahagiaan. Jacob berdiri terpaku, wajahnya berubah pucat seperti kain altar. Ia melangkah maju, mencengkram kerah pria itu dengan erat.

"Jangan bicara omong kosong! Kau mau merusak hari bahagiaku?!" bentaknya dengan mata yang membelalak marah.

"Saya tidak berbohong, Tuan," jawab pria itu gemetar.

Jacob melepaskan cengkeramannya dengan kasar dan segera berlari keluar. Langkahnya tergesa, pikirannya dipenuhi rasa takut yang mencekam. Seorang sahabatnya dengan sigap menawarkan mobil untuk menuju lokasi kecelakaan.

Hanya butuh waktu lima menit untuk sampai. Namun, apa yang dilihat Jacob di sana membuat dunianya runtuh seketika. Sebuah mobil mewah telah ringsek, kaca pecah berserakan, dan sirene ambulans yang terdengar dari kejauhan membuat hatinya semakin mencelos.

"Dimana penumpangnya?!" teriak Jacob pada salah satu petugas di lokasi.

"Mereka sudah dibawa ke rumah sakit, Tuan," jawabnya.

Tanpa membuang waktu, Jacob langsung menuju ke rumah sakit terdekat. Di sana, dengan langkah tergesa gesa ia mencari dimana ruangan Anastasya berada. Setiap langkahnya terasa berat, semoga saja ini tidak benar dan calon istri serta anaknya baik-baik saja.

Setelah mencari, akhirnya Jacob tiba di ruangan Anastasya berada. Namun, pemandangan di sana menghancurkan hatinya. Di depan kamar, kedua orang tua Anastasya menangis histeris.

Jacob membuka pintu dengan tangan bergetar, dan melihat tubuh Anastasya yang terbaring di ranjang, sudah tertutup kain putih. Gaun pernikahan yang indah kini berlumuran darah, menjadi saksi bisu tragedi yang merenggut nyawanya.

Jacob mendekat dengan tubuh lemas. Ia menarik kain yang menutupi wajah Anastasya, berharap ini semua hanya mimpi buruk. Namun, wajah tenang Anastasya yang telah pergi untuk selamanya membuat air matanya jatuh tanpa bisa ia tahan.

"Ini pasti mimpi," ia bergumam lirih, dengan sekuat tenaga berusaha menopangkan diri ke pinggiran tempat tidur.

Tangannya bergetar saat menyentuh wajah calon istrinya, "Kau bercanda, kan? Ini adalah hari bahagia kita, kamu pasti sedang mengujiku." gumam Jacob, suaranya bergetar seiring rasa sakit yang mulai menjalar ke hatinya.

"Anastasya, buka matamu. Kau sudah berjanji, kita akan membesarkan anak yang kau kandung bersamaku." tangis Jacob akhirnya pecah.

Di belakangnya, ibu Anastasya mendekati Jacob dan mengusap bahunya. "Jacob, Anastasya dan calon anak kalian ... sudah tiada." ucapnya dengan suara yang nyaris hilang.

"Tidak!" Jacob mengelak, "Ini pasti tidak benar, Anastasya tidak mungkin meninggalkanku begitu saja, dia membawa bayiku dan kami akan menikah hari ini."

Jacob mulai kehilangan kendali atas dirinya, tapi kenyataannya ia tak berhasil membangunkan calon istrinya yang sudah tidur sangat tenang. Tak lama pintu terbuka, keluarga Jacob datang menenangkannya yang histeris.

Hari ini harusnya menjadi kebahagiaan mereka, tapi semuanya hancur berantakan. Tidak ada pernikahan, Jacob justru dihadapkan oleh kabar duka di detik-detik pernikahan yang membahagiakan.

