Beranda / Romansa / Diam-Diam Menikmati / Bab 4 Bukan teman biasa

Share

Bab 4 Bukan teman biasa

Penulis: SILAN
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-15 12:37:32

 

Pagi yang cerah menyambut Jacob, ia keluar menuju balkon dan berdiri disana menikmati pemandangan yang indah. Taman bunga tampak cantik, banyak bunga bermekaran di pertengahan musim semi.

Keindahan ini masih saja belum mampu membuat hatinya bisa lega, sakit yang ia rasakan masih begitu besar hingga setiap kali ia menatap keindahan, pikirannya tertuju pada orang yang ia cintai.

Sejenak Jacob memejamkan mata, tapi pendengarannya segera teralihkan oleh suara gadis yang tertawa. Saat ia membuka mata, tampak Luna sedang berlari mengejar kelinci.

Jacob menatapnya dengan penuh perhatian. "Apakah ini rutinitas paginya?" pikirnya.

Ia diam memperhatikan, Luna masih mengenakan dress tidurnya yang sama seperti kemarin. Dress berlengan panjang dan sebatas lutut berwarna putih. Gadis itu terlihat begitu menikmati hidupnya, dan di pulau tempat Jacob tinggal sekarang memang begitu banyak kelinci yang berkeliaran.

"Melihat kebahagiaannya yang berhasil membuatku iri, disisi lain aku juga kasihan padanya, di pulau ini dia hanya bisa bermain dengan kelinci." gumam Jacob.

Setelah cukup lama memperhatikan Luna, ia pun turun menuju taman dan terus berjalan melewati jalan setapak hingga tiba di kebun apel. Buah apel sangat lebat di sana, dan berbagai jenis apel tertanam dengan baik.

Satu buah apel merah Jacob petik dan menjadikan buah itu sebagai sarapan paginya.

"Buah beri liar sudah mulai bisa dimakan, apa Tuan ingin saya mengambilnya?" 

Jacob berbalik dan mendapati Luna berdiri di belakangnya, wajahnya dihiasi senyum polos. Jacob mengangkat alis, sedikit terkejut. Bukankah kemarin gadis ini takut padanya?

Ia menelan potongan apel di mulutnya sebelum menjawab. "Kau tidak takut padaku?" tanyanya.

Luna menggeleng kecil. "Ibu mengatakan kalau Tuan tidak berbahaya, jadi aku memutuskan untuk tidak takut lagi," jawabnya santai, merujuk pada salah satu pelayan di mansion yang ia panggil "ibu."

Jacob mengangguk pelan sambil menggigit apelnya lagi. "Siapkan wadah siang nanti. Aku ingin memetik buah beri langsung dari pohonnya. Kau bisa tunjukkan jalannya padaku." 

Luna mengangguk antusias, lalu berlari pergi, meninggalkan Jacob yang diam sejenak sebelum melanjutkan sarapannya dengan buah apel segar yang ia petik dari pohonnya.

Saat matahari sudah tinggi, Luna berdiri di halaman belakang dengan sebuah keranjang kecil di tangannya. Ia tampak menunggu dengan sabar hingga akhirnya Jacob muncul, mengenakan pakaian santai, sebuah kaos polo dan celana sepanjang lutut.

"Tunjukkan tempatnya," perintah Jacob singkat.

Luna dengan patuh berjalan lebih dulu, tubuh kecilnya melangkah ringan di depan Jacob yang menjulang tinggi di belakangnya. Kontras tinggi mereka cukup mencolok, Jacob yang tegap dengan tinggi 185 sentimeter, dan Luna yang mungil, hanya sekitar 155 sentimeter. Dalam diam, Jacob sempat khawatir kalau gadis kecil ini akan tersesat di balik semak belukar pulau yang rimbun.

Tak lama, mereka tiba di sebuah area hutan kecil, di mana pohon-pohon beri tumbuh lebat dengan buah yang sudah matang. Luna segera memetik beri dengan cekatan, sementara Jacob memperhatikan sejenak sebelum mulai melakukan hal yang sama.

"Sudah berapa lama kau tinggal di pulau ini?" Jacob bertanya, mencoba memecah keheningan.

"Dua tahun," jawab Luna ringan, sambil terus memetik. "Ibu yang membawaku ke sini."

Jacob mengangguk, matanya tak lepas dari gadis itu. "Usiamu masih sangat muda. Apa kau tidak ingin bersekolah?"

Luna berhenti sejenak, lalu menggeleng dengan senyum tipis. "Aku tidak mau. Mereka tidak menyukaiku."

Meski Luna tersenyum, Jacob bisa menangkap ada ketakutan dalam matanya. Ia bisa menebak alasan di balik itu, kemungkinan besar Luna pernah menjadi korban perundungan. Jacob memilih untuk tidak mendesak lebih jauh, dan kembali sibuk memetik beri.

