Share

Chapter 2

Author: kakakjutex
last update Huling Na-update: 2025-10-07 11:14:02

Madeline membeku. Kata-kata Marcus masih menggema di telinganya.

Tangannya spontan mendorong dada Marcus dengan keras. “Berhenti!” serunya panik. Ia hampir menampar wajah pria itu, namun Marcus lebih cepat. Tangan besar itu menangkap pergelangan tangannya di udara.

“Jangan coba-coba, Maddie.”

Nada Marcus rendah, tapi mengancam.

Madeline menarik tangannya kasar, mengelap bibirnya yang masih basah. Tatapannya tajam menusuk. “Marcus! Aku adikmu!”

“Tiri.” Suara Marcus memotong cepat. “Kita nggak punya hubungan darah, Madeline. Jadi jangan bertingkah seolah ini dosa besar.”

Madeline menatapnya tak percaya. “Kamu… kamu gila?!”

Marcus terkekeh pelan, tapi nada tawanya dingin. “Mungkin.” Ia menatapnya lama—tatapan yang membuat Madeline ingin berlari jauh. Ada sesuatu yang baru di mata pria itu. Bukan kasih sayang, tapi obsesi.

“Ingat satu hal, ‘adik kecilku’,” Marcus menekankan kata itu dengan nada sinis. “Kalau kamu berani menceritakan hal ini pada siapa pun, kamu nggak akan suka akibatnya.”

Tubuh Madeline merosot begitu Marcus meninggalkan kamar. Napasnya tersengal. Tangannya gemetar. Ia ingin berteriak, tapi suaranya hilang.

Air mata menetes tanpa bisa ditahan. Jika saja ia tidak pergi ke acara bridal shower Naomi malam itu, jika saja ia tidak minum... semua ini tidak akan terjadi.

Namun nasi sudah menjadi bubur. Dan bubur itu terasa pahit di tenggorokannya.

“Maddie! Marcus!” 

Teriakan itu membuyarkan ketegangan mereka. Itu pasti kedua orangtuanya yang baru pulang. 

Madeline buru-buru menuruni tangga. Hugo– Papa Marcus dan Sandra— Mamanya baru saja kembali dari perjalanan luar kota. 

“Bagaimana perjalanan kalian?” Marcus memecah keheningan, suaranya dalam dan terkendali.

“Cukup melelahkan,” jawab Hugo sambil terkekeh puas. “Tapi Papamu memenangkan persidangan, seperti biasa.”

Sandra menatap suaminya dengan bangga. “Lawan Papamu kali ini mafia tanah, lho. Tapi berkat kelihaiannya, Paman David akhirnya bisa menang gugatan.”

Madeline berusaha tersenyum. “Kabar Paman gimana, Mah?”

“Baik, sayang. Oh ya, selama Mama dan Papa pergi, semuanya aman, kan? Nggak ada yang aneh-aneh?” tanya Sandra ringan.

Pertanyaan itu seperti belati di dada Madeline. Ia menunduk, sendoknya bergetar. Sementara di ujung meja, Marcus menjawab tenang, “Semuanya baik, Ma. Aman.”

Madeline bisa merasakan nada halus yang tersembunyi di balik kata itu. Ancaman.

Sandra menatap anak gadisnya. “Madie, kamu pucat. Sakit, sayang?”

“Enggak, Mah.” Madeline memaksa tersenyum. “Cuma kecapekan di PawFriends, banyak pelanggan daycare kemarin.”

Marcus diam. Tapi matanya jelas menelusuri wajah adik tirinya dengan intensitas yang membuat Madeline hampir kehilangan nafas.

Hugo menimpali lembut, “Jangan terlalu lelah, ya. Kalau perlu, kurangi titipan hewan.”

Madeline mengangguk, mencoba terlihat normal. “Iya, Yah. Aku happy kok kerja di sana.”

Sandra tersenyum lega. “Mama senang dengarnya. Oh iya, Mama bawa oleh-oleh buat kalian.” Ia bangkit, mengambil dua kantong kertas dari dapur. “Ini keripik singkong pedas kesukaanmu, Madie. Dan ini kopi robusta buat kamu, Marcus.”

Marcus menerima dengan senyum tipis. “Makasih, Mah.”

Sandra tersenyum bahagia melihat keduanya. “Mama cuma berharap, kita terus akur kayak gini.”

Madeline menegang. Kata-kata itu bagai ironi. Tatapannya bertemu dengan Marcus — dan dalam pandangan pria itu, ada sesuatu yang membuat perutnya bergejolak.

Ia segera bangkit. “Aku ke kamar dulu, Ma. Takut kesiangan.”

“Baik, sayang.”

