Share

Senja di pernikahan kelabu

Penulis: Nath_e
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-24 19:33:54

Di ruangan lain keluarga Hartwell begitu heboh mempersiapkan pesta termegah abad ini. Tenda putih gading telah berdiri di halaman belakang yang luas, dengan lampu-lampu kristal menggantung bak bintang berguguran.

Para desainer interior, perencana pernikahan kelas dunia, dan juru masak berbintang Michelin lalu-lalang seperti semut pekerja, semuanya bekerja di bawah tekanan satu kalimat.

Harus sempurna!

Ayah Laura–Richard Hartwell–berdiri di balkon lantai dua, menatap ke arah taman yang sedang dihias dengan bunga calla lily dan mawar putih. Wajahnya berseri penuh bangga.

"Akhirnya putriku menikah juga. Dengan pria yang sukses, mapan, dan punya masa depan cerah," gumamnya, menepuk-nepuk bahu wedding planner yang berdiri di sampingnya.

Di dalam rumah, ibu tiri Laura–Maria Delacroix–sibuk memilih gaun-gaun dari koleksi couture bersama adik tiri Laura yang baru berusia 23 tahun, Megan.

Keduanya tak henti-henti mengomentari potongan gaun, tekstur bahan, dan palet warna yang paling "Instagrammable".

"Laura tidak cocok pakai ivory, dia terlalu pucat," ujar Maria ketus sambil mengangkat gaun renda bordir kristal.

"Tapi ini sangat bagus, Mom!" seru Megan sambil mengarahkan gaun berpotongan siren model terbaru.

Mereka bahkan tidak menanyakan apa pendapat Laura yang baru saja masuk ke dalam ruangan dengan wajah muram.

“Lihat, ini cantik sekali. Pas untukmu, Laura.” Maria memantapkan gaun pengantin dengan potongan dada terbuka tapi tetap anggun dan berkelas.

Laura hanya duduk diam di kursi rias, wajahnya tanpa ekspresi di depan cermin besar berbingkai emas. Seorang penata rias mulai mencocokkan lipstik ke kulitnya.

Melihat hal itu, Maria mengernyit. Ia menarik nafas dalam-dalam. Berusaha untuk tetap tenang.

"Sayang, tersenyumlah sedikit. Ini hari besar mu. Kau akan menikah hari ini!” Suara ibu tirinya melengking manis, tapi Laura mendengarnya sebagai paksaan.

"Yeah, siapa bilang aku menikah besok Mom?” Sahutnya malas dengan senyum tipis.

“Laura Hartwell?! Bagaimana kau bisa bersikap seperti ini padahal dalam hitungan jam kamu akan resmi menjadi nyonya Carter?!” Suara Maria menggema di ruangan membuat Megan dan dua penata rias terdiam.

Laura menghela nafas pasrah. “Baiklah, Mom. Mungkin … aku bisa memilih sendiri gaunku?" ucap Laura pelan, mencoba meredam kekesalan Maria.

Megan mendekat, menepuk lembut punggung Maria. “Mom, biarkan Laura memilih apa yang terbaik untuknya. Ini hari besarnya, so … biarkan dia yang menentukan.”

“Baiklah, dalam hitungan menit. Ok?!” Maria mengalah, menggantung lagi gaun pengantin di tangannya dan memilih keluar ruangan.

"Maafkan Mom, Laura. Tapi kau harus tahu … ini bukan soal kamu saja. Ini pesta keluarga Hartwell. Semua mata akan tertuju pada kita. Gaun itu harus mencerminkan siapa kita. Keluarga Hartwell, yang sempurna."

Laura tersenyum masam. Kalimat Megan membuatnya sadar bahwa kini, Laura tidak punya kuasa bahkan untuk memilih pakaiannya sendiri.

Melihat tak ada perubahan di wajah Laura, adik tirinya itu pun berkata dengan gaya ala-ala cheerleader.

"Laura … ayolah, tersenyum! You’re gonna look stunning no matter what. Be grateful. Some girls would kill to be in your shoes." Megan memberi semangat meski itu rasanya palsu.

Laura menarik napas dalam, mengusap jemarinya yang dingin dan lembab. Ia menuruti kata-kata Megan. Tak ada lagi yang bisa dilakukannya sekarang. Pernikahan di depan mata dan itu harus Laura terima dengan lapang dada.

Di luar sana, dunia sibuk menyiapkan pesta yang diklaim sebagai simbol cinta dan kemewahan. Tapi di dalam hatinya, Laura hanya merasakan sunyi.

Bukan karena ia tak cantik dalam balutan gaun-gaun mewah. Bukan juga karena kemegahan lampu gantung, bunga-bunga putih, dan tenda mewah. Tapi karena tak seorang pun bertanya apakah ia bahagia.

*****

Suara lembut musik klasik menggema di area pernikahan yang mewah. Gantungan kristal bertebaran, berkilau seperti bintang. Wangi bunga mawar putih dan cala lili menyatu dalam udara. Para tamu berdiri, menoleh ke arah belakang.