"Kau punya teman?" tanyanya lagi, mencoba menggali lebih banyak tentang gadis itu.

Luna kembali menggeleng, tetapi kali ini matanya berbinar. "Dulu tidak. Tapi sekarang aku punya banyak teman."

Jacob mengerutkan kening. Tidak ada anak lain di pulau ini selain Luna, jadi siapa yang ia maksud sebagai teman? Rasa penasaran Jacob akhirnya terjawab saat Luna melanjutkan.

"Temanku adalah kelinci-kelinci di pulau ini. Mereka banyak sekali, dan aku sangat menyukai mereka!" katanya dengan penuh semangat, membuat wajahnya berseri-seri.

Jacob tersenyum tipis, hampir tidak kentara. "Tapi mereka tidak bisa bicara."

Luna mengangguk, tetap ceria. "Memang benar. Tapi setidaknya, mereka tidak menyakitiku."

Jawaban itu membuat Jacob tertegun. Ada kejujuran yang begitu polos sekaligus menyayat dalam kata-kata gadis kecil itu.

Ketika keranjang Luna hampir penuh, Jacob berdiri dan menatapnya. "Selama dua tahun di sini, kau pasti sudah tahu banyak tentang pulau ini, kan?"

Luna mengangguk bangga. "Iya! Aku tahu hampir semuanya, kecuali area yang Tuan Dustin larang kami kunjungi."

Jacob tersenyum kecil. "Kalau begitu, jadilah temanku."

Luna menatapnya dengan mata membulat, tampak kaget sekaligus bingung. "Teman? Apa itu diperbolehkan? Tuan Dustin tidak akan marah, kan, kalau aku menjadi teman putranya?"

Jacob tertawa kecil, suara tawa yang bahkan ia sendiri tidak sadari telah hilang sejak kematian kekasihnya. "Kenapa ayahku harus marah? Dia tidak akan peduli soal itu."

Akhirnya, Luna tersenyum lebar. "Kalau begitu, aku akan menunjukkan tempat-tempat terbaik di pulau ini pada Anda, Tuan!" katanya dengan semangat.

Jacob mengangguk, dan tanpa dia sadari bahwa gadis di depannya ini berhasil membuat hatinya merasa sedikit lebih ringan dengan caranya yang begitu sederhana.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Diam-Diam Menikmati    Ekstra part 3

    10 Tahun KemudianMentari sore menggantung rendah di langit, menciptakan semburat jingga keemasan yang menyelimuti pulau. Angin laut berhembus lembut, membawa aroma asin dan nostalgia masa kecil yang perlahan memudar. Di tepi dermaga kecil, di mana ombak lembut menyapa tiang-tiang kayu, Jacob berdiri berdampingan dengan putranya, Henry, yang kini telah tumbuh menjadi remaja enam belas tahun dengan sorot mata yang mantap.“Kau serius?” tanya Jacob, suaranya tenang namun menyimpan getaran halus. Tatapan matanya tak bisa menyembunyikan emosi yang berlapis, antara bangga dan kehilangan.Henry mengangguk. “Aku ingin keluar dari pulau ini, Ayah. Aku ingin mencoba hidup di luar. Belajar mandiri, menghadapi dunia nyata dengan caraku sendiri.”Jacob menarik nafas panjang, seolah menyerap kata-kata itu hingga ke dalam dadanya yang sesak. Ia merangkul Henry sekilas, menepuk punggungnya pelan. “Kalau itu keputusanmu, Ayah tak akan menghalangi. Itu hakmu.”Henry menatap sang ayah sejenak sebelum be

  • Diam-Diam Menikmati    Ekstra part 2

    Hari masih pagi benar, matahari bahkan belum sepenuhnya menggantung di langit. Tapi dari halaman belakang, sudah terdengar gelak tawa yang memecah keheningan. Suara riuh Riley dan Henry menyatu dengan pekikan ceria khas anak-anak, menggema hingga ke dalam rumah, cukup untuk membuat Luna dan Jacob terbangun dari tidur mereka.Dengan mata masih setengah terpejam, Luna mengintip jam di dinding. Tujuh pagi. Ia menghela nafas lalu beranjak dari tempat tidur, berjalan pelan menuju balkon kamarnya yang menghadap langsung ke halaman belakang.Begitu sampai, senyum langsung merekah di wajahnya. Riley terlihat memeluk seekor kelinci putih dengan lembut, sementara Henry berlarian dengan penuh semangat bersama Nico, mengejar kelinci lain yang dengan lincah menghindar di antara semak dan rerumputan.Setiap kali seekor kelinci dewasa mendekat, Nico dengan penuh semangat mencoba menangkapnya. Tapi entah karena terlalu lambat atau kelincinya terlalu gesit, yang ada justru Nico yang tersungkur berulan

