Share

Tamu Kejutan

Tidak butuh waktu lama, pemeriksaan selesai, setelah itu keduanya beranjak meninggalkan ruang pemeriksaan. Saat hendak menebus obat, Wildan dan Rena tidak sengaja berpapasan dengan seorang wanita berjilbab. Sontak keduanya terkejut, dan seketika mereka menghentikan langkahnya.

***

"Mas Wildan," gumam Alina. Ia tidak menyangka kalau akan bertemu di saat yang tidak tepat.

"Alina, kamu ... kamu ngapain di sini." Wildan nampak gugup, bahkan wajahnya sudah pucat pasi.

Alina menatap suami serta Rena secara bergantian. "Aku mau jenguk teman, Mas sendiri ngapain di sini."

"Aku .... "

"Habis nemenin aku periksa kehamilan, memangnya kenapa." Rena memotong ucapan Wildan. Seketika pria berkemeja putih itu menoleh dan menatapnya dengan tatapan tajam.

"Alina aku .... "

"Duluan ya, Mas. Bicara di rumah saja nanti." Alina memotong ucapan suaminya, setelah itu ia memilih untuk beranjak pergi meninggalkan mereka.

"Rena maksud kamu apa bicara seperti itu." Wildan menatap tajam wanita yang berdiri di hadapannya itu.

"Memangnya kenapa, Mas? Toh kita sudah sah menikah, lama-lama nanti Alina juga akan tahu," ujar Rena dengan begitu entengnya.

"Iya aku tahu, tapi bukan seperti ini caranya," sahut Wildan. Setelah itu ia keduanya bergegas keluar dari gedung rumah sakit tersebut.

Setibanya di parkiran Wildan serta Rena beranjak masuk ke dalam mobil. Setelah itu, mobil perlahan melaju meninggalkan tempat tersebut. Sejujurnya Wildan merasa heran ia tidak sepenuhnya percaya jika Alina pergi untuk menjenguk temannya.

"Kamu kenapa sih, Mas. Dari tadi diam terus," ujar Rena, ia cukup kesal dengan sikap pria yang duduk di sebelahnya itu.

"Aku nggak apa-apa kok," elaknya. Tidak mungkin Wildan berkata jujur, karena sama saja akan membangunnya macan tidur. Rena paling tidak suka jika Wildan membicarakan tentang Alina.

"Mas nanti nginep ya, temenin aku," pinta Rena.

"Maaf, tapi sepertinya aku tidak bisa." Wildan menolak permintaan Rena, bukan karena tidak bisa, tetapi Wildan ingin meminta penjelasan dari Alina.

"Apa gara-gara Alina?" tanya Rena.

"Bukan, tapi aku memang tidak bisa. Akhir-akhir ini aku sibuk dengan urusan kantor." Wildan menjelaskan.

"Ok, nanti aku ngomong sama ibu, biar ibu tahu." Rena mengancam, karena ia tahu jika Wildan pasti akan patuh pada perintah ibunya.

"Ok, ok, nanti aku nginep." Wildan pasrah, karena akan sangat berbahaya jika sampai ibunya tahu. Rena tersenyum mendengar hal tersebut.

Setelah itu, Wildan kembali fokus untuk menyetir, ia akan mengantarkan Rena terlebih dahulu setelah itu, ia akan kembali lagi ke kantor. Karena pekerjaannya masih banyak yang menunggu.

***

Malam telah beranjak, mentari telah kembali ke peraduannya. Kini telah tergantikan oleh sinar rembulan. Usai shalat isya Alina memilih untuk duduk santai di ruang tengah. Sesekali Alina melirik jam yang ada di dinding, waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam.

"Tumben jam segini, Mas Wildan belum pulang," gumamnya. Hatinya tiba-tiba merasa gelisah, karena biasanya jam tujuh malam sudah pulang.

Selang beberapa menit ponsel Alina berdering, gegas ia meraih benda pipih miliknya itu. Tertera nama Wildan pada layar ponselnya, khawatir ada yang penting, Alina langsung menggeser tombol berwarna hijau.

[Assalamu'alaikum, ada apa mas]

[Alina, maaf ya. Malam ini aku tidak pulang, aku pulang ke rumah ibu]

[Loh memangnya ada apa, Mas. Ibu sehat kan]

[Sehat kok, cuma katanya ibu kangen]

[Oh ya sudah, jadi sekarang sudah pulang dari kantor]

[Ini lagi di jalan, udah dulu ya. Besok pagi aku pulang kok, assalamu'alaikum]

"Iya, Mas. Hati-hati wa'alaikumsalam]

Sambungan telepon sudah terputus, setelah itu Alina kembali meletakkan ponselnya. Ada rasa curiga dalam hatinya, bukankah Wildan sering pergi ke rumah ibu. Tapi kenapa sekarang ingin menginap di sana.

Di sisi lain, saat ini Wildan baru saja sampai di rumah Rena. Wanita hamil itu sangat bahagia saat melihat pria yang dicintainya sudah datang, itu artinya ia bisa menghabiskan waktu bersama dengan suaminya itu.

"Mau langsung mandi atau buat kopi, Mas." Rena menawarkan.

"Langsung mandi saja, badan aku sudah lengket banget," ujar Wildan.

"Ya sudah, aku siapkan dulu airnya," sahut Rena, setelah itu ia bergegas masuk ke dalam kamar.

Selang beberapa menit, Rena kembali, wanita hamil itu berjalan menghampiri suaminya yang tengah berdiri di depan jendela. Menyadari istrinya datang, Wildan menoleh dan tersenyum ke arah wanita hamil itu.

"Airnya sudah siap, Mas." Rena memberitahu.

"Ya sudah, aku mandi dulu ya," sahut Wildan, sementara Rena hanya menoleh.

Setelah Wildan naik ke lantai atas, Rena memutuskan untuk duduk di sofa ruang tengah. Namun belum sempat mendaratkan tubuhnya, tiba-tiba bel rumah berbunyi. Takut ada tamu penting, Rena memutuskan untuk membukakan pintu terlebih dahulu.

"Siapa sih, malam-malam ganggu orang saja," gumamnya. Rena kini sudah tiba di ruang tamu, gegas ia membukanya pintu rumahnya itu.

Saat pintu terbuka, seketika Rena terkejut setelah tahu siapa yang datang. Lidah Rena terasa kelu, ia tidak menyangka jika Alina, istri pertama Wildan akan datang. Yang jadi pertanyaan dari mana Alina tahu rumahnya.

"Sayang baju aku di mana!" teriak Wildan dari arah ruang tengah.

Mendengar suara Wildan yang semakin dekat, wajah Rena berubah pucat, ia belum ingin Alina mengetahui tentang pernikahannya itu. Sementara Alina masih berdiri dengan raut wajah yang sangat tenang.

"Sayang baju aku di .... " Wildan menggantung ucapannya saat mengetahui siapa yang berdiri di hadapan Rena. Mendadak lidahnya terasa kelu, Wildan tidak tahu harus berkata apa.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
apa menjadi penulis hanya bisa menulis tentang pelakor yg selalu berjaya dannistrj sah yg bodoh melebihi binatang. apa istri sholehah itu harus selalu menerims njing
goodnovel comment avatar
Isabella
rasain km Wildan
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
masa,selalu isti sah di bikin bodoh sengsara menderita setiap novel hampir sama coba beda di judul
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status