Share

Tindakan Istri Tersakiti

"Ya Allah perut aku," ucap Alina, rasa sakit di perut bagian bawah semakin kuat.

***

Kini Wildan dan Rena sudah berada di rumah sakit, bahkan Erika, ibunda Wildan juga sudah ada di sana. Setibanya di rumah sakit, Rena langsung mendapatkan penanganan, tapi sayang. Rena tidak bisa melahirkan secara normal, tapi harus operasi.

Setelah Wildan mengurus semuanya, kini operasi sedang berlangsung. Sementara Wildan dan ibunya tengah menunggu di depan ruangan operasi. Erika terus berdo'a agar operasi berjalan dengan lancar, lalu anak yang Rena lahirkan berjenis kelamin laki-laki, untuk bisa menjadi pewaris ayahnya kelak.

"Alina, maafkan aku, aku janji setelah operasi selesai. Aku akan pulang menemui kamu dan menjelaskan semua ini," batin Wildan. Hatinya benar-benar tidak tenang, bayangan Alina terus berputar di benaknya.

"Wildan kamu kenapa sih kaya orang bingung begitu. Kamu tidak perlu khawatir, operasinya pasti berjalan lancar," ucap Erika.

"Iya, Bu. Aku kepikiran dengan Alina saja, soalnya .... "

"Ya ampun Wildan, untuk apa kamu memikirkan wanita mandul itu. Sekarang kamu fokus saja sama Rena, dan anak kamu itu, nggak usah mikirin wanita tidak berguna itu lagi," potongnya dengan cepat. Erika paling benci saat Wildan membicarakan tentang Alina. Bagi Erika hanya Rena menantunya saat ini.

Wildan menghela napas. "Bagaimanapun juga, Alina tetap istri aku, Bu."

"Istri yang harus kamu ceraikan, ibu minta setelah Rena pulang. Kamu urus perceraian kamu dengan Alina," ungkap Erika, seketika Wildan terkejut. Bukan hanya Rena saja yang menginginkan dirinya bercerai dengan Alina, tetapi juga ibunya.

Wildan mengusap wajahnya dengan gusar, hatinya terasa sakit, ketika ibunya sendiri menginginkan dirinya untuk bercerai dengan wanita yang sudah lima tahun bersamanya. Lima tahun Alina menemani dirinya mulai dari nol hingga sesukses sekarang. Wildan akan sangat merasa berdosa jika harus melepaskan Alina.

Memang, sejak Wildan kenal dengan Rena, lalu menjalin hubungan. Ia rela mengabaikan Alina, wanita yang selalu setia menunggunya saat pulang kerja. Wanita yang merawat dirinya jika sedang sakit. Dan wanita yang akan selalu ngomel di saat Wildan tidak menuruti nasehatnya.

"Apa aku bisa hidup tanpa Alina," batin Wildan.

"Rasanya tidak mungkin, melihat perubahan Alina saja. Yang dulu cerewet, dan sekarang diam, aku kelimpungan sendiri." Wildan kembali membatin.

Wildan kembali mengusap wajahnya dengan gusar. Tiba-tiba saja pintu ruangan operasi terbuka, melihat itu baik Wildan dan juga Erika bangkit. Rasanya mereka tidak sabar ingin tahu bagaimana hasilnya, terlebih Erika. Ia tidak sabar ingin melihat cucunya.

"Bagaimana operasinya, Dok?" tanya Wildan.

"Operasinya berjalan lancar, bayinya sehat dengan jenis kelamin laki-laki," jawab Dokter Indra.

"Alhamdulillah, apa saya bisa melihatnya?" tanya Wildan.

"Tunggu sebentar ya, Pak. Nanti setelah dipindahkan ke ruang perawatan," jawabannya.

"Baik, Dok." Wildan mengangguk, setelah itu dokter tersebut beranjak meninggalkan Wildan dan juga Erika.

Rasanya Wildan tidak sabar ingin melihat putranya, ia juga tidak sabar ingin mengucapkan terima kasih kepada Rena yang sudah berjuang untuk kelahiran anak pertamanya itu.

***

Tiga hari telah berlalu, selama tiga hari ini Wildan sama sekali tidak pulang. Rena benar-benar melarang suaminya itu untuk pulang menemui Alina. Sementara Alina sudah tidak peduli lagi dengan suaminya itu, bahkan ia sengaja mematikan ponselnya.

Pagi ini Alina berencana untuk pergi menemui pengacara yang akan membantunya untuk mendapatkan haknya. Alina memang bukan wanita gila harta, tetapi ia sadar jika yang dimiliki suaminya kini, adalah hasil kerja keras bersamanya selama lima tahun.

Alina tidak akan rela, jika harta kekayaan itu jatuh ke tangan Rena. Wanita tidak tahu diri yang sudah merebut suaminya, setelah nanti Alina berhasil mendapatkan semua itu. Alina akan menggunakan hartanya untuk membantu orang yang membutuhkan, seperti untuk panti asuhan dan yang lainnya.

"Semoga saja nanti, pak Anton bisa membantu," gumamnya. Saat ini Alina sedang bersiap untuk pergi.

Awalnya Alina memang acuh, tapi setelah mengetahui suaminya selingkuh bahkan menikah tanpa persetujuan darinya. Alina tidak akan tinggal diam. Setelah ia menemukan bukti yang kuat, Alina kini bertindak. Ia diam bukan berarti bodoh, tetapi diam untuk memikirkan rencana ke depannya.

"Lebih baik pergi sekarang saja." Alina bangkit lalu menyambar tasnya dan beranjak keluar dari kamar.

Di lain tempat, saat ini Wildan tengah sibuk membantu Rena untuk mengurus putra mereka. Rena terlalu malas untuk mengurus putranya itu, bahkan hampir tiap malam Wildan selalu begadang. Terlebih air susu Rena yang tidak keluar, membuat wanita itu bertambah malas.

"Rena, aku pulang dulu ya, mau ambil baju," ucap Wildan, setelah menidurkan putranya.

"Tapi nanti balik ke sini lagi kan?" tanya Rena.

"Iya, nanti aku balik ke sini. Baju yang di sini belum sempat aku cuci," jawab Wildan.

"Ya sudah, buruan gih. Mumpung Alva lagi tidur," kata Rena.

"Iya." Wildan mengangguk, setelah itu ia bergegas keluar dari kamarnya.

Wildan kini sudah berada di ruang tamu, saat membuka pintu ia cukup terkejut saat melihat mang Asep sudah berdiri di depan pintu. Berbagai pertanyaan melintas di otaknya, terlebih saat melihat ada sebuah koper di samping mang Asep.

"Selamat pagi, Tuan. Maaf saya menganggu saya hanya menjalani tugas untuk mengantar koper ini," ucap mang Asep.

"Koper siapa, Mang?" tanya Wildan.

"Koper milik, Tuan. Nyonya Alina yang menyuruhnya, kalau begitu saya permisi." Setelah mengatakan itu, mang Asep bergegas pergi dari hadapan Wildan.

Sementara itu, Wildan masih berdiri mematung dengan berbagai pertanyaan. Untuk apa Alina menyuruh mang Asep mengantarkan koper miliknya. Apa mungkin Alina mengusir dirinya dari rumah itu, karena rumah yang mereka tinggali, atas nama Alina.

Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Isabella
usir aja sekalian Rena biar mampus
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status