Madeline bergegas pergi. Tapi baru saja menutup pintu kamarnya, tangan kuat menahan dari luar. Marcus.

“Marcus! Keluar!” serunya nyaris panik.

“Cobalah sebisamu.” Suara Marcus tenang, tapi penuh tekanan.

“Papa sama Mama masih di rumah! Kamu nggak takut mereka curiga?” Madeline mencoba menahan pintu, tapi Marcus mendorong lebih kuat.

“Kalau kamu berhenti berteriak, mereka nggak akan tahu,” ucap Marcus tajam.

Madeline terpaku. Napasnya memburu. “Apa maumu sebenarnya?”

Marcus tidak menjawab. Ia hanya melangkah mendekat, mengurung tubuh Madeline di antara kedua lengannya. Dinding di belakangnya terasa dingin, tapi tubuh Marcus panas—terlalu dekat.

“Aku cuma mau memastikan sesuatu,” bisik Marcus. Nafasnya hangat di telinganya.

Madeline menelan ludah. “Marcus, jangan—”

“Shh…” Ia menatapnya dalam. “Aku sudah mencoba mengabaikanmu. Tapi setiap kali kamu lewat, setiap kali kamu memanggilku ‘kak’ dengan nada itu…”

Marcus berhenti di dekat bibirnya, suara rendahnya bergetar. “Aku nggak bisa pura-pura lagi.”

Madeline menggigil. Jantungnya berdegup liar. Ia ingin menolak, tapi sebelum sempat bicara—

“Maddie sini sayang!”

Suara Sandra dari lantai bawah membuat mereka sama-sama menegang. “Marcus kau juga sini.”

Marcus menatap Madeline lama, kemudian tersenyum tipis. “Kita belum selesai.”

Lalu ia pergi, meninggalkan Madeline yang berdiri gemetar dengan dada sesak, antara takut… dan sesuatu yang tak berani ia akui.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Dibalik Ciuman Kaka Tiriku!    Chapter 26

    Kedua pria tampan yang pernah saling mencintai itu, kini memandang tajam satu sama lain. Sorot mata mereka jelas menyimpan amarah yang mereka pendam masing-masing. Mereka tidak mempedulikan keadaan sekitar mereka. Tidak juga peduli kepada pelayan yang segera berlari ketakutan setelah mengantarkan pesanan makanan milik Gavin. "Bukankah keterlaluan kalau kau juga menargetkan ibuku? " Marcus memandang Gavin dengan tatapan suram. Sementara Gavin hanya tersenyum miring mendengarnya, "Wanita itu adalah ibu Madeline, " suara Gavin terdengar dingin. "Perempuan yang merupakan selingkuhan kekasih ku sendiri. " "Gavin!!" Marcus membentak. Urat di pelipisnya terlihat menonjol, menunjukan seberapa kuat ia menahan emosinya agar tidak meledak. "Kau telah menyakiti hatiku, " tanpa mempedulikan amarah Marcus, Gavin tetap memandang pria di depannya datar. "Bukankah adil kalau aku juga mengacaukan hidup orang yang telah menjadi sumber dari rasa sakit hatiku? " Dengan raut wajah

  • Dibalik Ciuman Kaka Tiriku!    Chapter 25

    Gavin tersenyum miring, saat melihat pria di depannya menatapnya tajam. Dagunya bergerak menunjuk kursi yang tersedia. "Duduklah... " Marcus tetap tenang, ia duduk perlahan menatap datar seseorang dari masa lalunya ini. Tak ada getaran... Dulu saat mereka masih bersama, Marcus bisa merasakan kehangatan yang menyeruak di dadanya setiap kali mereka bertemu.. Sekarang pikiranya justru dipenuhi dengan senyuman manis milik Madeline. "Mengejutkan sekali, akhirnya kamu menelpon ku kembali setelah sekian lama.. " suara Gavin terdengar lembut, tapi siapapun yang mendengarnya dapat menangkap kegetiran yang ada. "Masa lalu adalah masa lalu... " Marcus tak ingin berkomentar banyak tentang hubungan mereka dulu. Baginya apa yang sudah berlalu adalah moment yang sudah terlewati. Tidak lebih. "Benar.. " Pandangan Gavin terlihat tenang saat menatapnya. "Aku sampai lupa, bahwa kita benar-benar sudah tak memiliki hubungan lagi.. " Itu adalah sindiran. Marcus menyadari bahwa mere

