Home / Romansa / Dibalas Dengan Dusta / 10. Ingkar Janji

Share

10. Ingkar Janji

Author: nanderstory
last update Last Updated: 2025-04-19 19:18:54

Ruang tamu rumah terasa hening sejak kedatangan mereka beberapa menit yang lalu. Tidak ada yang berani membuka mulut. Semuanya menunggu Raga yang masih terpaku dalam duduknya. Bahunya tampak sudah terkulai lemas. Sementara Nenek Lasmi dan Tari masih memilih diam seribu bahasa.

Kinan masih terus meremas kedua tangannya. Hal yang sejak tadi ia lakukan hanya untuk membantu menenangkan dirinya.

Seribu pertanyaan rasanya sudah berkumpul dalam benaknya namun lidahnya mendadak kelu.

“Kinan, ada sesuatu yang belum aku ceritakan padamu.” Raga membuka suara pada menit berikutnya.

Semua pasang mata kini tertuju pada sosok Raga yang sudah mengangkat kepalanya. Mulutnya kembali tertutup rapat. Memberi jeda.

Detik berlalu lebih lambat dari biasanya.

“Aku sudah menikahi Tari.”

Degup jantungnya semula berdetak kencang, kini seolah berhenti seketika. Kinan mengerjapkan mata beberapa kali. Detik berikutnya telinganya berdengung kencang hingga membuatnya sakit.

“Apa maksudnya?” Suaranya tercekat
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Dibalas Dengan Dusta    11. Keretakan

    Kinan bergeming. Tak mampu untuk menggapai ponsel yang masih berdering di depannya. “Apa yang akan aku katakan pada Ibu?” gumamnya lirih. Ia tahu betul, ibunya mempunyai intuisi yang sangat kuat apalagi jika itu dikaitkan dengan anak semata wayangnya. Bagaimana jika ibunya tahu jika pernikahannya dengan Raga sudah hancur? Bagaimana jika ayahnya mendengar kabar ini akan langsung drop? Kinan tidak bisa membayangkan bagaimana hancurnya hati ayahnya ketika tahu Kinan tidak diperlakukan baik seperti janji Raga kepada ayahnya. Bahwa ia akan menjaga putri semata wayangnya. Bahwa ia akan menjadi suami yang baik untuk putrinya. Nyeri di hatinya kembali muncul. Begitu menusuk. Air mata tak berhenti mengalir. Kinan terkulai lemas di pinggir ranjang sembari memukul dadanya yang terasa sesak. Megap-megap mencari udara. Wajah Kinan semakin pucat pasi. Ia tidak bisa membayangkan itu semua. “Ya Tuhan, kenapa aku harus ditempatkan pada posisi seperti ini? Apa salahku ya Tuhan?” jerit suara hat

    Last Updated : 2025-04-19
  • Dibalas Dengan Dusta    12. Bersandiwara

    Ketika Kinan akhirnya keluar dari kamar setelah menerima panggilan telepon dari ibunya, barulah ia sadari bahwa keadaan rumah sudah dalam keadaan sepi.Ia termenung di tempatnya berdiri. Menatap ruang tamu yang menjadi saksi dimana pertengkaran terjadi, dimana sebuah fakta yang paling tidak ingin ia dengar keluar dari mulut suaminya.Bahunya kembali terkulai, namun dengan cepat Kinan menggeleng keras berupaya untuk menepisnya.“Bukan itu yang menjadi fokusku sekarang, aku harus menunggu Mas Raga pulang,” gumamnya pelan diiringi sebuah rasa miris yang memenuhi perasaannya.Beberapa saat yang lalu ia menginginkan pria itu enyah dari hidupnya, namun kini ia harus mencari kembali pria itu.Kinan tertawa sumbang. Mentertawakan hidupnya.Sejurus kemudian, pintu depan terbuka diikuti dengan kemunculan Raga yang tampaknya terkejut melihat Kinan berdiri mematung di ruang tengah rumahnya.“Kinan?” tanyanya sedikit terkejut ketika melihat istrinya berdiri mematung di tengah rumah. Ia melangkah m