  • Diam-Diam Menikmati    Ekstra part 1

    Musim terus berganti, namun pulau kecil yang tersembunyi itu tetap menjadi surga tenang bagi keluarga kecil Jacob. Lokasinya terpencil, nyaris tak terjamah dunia luar, hanya keluarga Jacob yang tahu letaknya, seolah Tuhan sengaja menciptakannya sebagai tempat pelarian dari segala kebisingan dunia.Saat pintu rumah dibuka, pemandangan pertama yang menyambut adalah kelinci-kelinci putih berlarian bebas di rerumputan, bunga liar bermekaran di tepian jalan setapak, dan udara laut yang segar menyapu wajah dengan lembut.Kini adalah musim panas keenam sejak mereka tinggal di sana. Pulau itu telah menjadi rumah yang utuh, tempat mereka menua bersama waktu, membesarkan anak-anak, dan menyulam kebahagiaan dalam sunyi yang damai.“Ayah! Lihat aku, aku bisa melakukannya!” teriak Riley, gadis kecil yang hampir genap berusia enam tahun. Tubuh mungilnya berdiri mantap di atas papan selancar yang meliuk lincah dibawa ombak.Tawa Riley pecah, bergema bersamaan dengan deru ombak yang memecah bibir pan

  • Diam-Diam Menikmati     Tamat

    Tiga tahun kemudian.Mentari pagi menembus jendela-jendela besar rumah kayu mereka, memantulkan cahaya hangat ke lantai kayu yang mengkilap. Luna menuruni tangga dari lantai dua, gaun santainya bergoyang lembut mengikuti langkahnya. Tapi tak seperti biasanya, suasana rumah pagi itu terasa terlalu sunyi.Tak ada suara tawa anak-anak, tak ada suara Jacob yang biasanya sibuk menyiapkan sarapan atau menggoda Henry dan Riley. Ruang tamu kosong. Dapur pun sepi.Luna mengernyit. Hatinya bertanya-tanya.Langkahnya pun membawanya ke belakang rumah, ke arah kebun. Di sana, ia hanya menemukan Maci yang baru saja selesai mengisi keranjang dengan hasil panen kentang. Wajah wanita paruh baya itu tampak bersemu oleh matahari, peluh membasahi pelipisnya.“Bu, kemana anak-anak dan ayahnya?” tanya Luna dengan lembut.Maci mengusap keringatnya dengan punggung tangan lalu tersenyum. “Mereka ke arah sungai di utara. Sekarang sedang musim udang air tawar, dan Riley serta Henry semangat sekali ikut berburu.”

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 198 Berduaan

    Pulau itu adalah tempat dimana Jacob dan Luna pertama kali bertemu, selain itu, pulau tersebut juga adalah tempat ternyaman bagi Luna. Ia masih tidak menyangka bahwa Jacob mengajaknya menetap di pulau tersebut, itu keputusan yang cukup mengejutkan.Pagi ini, udara terlihat sangat menyejukkan mata. Selesai melakukan tugasnya sebagai seorang ibu untuk menyusui kedua anaknya, Luna pun memilih jalan-jalan di sekitar pulau yang sudah sekitar satu tahun ia tinggalkan.Sementara kedua bayinya, mereka dijaga dengan baik oleh Maci. "Aku penasaran bagaimana bisa kedua orang tuamu mengetahui pulau ini dan menjadikannya milik mereka," ucap Luna pada Jacob yang berjalan di sebelahnya.Jacob mengedarkan pandangan pada lautan lepas yang ada di hadapannya, kemudian menghembuskan nafas panjang. "Bukan kedua orang tuaku yang mendapatkan pulau ini, aku sempat mendengar bahwa pulau ini ditemukan oleh seorang nelayan yang tersesat, lalu mendiang nenek membelinya.""Nenek?" tanya Luna.Jacob mengangguk, "P

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 197 Tiba di pulau 

    Tidak ada yang bisa menghentikan kepergian Jacob dan Luna, keputusan mereka sudah final dan tak bisa ditarik kembali. Setelah menunggu hingga usia bayi mereka empat bulan, kini waktunya untuk menuju ke tempat tinggal yang baru.Di atas sebuah helipad gedung apartemen Jacob, helikopter sudah siap mengantar mereka. Disisi lain, Hazel masih menggendong Riley dalam dekapannya, bayi itu menggunakan pelindung telinga untuk mengantisipasi gangguan mesin helikopter pada pendengarannya."Sayang sekali kita harus berpisah sampai disini, tunggu aku untuk menjenguk kalian ya." ucap Hazel tak tega, ia mendaratkan kecupan manis di pipi Riley sebelum menyerahkan bayi itu pada Jacob.Sementara bayi satunya, ada di gendongan Nico. Lelaki itu jug tampak enggan melepaskan Henry dari pelukannya saat Luna akan mengambilnya, bahkan Nico mundur selangkah dengan kepala menggeleng pelan, Luna menatap Nico dengan senyum tipis agar adiknya itu segera menyerahkan Henry padanya."Luna, tinggal saja disini okay? Ta

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status