  • Dibalik Ciuman Kaka Tiriku!    Chapter 24

    Selama beberapa hari, Hugo dan Marcus telah berupaya menekan pendapat netizen yang terus menyerang Toko roti milik Sandra, dengan berbagai macam kecaman dan komentar negatif. Sedangkan, Sandra masih tidak berani melihat ponsel miliknya sejak berita itu meledak. Akhirnya, Madeline lah, yang mengambil alih untuk memberi pernyataan permintaan maaf, menggunakan sosial media bisnis milik Sandra guna mengurangi opini publik. Tapi entah bagaimana, berita ini terus meluas dan bahkan berberapa selebriti dan influencer kelas atas ikut membuka suara, mengomentari berita yang semakin viral. "@jxfoodies , laki-laki berusia 35 tahun, memiliki nama asli Galen Araka, belum menikah dan sudah menjalani profesinya sebagai food reviewer selama 2 tahun... " Rex Pranadipa, laki-laki berusia 28 tahun ini adalah asisten pribadi baru Marcus yang ia hire, guna mengurangi beban kerja yang semakin bertambah. Ia menyerahkan dokumen yang berisi data milik Galen yang sudah Marcus minta. Marcus memb

  • Dibalik Ciuman Kaka Tiriku!    Chapter 23

    Saat tiba dirumah, Madeline segera membuka pintu rumahnya, ia masuk disusul Gavin yang berjalan dibelakangnya. "Mah..., " Sandra yang tengah menonton televisi menoleh. Saat melihat putrinya yang memanggil, senyum tipis tersungging di bibirnya. Wajahnya masih pucat. Lingkaran hitam di bawah matanya membuat kondisi Sandra terlihat kian suram. "Tante..., " Gavin menganggukan kepalanya, menyapa dengan sopan. Senyum Sandra semakin melebar saat melihat seseorang yang ia tahu sebagai sahabat putranya juga datang. Kedua tangan Gavin membawa bunga yang telah ia pesan dan buah-buahan yang telah Madeline beli di supermarket saat mereka bertemu tadi. "Gavin.. masuk, nak," Sandra menyambut ramah. "Bunga yang cantik untuk wanita yang hebat." Gavin memberikan bunga di tangannya dengan gestur membungkuk. Sandra tertawa dibuatnya. "Cantik sekali.. " Sandra melihat bunga di tangannya. Sejenak, ia mengernyit saat melihat bunga berwarna merah tua dipadu dengan warna kuning yan

  • Dibalik Ciuman Kaka Tiriku!    Chapter 22

    Gavin memarkirkan mobilnya dengan mulus. Pria itu turun dan dengan cepat berputar membuka pintu samping mobilnya, tempat dimana Madeline duduk. "Ayo turun, " Gavin tersenyum ramah. Tertegun sebentar, Madeline mencoba mengulas senyum. Gadis itu turun, dan mereka berjalan beriringan memasuki toko florist yang dituju. Madeline mencoba menenangkan dirinya. Walaupun masih canggung, tapi Gavin tidak menunjukkan gerakan yang mengintimidasi seperti sebelumnya. Aroma mawar segar menyambut mereka saat pintu kaca terbuka. Rak-rak penuh bunga berdiri rapi, dengan warna-warna lembut yang menenangkan mata. "Selamat Datang di Velvet Rose, ada yang bisa saya bantu kak? " Seorang pramuniaga yang bertugas menyambut dengan antusias saat Gavin dan Madeline melangkah masuk. Gavin memandang deretan bunga yang berjajar rapi. Kepalanya menoleh melihat pramuniaga yang masih senantiasa berdiri, siap untuk melayani. "Aku ingin campuran rangkaian bunga Dahlia hitam dan Hyacinth kuning, tolo

  • Dibalik Ciuman Kaka Tiriku!    Chapter 21

    Madeline menimbang apel di tangannya. Matanya dengan jeli melihat buah itu dengan cermat. "Coba tekan apelnya dengan lembut. Jika terasa keras dan padat, itu kualitas apel yang bagus. " Suara berat di belakangnya, mengejutkan Madeline. Gadis itu membalikkan tubuhnya, melihat siapa yang berbicara. "Kak.. Gavin?"" suara Madeline terdengar ragu. Gavin melangkah mendekat, tangannya dengan lihai memilih beberapa apel di depannya dengan teliti. Tangannya sigap memasukannya dalam plastik yang tersedia dan menimbangnya. "Apel-apel ini sudah ku pilihkan, ambilah.. " tangan pria itu menyodorkannya ke Madeline. Madeline terdiam menatapnya sesaat, tapi tangannya tetap terulur mengambilnya. "Makasih kak.. " mencoba bersikap biasa, gadis itu tersenyum melihat Gavin yang memandangnya. Gavin tersenyum, raut wajahnya terlihat sangat tenang. "Kamu sangat menyukai buah? " mata pria itu melirik ke dalam troli Madeline yang berisi beberapa buah di dalamnya. Madeline tersenyum

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status