    Last Updated : 2025-04-20
  • Dibalas Dengan Dusta    13. Satu Atap Dua Hati

    Kinanti menyadari bahwa bahunya sudah semakin terkulai semenjak kepulangannya dari rumah sakit. Meski Dokter mengatakan kondisi ayahnya masih bisa ditangani dengan baik tapi tetap tidak membuat wanita itu merasa tenang.Masalah menimpanya dengan bertubi-tubi kali ini. Belum juga ia selesai dari keterkejutannya karena suaminya menikah dengan mantan pacarnya, kini kesehatan ayahnya pun menurun dan harus menjalani prosedur pemasangan ring di jantungnya.Meski prosedur yang hanya memakan waktu 30 menit itu berhasil dilakukan dengan baik tanpa kendala, tapi tetap saja tidak menutupi fakta bahwa pernah ada penyumbatan pembuluh darah di jantungnya.Itu berarti Ayahnya tidak boleh lagi mengalami kejadian berat yang menganggunya.“Bagaimana jadinya k

    Last Updated : 2025-04-21
  • Dibalas Dengan Dusta    14. Keputusan Sepihak

    “Maksudnya gimana? Nenek ingin tinggal disini?” tanya Kinan sekali lagi dengan kening yang masih mengerut. “Bukan cuma Nenek aja, tapi Tari juga.” Wanita itu menoleh dan menatap Tari yang berdiri tak jauh darinya. Kinan mengikuti padangan Nenek. Wanita itu masih sama diamnya sejak kemarin. Apa dia mendadak jadi bisu? pikir Kinan jengah. “Bukannya Mas Raga sudah menyewakan sebuah rumah untuk Tari tinggali?” tanya Kinan kemudian. “Benar. Lalu setelah dipikir-pikir, Raga akan mengeluarkan uang dua kali lipat. Untuk KPR rumah ini dan untuk biaya sewa bulanan untuk rumah kontrakan. Sementara dia hanya bekerja sendirian, tak ada yang membantu. Sementara itu, rumah ini ada dua kamar tidur dan luasnya juga pas untuk ditinggali empat orang. Bukankah lebih baik menekan biaya pengeluaran? Kasihan Raga capek bekerja dan tidak ada yang membantu.” Nenek memberikan penjelasan seraya melayangkan tatapan yang merendahkan. “Bukankah sejak awal sudah diputuskan seperti itu? Kenapa sekarang menyes

    Last Updated : 2025-04-22
  • Dibalas Dengan Dusta    15. Siasat

    Tari tak kuasa mengepalkan tangan dan meremas ujung dasternya. Gejolak amarah sudah mulai memenuhi hatinya. Terlebih ketika pria itu mulai bangkit dan berjalan memasuki kamarnya yang ditempati bersama Kinan. Matanya berkilat tajam ke arah pintu yang tertutup rapat itu. “Jangan dipikirin apa kata Raga. Sekarang dia boleh ngomong begitu, tapi kita nggak pernah tahu apa yang terjadi kedepannya.” Nenek Lasmi berkata. Tari menoleh. Melepaskan genggamannya pada ujung daster. Melemaskan ototnya dan kembali mengatur emosinya. “Iya, Nek. Aku paham kok. Ah, Kinan begitu beruntung mendapatkan suami seperti Raga.” Tari mengulas senyumnya terpaksa. ‘Mestinya aku yang mendapatkan Raga kala ini,’ lanjutnya dalam hati. Matanya terpaku pada pintu kamar yang tertutup. Kamar kedua yang terletak di paling belakang rumah ini bisa dibilang tidak cukup layak untuk disebut kamar. Kini ia harus menempati kamar itu bersama dengan Nenek Lasmi yang semakin membuatnya sesak. ‘Seharusnya aku yang menempati ka

