Mia telah mendapatkan perawatan di rumah sakit dan dinyatakan sembuh. Sesuai prosedur kepolisian, Mia langsung menjalani serangkaian proses penyelidikan hingga akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Kini, Mia resmi mendekam di penjara. Begitu pula dengan sopir yang melarikan diri. Pria itu berhasil di tangkap setelah satu minggu lebih pencarian.Hanif dan Selina mendengar kabar terkini langsung dari kepolisian. Hari ini mereka memutuskan untuk mengunjungi Mia di kantor polisi. Awalnya, Hanif memang ragu untuk bertemu dengan Mia lagi. Namun, Selina terus membujuknya hingga akhirnya Hanif setuju.Di kantor polisi, Hanif dan Selina dibawa ke sebuah ruangan kecil yang dilengkapi oleh CCTV dan seorang polisi yang berjaga. Mia dibawa ke dalam ruangan lima menit kemudian. Mereka hanya diberi waktu selama lima belas menit untuk berbincang. Karena bagaimanapun, kunjungan pihak luar dibatasi.Mia duduk di seberang Hanif dan Selina. Wanita itu terlihat kurus dan pucat di balik pakaian tahanan. P
Kelopak mata Hanif melebar. Tangannya gemetaran membaca nama di KTP korban kecelakaan itu. “Mia Mutiara... foto KTPnya juga...”“Mas.” Selina memanggil dari belakang setelah berbicara dengan Bu Ira. Dia menghampiri Hanif lalu duduk di sebelahnya. “Ada apa, Mas? Kok wajah kamu pucet gitu? Liatin apa sih di HP?”Hanif menghela napas perlahan. Ia menoleh kepada Selina kemudian menunjukkan ponselnya kepada wanita itu. “Ini, Sel. Saya lagi baca berita yang sedang viral. Kira-kira setengah jam yang lalu postingannya, tapi udah ramai.”“Soal kecelakaan?”Hanif mengangguk. “Iya. Dan korbannya... Mia.”“Astaghfirullah.” Selina spontan menutup mulutnya dengan kedua tangan. Ia membaca foto KTP di layar ponsel Hanif dengan napas tersekat. Selina bergeser mendekati Hanif, lengan mereka nyaris bersentuhan. Tapi, fokus keduanya sama-sama pada ponsel Hanif.“Terus gimana keadaannya, Mas? Kok bisa Mbak Mia sampe kecelakaan begitu?”“Sebentar, saya baca di postingan selanjutnya. Ini ada rangkuman keja
Mia gigit jari. Sekarang posisinya sangat berbahaya. Bagaimana bisa dia kabur dari situasi ini jika salah satu orang suruhannya tertangkap? Mia mondar-mandir sambil mengacak rambutnya frustasi. Kira-kira bagaimana reaksi Hanif seandainya dia mengetahui bahwa Mia-lah yang merancang skenario ini? Mia tahu dia tidak bisa diam saja. “Kalau sampai aku ketangkap, nggak hanya karirku yang hancur, tapi juga hidupku! Aku nggak mau dipenjara,” kata Mia pada dirinya sendiri. Otaknya berputar dua kali lebih cepat memikirkan solusi untuk mencegah kemungkinan terburuk terjadi. Namun, Mia telah menemui jalan buntu. Dia tidak bisa menemukan cara apapun. Pada akhirnya, Mia sampai pada kesimpulan bahwa ia harus melarikan diri. Jika polisi mencarinya, maka hal terakhir yang bisa Mia lakukan adalah kabur, bersembunyi mencari tempat perlindungan.“Nggak bisa dibiarkan. Aku harus bertindak cepat sebelum terlambat.”Mia pun memungut ponselnya yang tergeletak di lantai. Untung saja ponsel itu masih utuh ka
Selina dan Hanif saling bungkam di mobil. Keduanya tampak sibuk dengan pikiran masing-masing setelah pertemuan dengan Nilam tadi. Nilam dan Galih terpaksa berpamitan pulang karena Bu Salma menelepon dan memberitahu bahwa Pangeran rewel. Hanif pun kepikiran dengan ibunya jika ia dan Selina pergi terlalu lama. Sebelum pulang, Nilam meminta kontak Selina untuk berhubungan. Bagi Nilam, masa lalu sudah tidak penting lagi. Karena biang masalahnya tidak ada di kota ini.“Mas.” Selina tiba-tiba memanggil, memecah keheningan.Hanif menoleh sekilas. “Hm?”“Apa yang kamu pikiran, Mas, soal kata-katanya Bu Danyon?” tanyanya.Sejenak Hanif menimang-nimang jawabannya. Dia tidak ingin berprasangka buruk kepada ‘dia’, tetapi perkataan Nilam jelas merujuk kepada mantan kekasihnya itu. Hanif meremas kemudinya dengan erat. “Kamu pasti tahu apa yang saya pikirkan, Sel. Tapi, untuk saat ini, kita pantau dulu situasinya. Saya nggak ingin menuduh orang sembarangan.”“Aku juga begitu, Mas.” Selina menatap ja
Hanif dan Selina setuju bahwa mereka akan bertemu Nilam dan Galih. Menurut penuturan Hanif, Galih menghubunginya setelah meminta kontak dari salah satu kenalan di kesatuan. Sangat mudah bagi Galih untuk menjangkau Hanif meski telah dipindahtugaskan beberapa tahun silam. Itu sebabnya Galih bisa menemukan kontak Hanif dengan cepat.Hari ini Hanif dan Selina pergi ke tempat perjanjian. Mereka akan bertemu dengan Galih dan Nilam di restoran yang tak jauh dari kediaman Bu Ira. Sebelum pergi, Hanif meminta tolong kepada Bu Silvi untuk menjaga sang ibu selama setengah hari. Rencananya Hanif akan kembali sebelum siang agar tidak terlalu merepotkan Bu Silvi. Semoga saja perbincangan mereka nanti bisa cepat diselesaikan.Sementara Hanif berkendara dengan tenang di balik kemudi, Selina terus-terusan menoleh ke belakang dengan gelisah. Tangan wanita itu berkeringat dingin memegangi sabuk pengaman, ekspresinya terlihat tidak tenang. Hanif melirik Selina melalui spion tengah dan mendesah pelan.“Se
“Awas aja kalau kalian gagal. Bayaran yang kujanjikan akan langsung kucancel! Titik!” geram Mia kemudian mengakhiri teleponnya secara sepihak.Saat Nilam melihat wanita itu pergi, Nilam memang tidak salah lihat. Wanita tadi memakai seragam perawat. Nilam benar-benar tidak menyangka orang mana yang masih saja mendendam kepada Selina. Nilam pikir, sudah cukup Indra yang menghancurkan hidup wanita itu, ternyata ada orang lain yang menginginkannya menderita.“Aku harus cepet-cepet nebus obat dan pulang. Entah kenapa, perasaanku nggak enak semakin lama di rumah sakit ini,” gumam Nilam. Dia mendekap Pangeran lebih erat kemudian mengantre untuk mengambil obat di apotek.Setelah mendapatkan obatnya, barulah Nilam kembali ke mobil dan langsung pulang ke rumah. Bu Salma yang saat itu tengah menyuapi Ara terlihat kebingungan dengan ekspresi Nilam. Menantunya terlihat pucat pasi dan buru-buru sekali keluar mobil.“Nak Nilam? Ada apa? Kok kayak habis dikejar hantu. Masih siang loh ini,” tanya Bu S