"Tidak, ini tidak benar. Anastasya tidak mungkin meninggalkanku dengan cara seperti ini," seru Jacob seiring ia menyaksikan kain yang tadi ia lemparkan kembali menutupi sekujur tubuh Anastasia.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Dewi Nomo
Suka sama navel ini
goodnovel comment avatar
SILAN
Yah mana saya tau huhuhu :(
goodnovel comment avatar
Fifi Tasya
ampuuuun dah ini calon istri Jacob nama anak saya loh kak silan... wkwkwkwk
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Diam-Diam Menikmati    Ekstra part 3

    10 Tahun KemudianMentari sore menggantung rendah di langit, menciptakan semburat jingga keemasan yang menyelimuti pulau. Angin laut berhembus lembut, membawa aroma asin dan nostalgia masa kecil yang perlahan memudar. Di tepi dermaga kecil, di mana ombak lembut menyapa tiang-tiang kayu, Jacob berdiri berdampingan dengan putranya, Henry, yang kini telah tumbuh menjadi remaja enam belas tahun dengan sorot mata yang mantap.“Kau serius?” tanya Jacob, suaranya tenang namun menyimpan getaran halus. Tatapan matanya tak bisa menyembunyikan emosi yang berlapis, antara bangga dan kehilangan.Henry mengangguk. “Aku ingin keluar dari pulau ini, Ayah. Aku ingin mencoba hidup di luar. Belajar mandiri, menghadapi dunia nyata dengan caraku sendiri.”Jacob menarik nafas panjang, seolah menyerap kata-kata itu hingga ke dalam dadanya yang sesak. Ia merangkul Henry sekilas, menepuk punggungnya pelan. “Kalau itu keputusanmu, Ayah tak akan menghalangi. Itu hakmu.”Henry menatap sang ayah sejenak sebelum be

  • Diam-Diam Menikmati    Ekstra part 2

    Hari masih pagi benar, matahari bahkan belum sepenuhnya menggantung di langit. Tapi dari halaman belakang, sudah terdengar gelak tawa yang memecah keheningan. Suara riuh Riley dan Henry menyatu dengan pekikan ceria khas anak-anak, menggema hingga ke dalam rumah, cukup untuk membuat Luna dan Jacob terbangun dari tidur mereka.Dengan mata masih setengah terpejam, Luna mengintip jam di dinding. Tujuh pagi. Ia menghela nafas lalu beranjak dari tempat tidur, berjalan pelan menuju balkon kamarnya yang menghadap langsung ke halaman belakang.Begitu sampai, senyum langsung merekah di wajahnya. Riley terlihat memeluk seekor kelinci putih dengan lembut, sementara Henry berlarian dengan penuh semangat bersama Nico, mengejar kelinci lain yang dengan lincah menghindar di antara semak dan rerumputan.Setiap kali seekor kelinci dewasa mendekat, Nico dengan penuh semangat mencoba menangkapnya. Tapi entah karena terlalu lambat atau kelincinya terlalu gesit, yang ada justru Nico yang tersungkur berulan

  • Diam-Diam Menikmati    Ekstra part 1

    Musim terus berganti, namun pulau kecil yang tersembunyi itu tetap menjadi surga tenang bagi keluarga kecil Jacob. Lokasinya terpencil, nyaris tak terjamah dunia luar, hanya keluarga Jacob yang tahu letaknya, seolah Tuhan sengaja menciptakannya sebagai tempat pelarian dari segala kebisingan dunia.Saat pintu rumah dibuka, pemandangan pertama yang menyambut adalah kelinci-kelinci putih berlarian bebas di rerumputan, bunga liar bermekaran di tepian jalan setapak, dan udara laut yang segar menyapu wajah dengan lembut.Kini adalah musim panas keenam sejak mereka tinggal di sana. Pulau itu telah menjadi rumah yang utuh, tempat mereka menua bersama waktu, membesarkan anak-anak, dan menyulam kebahagiaan dalam sunyi yang damai.“Ayah! Lihat aku, aku bisa melakukannya!” teriak Riley, gadis kecil yang hampir genap berusia enam tahun. Tubuh mungilnya berdiri mantap di atas papan selancar yang meliuk lincah dibawa ombak.Tawa Riley pecah, bergema bersamaan dengan deru ombak yang memecah bibir pan