    Last Updated : 2025-04-23
  • Dibalas Dengan Dusta    16. Prasangka

    “Hai Mbak, hari ini datang lebih siang?” Seorang barista muda menyapa kedatangan Kinan. “Iya nih, ada yang harus aku kerjakan dulu tadi.” Kinan membalas senyuman ramah barista itu. “Oh lagi sibuk banget sepertinya ya. Pesan seperti biasa?”Kinan mengangguk. “Tambah satu sloki espresso ya dan Butter Croissant satu.” “Siap, butuh kopi yang lebih strong banget kayaknya Mbak.” “Iya nih, deadline udah tinggal dikit lagi. Mesti dikebut.” “Sip, pesanannya sudah masuk. Mbak duduk aja dulu, nanti pesanannya aku yang anterin. Spot biasa juga masih kosong tuh, tumben. Biasanya rebutan. Jodohnya Mbak Kinan.” “Ah, bisa aja kamu. Makasih banyak, Jes.” Senyuman Kinan semakin mengembang. Barista yang bernama Jessica itu membalasnya dengan kedipan sebelah mata. Kinan berbalik badan dan menuju salah satu spot favoritnya yang terletak di sudut ruangan, sedikit tertutup karena adanya pilar yang menyembul di antara bangunan namun memiliki jendela besar yang bisa memantau pergerakan orang di luaran

    Last Updated : 2025-04-24
  • Dibalas Dengan Dusta    17. Adilkah Ini?

    Jika akhir pekan, Kinan memilih untuk tidak keluar rumah demi menghormati suaminya. Berbeda dengan hari biasa disaat suaminya harus berangkat kerja, Kinan memilih untuk mengasingkan diri di luar rumah ketimbang berada dalam satu atap bersama istri kedua suaminya dan juga nenek mertuanya yang kian hari kian sinis terhadapnya. “Hari ini jadi mau ke supermarket?” Raga muncul dari dalam kamar menghampiri Kinan yang tengah duduk di sofa sambil menonton siaran televisi. “Iya, jadi, Mas. Ada beberapa kebutuhan yang harus aku beli. Kamu nggak keberatan kan?” “Nggak kok. Mau jam berapa?” “Habis makan siang aja mungkin ya.” Raga mengangguk lalu melangkah keluar menuju teras rumah dan duduk di salah satu bangku menyeruput kopi yang sempat ia buatkan. Sementara Tari dan Nenek sedang berbelanja di tukang sayur keliling yang mangkal di ujung jalan perumahan. Biasanya Kinan yang bertanggung jawab melakukan itu di rumah ini, hanya saja, setelah kedatangan Tari di rumah ini, Raga harus lapor ke

    Last Updated : 2025-04-25
  • Dibalas Dengan Dusta    18. Empat Mata

    “Apa, Mas?” Kinan sukses melongo begitu mendengar Raga menceritakan rencana Nenek yang akan pulang sementara ke rumahnya di Desa. Raga menjawab dengan anggukan. “Kenapa kok Nenek tiba-tiba mau pulang? Perasaan kemarin bersikeras ingin tinggal disini?” Kinan mengerutkan keningnya heran. Raga mengangkat bahunya. “Nenek maunya begitu. Katanya dia akan kesini menjelang Tari lahiran.” “Dia mau melahirkan disini?” “Katanya sih begitu.” Kinan memalingkan wajahnya, menatap lurus jejeran mobil yang tengah diparkir di sebuah supermarket besar yang letaknya tak jauh dari rumah. Dilihatnya langit sudah menjadi kelabu dan sesekali terlihat kilatan petir mulai muncul. Beberapa minggu belakangan, cuaca sedang tidak menentu, jika pagi harinya bisa sangat terik, kemudian di sore hari bisa berubah menjadi hujan angin. Seperti sekarang. Saat ini. Untungnya Kinan dan Raga sudah menyelesaikan urusan berbelanja beberapa kebutuhan. Selama dua jam tadi, ia begitu ceria karena untuk pertama kalinya la