Laura muncul.

Gaun putihnya menjuntai sempurna, dengan detail renda halus di bagian bahu dan lengan. Tiara mungil menempel di rambutnya yang disanggul anggun. Dia tampak seperti putri dari negeri dongeng. Tapi meski begitu, wajah Laura tidak bisa menyembunyikan gejolak yang mengaduk dalam dada.

Richard Hartwell berdiri tegap di sampingnya, menggenggam tangan Laura dengan lembut.

“Kau yakin dengan keputusanmu, sayang?” bisiknya lirih. “Ayah tahu… kau belum sepenuhnya siap untuk .... menanggung beban ini."

Laura tersenyum samar, lalu menunduk pelan. Matanya berkaca-kaca.

“Aku baik-baik saja,” gumamnya lebih pada dirinya sendiri.

Richard tersenyum tipis, jauh didasar hatinya ia sebenarnya tak rela Laura menjalani pernikahan bisnis. Tapi … Dave berhasil meyakinkan Richard, dan menjanjikan bantuan yang dibutuhkannya.

Langkah demi langkah mereka lalui. Lantunan musik berhenti begitu Laura tiba di altar. Dave berdiri menunggu—terlihat gagah dengan tuksedo hitam. Wajahnya bersih dan tampak bahagia. Tapi senyum yang ia tunjukkan… terlalu sempurna.

Dave mengulurkan tangannya.

“Selamat datang, sayang,” bisiknya.

Laura ragu. Dia menatap tangan itu sejenak sebelum akhirnya menggenggamnya.

Beberapa tamu terlihat menitikkan air mata karena terharu. Tapi tidak semua. Di barisan kiri, Clara menyipitkan mata. Ia menggeleng pelan, tak bisa menyembunyikan rasa kecewa atas keputusan Laura.

“Keputusan bodoh Laura, padahal kau bisa saja lari dan pergi.” Gumamnya setengah berbisik pada dirinya sendiri.

Pendeta mulai membuka upacara. Suaranya terdengar syahdu tapi bagi Laura, itu terdengar seperti gema yang mengerikan.

Ia menatap Dave, tapi pikirannya melayang jauh pada … luka yang telah ia lalui. Pada malam-malam penuh air mata, dan ancaman yang terselubung dalam rayuan.

Saat ini, di depan semua orang, Laura akan berjanji untuk hidup bersama lelaki brengsek yang sempat ia lepaskan. Laura tidak bisa membayangkan bagaimana hari-hari nya setelah ini.

‘Andai ada keajaiban..,’ ucapnya getir dalam hati.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dibuang Badboy Dinikahi Mafia Obsesif    Nanochip dan dilema

    "Nanochips!” Brian membulatkan mata birunya, menoleh cepat pada Dominic. “Nanochips ... kau menanamkannya pada Laura bukan?” Ryu Jin dan Cassandra ikut menoleh, raut wajah kedua wanita itu bak mendapat pencerahan. “Benar, kenapa kita tidak memikirkan hal ini. Dom, kau melakukannya bukan?” Cassandra menimpali “Aku …,” Dominic bingung menjawab. “Kalau dia memilikinya kita bisa menemukan posisi Laura! Bukankah terintegrasi dengan sistem mu? Artinya kita bisa melacaknya dengan bantuan satelit." Ryu Jin yang biasanya datar mendadak girang. Dominic berdehem kecil, ia mengusap tengkuknya, masih bingung hendak memulai darimana. “Tentang itu … aku,” Dominic melirik ke arah Brian yang menunggunya. Ia menarik nafas panjang, sudah menduga pertanyaan ini akan muncul. “Aku tidak pernah menanamkan nano chip pada para petinggi atau pasangan mereka termasuk Laura, termasuk kalian." Brian bertanya, “Kenapa? Bukankah setiap pengikutmu akan tertanam chip itu untuk mengontrol mereka, termasuk aku

  • Dibuang Badboy Dinikahi Mafia Obsesif    Semangat yang memudar

    Seminggu berlalu dan pencarian Laura masih terus dilakukan. Hari demi hari rasanya seperti neraka bagi Brian. Setiap hari Brian hanya berputar di lingkaran gelap yang sama, laporan tanpa hasil, jejak samar, dan kabar buruk yang belum bisa dipastikan kebenarannya.Setiap penemuan mayat tanpa identitas membuat darah Brian berdesir. Ia takut bakal menemukan Laura di kamar jenasah.Lucas datang dengan wajah muram, membawa kantong plastik bening. Ia menaruhnya di atas meja. Di dalamnya terdapat kalung berlian milik Laura—masih dengan GPS aktif—bersama pakaian dan perhiasan lain yang tampak kotor dan berdebu.“Kami menemukannya di pinggiran jalan hutan pinus, sekitar dua kilometer dari batas wilayah,” ucap Lucas pelan.Brian menatap benda-benda itu lama sekali, matanya merah berair. Bibirnya bergetar tanpa suara. “Hanya ini?! Lalu Laura?!” tanyanya serak sambil menggenggam kalung Laura.Lucas menunduk penuh penyesalan. “Maaf, Tuan.”Brian memjamkan matanya, menahan emosi yang nyaris tumpah

