Home / Romansa / Dibenci Suami, Dicintai Sahabatnya / Bab 3. Pertemuan yang tak terduga

Share

Bab 3. Pertemuan yang tak terduga

Author: Ralonya
last update Last Updated: 2025-10-20 15:03:07

Pagi itu Dina sudah berada di restoran, ia membantu di dapur dan sesekali melayani pelanggan. Menjelang sore, saat bersiap untuk pulang, ponselnya berdering. Nama Arka tertera di layar, refleks ia langsung mengangkatnya.

“Dina, kamu dimana?” Suara dingin itu langsung terdengar tanpa basa-basi.

“Di restoran, Mas,” jawab Dina hati-hati.

“Pulang sekarang. Bersihkan diri, lalu kembali lagi ke restoran. Malam ini mama-papaku, kakek, dan keluarga sahabatku akan makan malam di sana. Bilang pada orang tuamu untuk bersiap. Dandan yang rapi dan jangan membuatku malu. Aku ingin mengenalkanmu pada sahabatku,” ujar Arka, nadanya terdengar seperti perintah.

“Baik, Mas. Tapi me—”

Sambungan terputus begitu saja sebelum Dina sempat menyelesaikan kalimatnya. Ia menatap layar ponselnya beberapa detik, lalu menghembuskan napas berat. Ia berbalik menuju meja kasir, tempat ibunya sedang menghitung hasil penjualan hari ini.

“Ma,” panggil Dina pelan sambil mendekat ke meja kasir.

Rina menoleh. “Iya, Nak, ada apa?”

“Tadi Mas Arka telepon. Katanya malam ini kakek dan mama-papa mas Arka sekaligus keluarga sahabatnya mau makan malam di sini. Mas Arka minta kita semua bersiap,” jelas Dina hati-hati.

Mendengar itu, wajah Rina langsung berubah antusias. Ia segera berdiri dan menoleh mencari suaminya.

“Pa! Cepat bersiap, ya. Besan kita malam ini mau datang ke restoran!” serunya bersemangat.

Lalu tatapannya kembali pada Dina. “Kamu juga pulang, bersihkan diri dan dandani wajahmu sedikit. Jangan sampai besan Mama lihat kamu dengan tampang kucel begitu. Ingat, kamu menantu mereka, harus kelihatan pantas.”

Dina mengangguk pelan. “Iya, Ma.”

Saat ibunya sibuk memberi instruksi pada karyawan, Dina menatap kedua orang tuanya yang tampak bersemangat. Ada kebahagiaan di wajah mereka karena menantu yang mereka banggakan akan datang berkunjung.

Senyum kecil terbit di bibir Dina menutupi perih di dadanya. Mereka tak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi di balik tembok rumah itu. Bagaimana setiap hari ia hidup dalam pengabaian yang seakan tak pernah berakhir.

Bagi orang tuanya, Arka adalah menantu idaman. Ia pria mapan, sopan, dan bertanggung jawab. Mereka tak pernah tahu, di balik citra yang nyaris tanpa cela itu tersembunyi seorang suami yang lihai melempar kata-kata tajam daripada memberi perhatian.

Dina menahan perih yang mengalir pelan ke tenggorokan. Ia tak tega merusak kebahagiaan di wajah kedua orang tuanya, tak sanggup menukar senyum mereka dengan kekecewaan. Maka ia memilih diam membiarkan kebohongan kecil itu, agar senyum mereka tetap ada, dan dirinya tetap punya alasan untuk bertahan.

“Dina, kenapa masih berdiri di situ? Cepat pulang dan siap-siap,” tegur Rina gemas melihat putrinya hanya terpaku di tempat.

“Iya, Ma. Dina berangkat sekarang.”

Begitu sampai di rumah, Dina langsung menuju kamar dan segera bersiap. Setelah memastikan penampilannya rapi, Dina mengambil tasnya, lalu memesan ojek online.

Sesampainya di restoran, Dina langsung turun tangan membantu menata makanan yang akan disajikan malam itu. Ia memastikan semuanya tersusun rapi di ruangan VIP yang memang disiapkan khusus untuk jamuan keluarga besar.

Begitu semua hampir siap, suara bariton yang hangat terdengar dari arah pintu depan. Dina langsung mengenali suara itu—Arman Wiratama, kakek Arka. Senyum spontan merekah di wajahnya. Dari seluruh keluarga besar Arka, hanya kakek itulah yang benar-benar menerimanya dengan tulus.