    Last Updated : 2025-04-26

Latest chapter

  • Dibalas Dengan Dusta    23. Healing

    Butuh tiga hari untuk Kinan akhirnya bangkit dari keterpurukannya. Tangisannya berhenti di hari ini, menyisakan ruang hampa yang cukup besar di hatinya. Bohong jika Kinan mengatakan bahwa rasa cintanya sudah menguap begitu saja. Ia pernah jatuh hati dengan dalam pada pria yang mencuri hatinya dan pria yang pertama kali membuktikan keseriusannya di depan kedua orang tuanya. Meski pada akhirnya perjuangannya harus dibuang begitu saja. Kehadirannya tak cukup membuat Raga mempercayainya lagi. Sudah cukup, Kinan. Semua tinggal persoalan waktu. Kinan bangkit dari ranjang dan berjalan untuk membuka tirai jendela kamar hotel. Sinar matahari langsung menyergap matanya dan sontak saja langsung memenuhi seluruh ruangan. Seolah menamparnya bahwa hidupnya masih bisa berjalan meski kemarin sedang diterpa kegelapan. Langkah selanjutnya ialah membersihkan diri sekaligus menyegarkan badannya selama tiga hari ini hanya berdiam diri di kamar hotel. Yang ia lakukan hanya tidur dan bangun hanya untu

  • Dibalas Dengan Dusta    22. Kemenangan Istri Kedua

    Tak pernah dibayangkan sebelumnya bahwa ia akan menyeret kopernya keluar dari rumah yang sudah ditempatinya seumur rumah tangganya berjalan bersama Raga Satria, suaminya –kini mantan suaminya dan pernah hidup tentram damai sebelum perusak rumah tangga itu mulai menggerogoti pernikahannya. Di depan pagar rumah, Kinan menolehkan kepala dan menatap sekali lagi rumah yang menjadi saksi bisu pernikahan yang akhirnya harus ia lepaskan. “Mestinya sejak dulu aku menyerah,” gumamnya lirih. “Mestinya aku nggak luluh sama ucapannya,” lanjutnya kemudian sebelum akhirnya berbalik badan dan kembali menyeret kopernya. Hari masih siang dengan sinar matahari yang sudah setinggi ubun-ubun kepalanya. Kinan menegakkan kepalanya meski hal itu menjadi sangat menarik perhatian oleh orang yang melihatnya. Bertepatan dengan itu, sebuah mobil taksi tanpa penumpang terlihat melintas. Kinan dengan cepat melambaikan tangan untuk mencegat taksi tersebut. Kinan buru-buru membuka pintu belakang dan membiarkan Sa

  • Dibalas Dengan Dusta    21. Melepaskanmu

    Sudah hampir empat jam Raga juga belum kembali.Kinan menunggu di dalam rumah dengan gelisah. Dirinya melangkah mondar-mandir di tengah rumah dan sesekali mengintip dari jendela.Rentetan pesan yang ia kirimkan kepada suaminya hanya dibalas satu kalimat singkat dan menusuk.Raga: Nanti kita bahas di rumah.Hanya itu. Dari sekian isi pertanyaan mengenai kondisi Tari hingga penjelasan dari apa yang sebenarnya terjadi, pria itu hanya membalas singkat tanpa mengatakan apapun lagi.Lima belas menit kemudian suara mobil yang ia kenali itu akhirnya terdengar. Raga memarkirkan mobilnya di depan rumah, dan melangkahkan kakinya gontai memasuki rumah.Kinan bangkit dari duduk dan menghampiri Raga p