  • Diam-Diam Menikmati     Tamat

    Tiga tahun kemudian.Mentari pagi menembus jendela-jendela besar rumah kayu mereka, memantulkan cahaya hangat ke lantai kayu yang mengkilap. Luna menuruni tangga dari lantai dua, gaun santainya bergoyang lembut mengikuti langkahnya. Tapi tak seperti biasanya, suasana rumah pagi itu terasa terlalu sunyi.Tak ada suara tawa anak-anak, tak ada suara Jacob yang biasanya sibuk menyiapkan sarapan atau menggoda Henry dan Riley. Ruang tamu kosong. Dapur pun sepi.Luna mengernyit. Hatinya bertanya-tanya.Langkahnya pun membawanya ke belakang rumah, ke arah kebun. Di sana, ia hanya menemukan Maci yang baru saja selesai mengisi keranjang dengan hasil panen kentang. Wajah wanita paruh baya itu tampak bersemu oleh matahari, peluh membasahi pelipisnya.“Bu, kemana anak-anak dan ayahnya?” tanya Luna dengan lembut.Maci mengusap keringatnya dengan punggung tangan lalu tersenyum. “Mereka ke arah sungai di utara. Sekarang sedang musim udang air tawar, dan Riley serta Henry semangat sekali ikut berburu.”

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 198 Berduaan

    Pulau itu adalah tempat dimana Jacob dan Luna pertama kali bertemu, selain itu, pulau tersebut juga adalah tempat ternyaman bagi Luna. Ia masih tidak menyangka bahwa Jacob mengajaknya menetap di pulau tersebut, itu keputusan yang cukup mengejutkan.Pagi ini, udara terlihat sangat menyejukkan mata. Selesai melakukan tugasnya sebagai seorang ibu untuk menyusui kedua anaknya, Luna pun memilih jalan-jalan di sekitar pulau yang sudah sekitar satu tahun ia tinggalkan.Sementara kedua bayinya, mereka dijaga dengan baik oleh Maci. "Aku penasaran bagaimana bisa kedua orang tuamu mengetahui pulau ini dan menjadikannya milik mereka," ucap Luna pada Jacob yang berjalan di sebelahnya.Jacob mengedarkan pandangan pada lautan lepas yang ada di hadapannya, kemudian menghembuskan nafas panjang. "Bukan kedua orang tuaku yang mendapatkan pulau ini, aku sempat mendengar bahwa pulau ini ditemukan oleh seorang nelayan yang tersesat, lalu mendiang nenek membelinya.""Nenek?" tanya Luna.Jacob mengangguk, "P

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 197 Tiba di pulau 

    Tidak ada yang bisa menghentikan kepergian Jacob dan Luna, keputusan mereka sudah final dan tak bisa ditarik kembali. Setelah menunggu hingga usia bayi mereka empat bulan, kini waktunya untuk menuju ke tempat tinggal yang baru.Di atas sebuah helipad gedung apartemen Jacob, helikopter sudah siap mengantar mereka. Disisi lain, Hazel masih menggendong Riley dalam dekapannya, bayi itu menggunakan pelindung telinga untuk mengantisipasi gangguan mesin helikopter pada pendengarannya."Sayang sekali kita harus berpisah sampai disini, tunggu aku untuk menjenguk kalian ya." ucap Hazel tak tega, ia mendaratkan kecupan manis di pipi Riley sebelum menyerahkan bayi itu pada Jacob.Sementara bayi satunya, ada di gendongan Nico. Lelaki itu jug tampak enggan melepaskan Henry dari pelukannya saat Luna akan mengambilnya, bahkan Nico mundur selangkah dengan kepala menggeleng pelan, Luna menatap Nico dengan senyum tipis agar adiknya itu segera menyerahkan Henry padanya."Luna, tinggal saja disini okay? Ta

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status