“Cucuku sayang,” sapa Arman, tangannya terbuka lebar.

“Kakek!” Dina langsung berlari kecil dan memeluknya hangat. Pelukan itu terasa seperti rumah, tempat yang aman di tengah kehidupannya yang penuh luka.

“Bagaimana kabarmu, Dina?” tanya Arman sambil menepuk lembut punggungnya.

“Baik, Kek. Kabar Kakek bagaimana?”

“Sehat, seperti biasa,” jawab beliau dengan tawa ringan.

Dina melepas pelukan dan menunduk sopan pada kedua mertuanya yang berdiri di belakang sang kakek. “Ma, Pa.”

Keduanya hanya mengangguk sambil tersenyum ramah, tapi tetap berjarak. Mereka tak pernah memperlakukannya buruk, tapi juga tak pernah benar-benar menganggapnya bagian dari keluarga.

Dina melirik ke arah pintu, mencari sosok Arka yang belum juga muncul. Bukankah tadi ia bilang akan datang bersama orang tuanya?

“Suamimu sedang menunggu sahabatnya di luar,” ujar Ester—ibu Arka— seolah memahami kegelisahan di wajah Dina.

Dina tersentak kecil. “Ah, begitu ya, Ma.”

“Kalau kamu mau, pergilah ke depan. Sekalian sambut tamunya Arka,” tambah Ester lagi dengan nada lembut tapi tegas.

“Baik, Ma.” Dina mengangguk patuh. “Aku ke depan dulu.”

Ia berbalik, namun belum sampai pintu, benda itu sudah lebih dulu terbuka. Arka muncul dengan langkah tenang. Di belakangnya tampak sepasang suami istri yang belum ia kenal. Pakaian mereka rapi dan berwibawa, jelas mereka bukan tamu biasa.

“Pak Adrian, senang sekali akhirnya bisa bertemu,” sambut Hendrik—ayah Arka— sambil menjabat tangan tamunya dengan hangat.

“Pak Hendrik, selamat malam,” jawab Adrian. Ia juga menatap ke arah kakek Arka. “Selamat malam, Pak Arman.”

“Selamat malam,” sahut Arman ramah. “Senang bisa berkumpul bersama malam ini.”

Ramdani—Ayah Dina— segera maju menyambut. “Silakan, mari duduk. Meja sudah kami siapkan.”

Mereka saling bertukar basa-basi hangat sebelum akhirnya menuju meja panjang besar. Di tengah semua sapaan itu, Dina berdiri di samping Arka.

“Jangan pasang wajah muram. Ini acara keluarga bukan pemakaman,” bisik Arka menoleh singkat memberi peringatan.

Dina menelan ludah, mengangguk dan memaksa seulas senyum.

Pintu ruang VIP kembali terbuka. Dina dan Arka menoleh. Seorang pria masuk. Postur tegap, langkah percaya diri, dan senyum hangat yang dulu begitu Dina kenal, matanya membeku.

Davin.

Nama itu muncul begitu saja di kepalanya, diikuti denyut halus di dada yang sudah lama tak ia rasakan. Dulu mereka satu jurusan. Lelaki itu sering duduk di sebelahnya di kelas ilmu perdagangan, membagi catatan, berbagi tawa kecil di antara tugas dan ujian. Dan dulu pula, sebelum sempat saling mengungkapkan perasaan, lelaki itu menghilang begitu saja setelah wisuda, tanpa kabar, dan hidup membawa Dina ke arah yang sama sekali berbeda.

Kini, ia berdiri di hadapannya lagi. Wajahnya tampak lebih dewasa, sorot matanya tenang, dan senyumnya hangat. Dina mencoba tersenyum sopan, tapi rasa hangat yang sempat terlupakan merayap perlahan di dadanya.

“Davin,” seru Arka, menyambut sahabat lamanya itu dengan pelukan singkat.

Mereka tampak akrab.

Dina hanya diam. Tangannya meremas ujung baju berusaha terlihat tenang.

“Dina, kenalin,” kata Arka kemudian, “ini temanku, Davin Halim. Ia baru kembali dari luar negeri.”

Arka menoleh pada Davin dengan senyum bangga, lalu menunjuk ke arah Dina. “Ini istriku.”