  • Dibalas Dengan Dusta    20. Ular Berbisa

    Tubuh Kinan menegang, matanya terbelalak. Tari menunjukkan raut wajah yang tidak bersahabat. Sangat bertolak belakang dengan apa yang ia lihat malam tadi, bahkan hari-hari kemarin saat masih ada Nenek Lasmi.“Apa maksudmu?” tanya Kinan dingin. Memicingkan matanya. “Jadi selama ini kamu hanya berpura-pura?”Tanpa diduga, Tari tertawa. Meremehkan.“Meski Raga masih menginginkan kamu, harusnya kamu tahu diri kalau kamu sudah tidak berguna. Nenek Lasmi pun sudah tidak menginginkan kamu sebagai istri dari cucu kesayangannya. Kalau aku jadi kamu, aku akan mundur pelan-pelan dan membiarkan Raga bahagia dengan keluarga barunya dan calon anaknya yang sebentar lagi akan lahir.” Tari menyunggingkan senyum miring.Kalimat itu langsung menusuk ke dalam relung hatinya. Telinganya berdenging. Wajahnya pucat pasi. Tanpa ia sadari, sebuah mobil sudah berada terparkir di jalanan depan rumahnya sejak beberapa saat yang lalu.Kinan melangkah mundur, tapi tangannya ditarik oleh Tari yang masih menggenggam

  • Dibalas Dengan Dusta    19. Topeng

    Jika sesuai dengan rencana, Raga akan kembali pulang pagi hari berikutnya. Kinan sudah terbangun dari tidur tapi ia masih duduk di pinggiran kasur sambil menatap jendela yang langsung menghadap ke halaman rumah.Pikirannya masih teringat dengan apa yang Tari katakan malam tadi.Untuk pertama kalinya Tari berbicara panjang lebar saat itu, dan ketika Kinan bertanya kenapa dirinya baru mengatakan itu sekarang, Tari hanya menjawab karena ia ingin menjaga perasaan Nenek Lasmi.“Dan juga, sulit untukku meminta waktumu karena kamu terus-terusan berada di luar rumah,” katanya malam itu.Mau tidak mau Kinan membenarkan.Perubahan sikap Tari yang mendadak menjadi hangat itu membuat Kinan terus bertanya-tanya. Hatinya bahkan tidak merasakan ketulusan yang berusaha ditunjukan oleh wanita itu. Kata-kata yang keluar dari mulutnya seolah kosong tanpa ada isi.“Sebenarnya ada apa dengannya? Dan apa yang sedang ia rencanakan?” gumam Kinan dalam hati. Keningnya berkerut. Berpikir keras.Kinan mendesah

  • Dibalas Dengan Dusta    18. Empat Mata

    “Apa, Mas?” Kinan sukses melongo begitu mendengar Raga menceritakan rencana Nenek yang akan pulang sementara ke rumahnya di Desa. Raga menjawab dengan anggukan. “Kenapa kok Nenek tiba-tiba mau pulang? Perasaan kemarin bersikeras ingin tinggal disini?” Kinan mengerutkan keningnya heran. Raga mengangkat bahunya. “Nenek maunya begitu. Katanya dia akan kesini menjelang Tari lahiran.” “Dia mau melahirkan disini?” “Katanya sih begitu.” Kinan memalingkan wajahnya, menatap lurus jejeran mobil yang tengah diparkir di sebuah supermarket besar yang letaknya tak jauh dari rumah. Dilihatnya langit sudah menjadi kelabu dan sesekali terlihat kilatan petir mulai muncul. Beberapa minggu belakangan, cuaca sedang tidak menentu, jika pagi harinya bisa sangat terik, kemudian di sore hari bisa berubah menjadi hujan angin. Seperti sekarang. Saat ini. Untungnya Kinan dan Raga sudah menyelesaikan urusan berbelanja beberapa kebutuhan. Selama dua jam tadi, ia begitu ceria karena untuk pertama kalinya la

  • Dibalas Dengan Dusta    17. Adilkah Ini?

    Jika akhir pekan, Kinan memilih untuk tidak keluar rumah demi menghormati suaminya. Berbeda dengan hari biasa disaat suaminya harus berangkat kerja, Kinan memilih untuk mengasingkan diri di luar rumah ketimbang berada dalam satu atap bersama istri kedua suaminya dan juga nenek mertuanya yang kian hari kian sinis terhadapnya. “Hari ini jadi mau ke supermarket?” Raga muncul dari dalam kamar menghampiri Kinan yang tengah duduk di sofa sambil menonton siaran televisi. “Iya, jadi, Mas. Ada beberapa kebutuhan yang harus aku beli. Kamu nggak keberatan kan?” “Nggak kok. Mau jam berapa?” “Habis makan siang aja mungkin ya.” Raga mengangguk lalu melangkah keluar menuju teras rumah dan duduk di salah satu bangku menyeruput kopi yang sempat ia buatkan. Sementara Tari dan Nenek sedang berbelanja di tukang sayur keliling yang mangkal di ujung jalan perumahan. Biasanya Kinan yang bertanggung jawab melakukan itu di rumah ini, hanya saja, setelah kedatangan Tari di rumah ini, Raga harus lapor ke

  • Dibalas Dengan Dusta    16. Prasangka

    “Hai Mbak, hari ini datang lebih siang?” Seorang barista muda menyapa kedatangan Kinan. “Iya nih, ada yang harus aku kerjakan dulu tadi.” Kinan membalas senyuman ramah barista itu. “Oh lagi sibuk banget sepertinya ya. Pesan seperti biasa?”Kinan mengangguk. “Tambah satu sloki espresso ya dan Butter Croissant satu.” “Siap, butuh kopi yang lebih strong banget kayaknya Mbak.” “Iya nih, deadline udah tinggal dikit lagi. Mesti dikebut.” “Sip, pesanannya sudah masuk. Mbak duduk aja dulu, nanti pesanannya aku yang anterin. Spot biasa juga masih kosong tuh, tumben. Biasanya rebutan. Jodohnya Mbak Kinan.” “Ah, bisa aja kamu. Makasih banyak, Jes.” Senyuman Kinan semakin mengembang. Barista yang bernama Jessica itu membalasnya dengan kedipan sebelah mata. Kinan berbalik badan dan menuju salah satu spot favoritnya yang terletak di sudut ruangan, sedikit tertutup karena adanya pilar yang menyembul di antara bangunan namun memiliki jendela besar yang bisa memantau pergerakan orang di luaran

  • Dibalas Dengan Dusta    15. Siasat

    Tari tak kuasa mengepalkan tangan dan meremas ujung dasternya. Gejolak amarah sudah mulai memenuhi hatinya. Terlebih ketika pria itu mulai bangkit dan berjalan memasuki kamarnya yang ditempati bersama Kinan. Matanya berkilat tajam ke arah pintu yang tertutup rapat itu. “Jangan dipikirin apa kata Raga. Sekarang dia boleh ngomong begitu, tapi kita nggak pernah tahu apa yang terjadi kedepannya.” Nenek Lasmi berkata. Tari menoleh. Melepaskan genggamannya pada ujung daster. Melemaskan ototnya dan kembali mengatur emosinya. “Iya, Nek. Aku paham kok. Ah, Kinan begitu beruntung mendapatkan suami seperti Raga.” Tari mengulas senyumnya terpaksa. ‘Mestinya aku yang mendapatkan Raga kala ini,’ lanjutnya dalam hati. Matanya terpaku pada pintu kamar yang tertutup. Kamar kedua yang terletak di paling belakang rumah ini bisa dibilang tidak cukup layak untuk disebut kamar. Kini ia harus menempati kamar itu bersama dengan Nenek Lasmi yang semakin membuatnya sesak. ‘Seharusnya aku yang menempati ka

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status