Davin menatap, tapi cukup membuat Dina ingin berpaling. Tatapan itu seperti mencari kepastian, lelaki itu seolah perlu waktu untuk memastikan bahwa wanita di hadapannya benar-benar Dina yang dulu ia kenal.

“Dinarayu?” ucap Davin pelan. Ada nada terkejut di sana, tapi cepat ia sembunyikan dengan senyum. “Dunia memang kecil,” katanya kemudian, menahan nada hangat dalam suaranya.

Dina menunduk sopan. “Iya, ini aku, Mas Davin. Dinarayu.” ucapnya pelan.

**

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dibenci Suami, Dicintai Sahabatnya   Bab 56. Kembali ke rumah

    ​Saat Davin masih berada di dalam kamar, bersiap-siap untuk menghadapi hari yang panjang, ponsel Dina bergetar di atas meja. Sebuah pesan masuk dari Arka.​Dina segera membukanya, dan napasnya tercekat membaca barisan kalimat itu.​[Dina, aku tahu kamu bersama Davin. Pulang sekarang dan jangan bertingkah. Davin pasti sudah menceritakan masalah yang dia hadapi, kan? Itu peringatan kedua dariku.]​[Dan jangan membuatku menyebarkan foto mesra kalian di depan publik. Kamu tahu, pembukaan resort baru kekasihmu itu tinggal beberapa minggu lagi. Jangan sampai impiannya batal dan hancur total hanya karenamu.]​Dina membeku di tempatnya. Wajahnya pucat pasi, tubuhnya mulai bergetar tanpa sadar. Teror Arka terasa begitu nyata, menusuk hingga ke jantung. Arka tidak hanya mengancam dirinya, tetapi menggunakan Davin sebagai senjata.​Dina menyadari dengan rasa putus asa yang menyakitkan, ia tidak punya pilihan lain selain kembali pada Arka. Pria itu tidak akan pernah melepaskannya. Arka akan mengh

  • Dibenci Suami, Dicintai Sahabatnya   Bab 55. Serangan kedua

    Davin duduk di samping Dina di sofa Apartemen, jari-jarinya menggenggam erat tangan Dina. “Arka tidak mungkin melakukannya sendiri. Dia terlalu pengecut,” ujar Davin. “Pasti ada orang suruhan, dan orang itu pasti meninggalkan jejak.”“Tapi bagaimana, Mas? Polisi tidak menemukan apapun yang mencurigakan saat memeriksa tadi. Bahkan kamera pengawas pun rusak jadi tidak ada bukti di sana,” balas Dina, kepalanya masih terasa berat. “Polisi pasti menganggapnya kecelakaan biasa karena instalasi listrik atau kerusakan gas.”​Davin menarik napas panjang. "Kita tidak bisa mengandalkan polisi sekarang. Kita harus mencarinya diam-diam. Bukti pertama yang harus kita cari adalah di lokasi kebakaran."​Dina menatapnya bingung. “Maksudmu, kembali ke sana?”“Aku punya kenalan. Seorang penyelidik swasta yang sangat andal dan dapat dipercaya,” jelas Davin. “Kita butuh bukti yang bisa membuktikan adanya bahan pemicu api yang disengaja. Api tidak menjalar secepat itu, Arka pasti menggunakan sesuatu.”​Da

  • Dibenci Suami, Dicintai Sahabatnya   Bab 54. Membalasnya

    ​Dina kini benar-benar terisolasi dan hancur, menyadari motif Arka bukanlah cinta, melainkan dendam, kepemilikan, dan kontrol.Dina tidak tahu berapa lama ia berdiri terpaku, menatap punggung Arka hingga pria itu menghilang ke lantai atas. Ketika keheningan yang dingin kembali menguasai rumah itu, Dina sadar ia harus bertindak. Ia tidak bisa lagi tenggelam dalam keputusasaan.​Dengan tangan gemetar, ia meraih kembali ponselnya dan mencari nama Davin. Hanya Davin satu-satunya orang yang bisa ia mintai tolong. Mengadu semua rasa sakitnya. ​[Halo, Dina? Ada apa?]​Dina tidak bisa menahan suaranya agar tidak pecah. “Mas jemput aku sekarang juga. Aku butuh kamu.”​[Apa terjadi sesuatu?] Suara Davin terdengar cemas. “Tolong datang saja, Mas. Nanti aku jelaskan.”[Baiklah. Mau ku jemput dimana? Restotan?]​“Jangan ke sana, Mas! Jangan! Jemput aku di persimpangan jalan depan komplek perumahanku.” [Baiklah. Tunggu aku, Sayang. Lima belas menit.]Begitu mengucapkan kalimat tersebut, Davin se

  • Dibenci Suami, Dicintai Sahabatnya   Bab 53. Setiap detik hidupmu

    ​“Pernikahan ini hanyalah alat, Dina,” jawab Arka enteng, senyum meremehkan itu kini terasa sangat menjijikkan. “Karena dengan menikahimu, aku bisa lebih leluasa menyakitimu sesuka hatiku tanpa dicampuri siapa pun.”​“Kenapa, Mas? Apa salahku padamu sampai kamu harus sejahat ini?” Air mata Dina mengalir, bukan lagi karena putus asa, tapi karena rasa sakit pengkhianatan mendalam.​Ekspresi Arka berubah dingin. “Salahmu? Kakek menginginkanku menikahi wanita miskin sepertimu dan memaksaku memodali usaha restoranmu. Aku harus menghabiskan waktuku dengan wanita rendahan yang sama sekali tidak kuinginkan. Apa kamu pikir aku bisa menerimanya dengan senang hati? Egoku tertampar, Dina.”​Arka menekan setiap kata. “Kakek tidak melihat betapa kompetennya aku dalam memimpin perusahaan. Tapi dia memberi syarat kalau aku ingin kursi direktur dan menjadi pewaris kekayaannya, aku harus menikahimu. Kamu adalah syarat, bukan pasangan.”​Dina menahan napas, hatinya sakit tak tertahankan. Setiap kata yan

  • Dibenci Suami, Dicintai Sahabatnya   Bab 52. Untuk apa kamu menikahiku?

    Dina menatap puing-puing bangunan dengan hati yang hancur. Aroma gosong dan asap tebal menyesakkan paru-paru. Ia bergerak perlahan di antara sisa-sisa bangunan yang hangus, mencoba mengamankan apa pun yang mungkin terselamatkan dari dapur atau area kasir.Ia segera menyadari, kerugian yang ditelan bencana ini sangat besar. Kepalanya sibuk menghitung, mencoba mencocokkan total kerusakan dengan sisa tabungan yang ia miliki. Pertanyaan pahit itu terus berputar: Apakah uang ini cukup untuk merenovasi ulang, bahkan membangunnya kembali dari awal?​Helaan napas berat lolos dari bibirnya. Dina mengusap wajahnya yang berantakan, merasakan debu dan air mata yang mengering.​“Aku butuh dana tambahan. Tapi dari mana mendapatkannya?” gumamnya, suara putus asa yang tertelan oleh sisa-sisa suasana kacau.​Ia melirik sekeliling. Meskipun sebagian besar telah dievakuasi, masih banyak petugas pemadam kebakaran, polisi, dan beberapa warga lokal yang penasaran. Mereka berbisik-bisik. Bisik-bisik liar mu

  • Dibenci Suami, Dicintai Sahabatnya   Bab 51. Kebakaran

    Hari itu berjalan normal, di tengah rutinitas sore yang sibuk, hingga kabar buruk itu meledak tanpa peringatan.​Dina baru saja keluar dari gudang bahan baku, mengelap tangan di apron saat seorang staf muda berlari mendekat. Wajahnya pucat pasi, matanya membesar seperti hendak copot.​“Bu, di dapur … Kebakaran!” Staf itu terengah-engah, suaranya putus-putus, seolah udara pun terhambat oleh kengerian yang baru saja ia saksikan.​Dina membeku di tempat, seolah pendengarannya gagal memproses dua kata mengerikan itu. “Apa yang kamu bilang?” tanyanya, suaranya serak dan menipis. Tubuhnya mendadak kaku seperti disetrum.​“Kebakaran, Bu! Di dapur! Apinya cepat sekali menjalar!” ulangnya terburu-buru.​Tanpa menunggu lagi, Dina membuang lap dan berlari ke arah dapur. Matanya langsung menangkap pemandangan yang menghancurkan. Kepulan asap hitam pekat sudah memenuhi koridor belakang. Lalu, ia melihat kobaran api merah-oranye yang melompat buas, melahap dinding, menjilat langit-langit dengan kec

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status