  • Dibuang Badboy Dinikahi Mafia Obsesif    Terjebak antara cinta dan ketidakwarasan

    “Jangan pernah berpikir Brian akan datang untuk menyelamatkan dirimu, Laura. Aku tidak suka wanita pembangkang jadi sebaiknya kau menjaga dirimu baik-baik atau kau … akan menerima akibatnya.”Peringatan Rafael Ortega sedikit menciutkan nyali Laura. Ia bertanya dalam hati benarkah Brian tidak akan menemukannya, lalu bagaimana nasibnya dan bayi dalam kandungannya di masa depan?“Kau salah besar Rafael … dia pasti akan menemukanku.” Balas Laura meski ia tak yakin dengan kalimatnya itu.Rafael menatap Laura takam, dengan jarak hanya sejengkal, Laura bisa merasakan beratnya tarikan nafas mantan koleganya itu.Rafael Ortega tersenyum sinis, ia sedikit menjauhkan tubuhnya dan membuka laci bagian atas nakas disamping ranjang.“Benarkah itu? Jangan membuatku tertawa Laura.”Rafael mengambil kotak beludru hitam dari dalam laci. Di dalamnya, terdapat sebuah cincin berkilau, cincin pernikahan.Laura terbelalak saat Rafael meraih tangannya dengan kasar. Jemarinya yang dingin memaksa membuka gengga

  • Dibuang Badboy Dinikahi Mafia Obsesif    Obsesi Sang dokter radiologi

    Laura terbangun perlahan, kelopak matanya terasa berat. Kepalanya berdenyut, mulutnya kering, dan perutnya terasa aneh. Butuh beberapa saat sebelum ia sadar dirinya tidak lagi berada di balkon restoran Paris.Yang pertama menyambut pandangannya adalah langit-langit tinggi dengan dinding batu berwarna gelap. Lampu gantung kristal berkilau pucat, memantulkan cahaya remang.Ruangan itu luas, tetapi sunyi, nyaris terlalu sempurna—seperti sebuah vila kuno yang dipugar untuk menyimpan rahasia.Laura terhenyak. Gaun malam yang dipakainya sudah berganti dengan gaun satin putih polos. Potongannya sederhana tapi mengekspos jelas bagian atas tubuhnya.Semua perhiasan yang dikenakan mulai dari cincin, kalung, gelang, bahkan anting kecil pemberian Brian—hilang. Seolah setiap penanda dirinya sudah dilucuti. Laura panik karena dalam kalung itu terdapat penanda GPS untuk melacak keberadaannya.Ia meraba perutnya dengan gemetar, memastikan bayinya masih ada. “Dimana ini … apa yang terjadi sebenarnya?

  • Dibuang Badboy Dinikahi Mafia Obsesif    Penculikan yang sempurna

    Malam hari di kota Paris menyimpan daya magisnya sendiri. Menara Eiffel berkilau dengan ribuan cahaya, sementara musik akordeon jalanan mengalun lembut dari kejauhan. Di balkon restoran bergaya klasik, Laura bersandar pada kursi, kedua tangannya mengusap perutnya yang masih datar. Senyum kecil muncul di wajahnya—ia merasakan kebahagiaan.Brian menatapnya penuh kasih. “Kau ingin sesuatu lagi? Dessert, mungkin?” tanyanya.Laura menggigit bibir, matanya berputar seolah berpikir keras. “Sebenarnya ada …” ujarnya ragu.“Apapun untukmu,” sahut Brian cepat.Laura menarik napas dalam-dalam. “Aku ingin sup ramen pedas dengan kaldu tulang sapi dan taburan rumput laut… seperti yang pernah aku makan di Tokyo dulu.”Brian terdiam. Ramen? Di Paris? Malam-malam begini? Ia tahu itu hampir mustahil—bahkan restoran Jepang yang tersisa di distrik ini sudah tutup. Tapi melihat tatapan penuh minat Laura membuatnya tak bisa menolak permintaan itu.“Baiklah.” Brian meraih tangan Laura dan mengecupnya. “A

  • Dibuang Badboy Dinikahi Mafia Obsesif    Nasehat dari Ryu Jin

    "Biarkan dia menenangkan diri, adik kecil!” “Lepaskan,” desis Brian, ia menatap kesal pada Ryu Jin yang menahannya. “Dia sedang marah. Aku harus—” “Justru karena dia marah, kau sebaiknya tidak mengejarnya sekarang,” potong Ryu Jin tenang. “Kau hanya akan menambah keruh suasana.. Biarkan aku bicara dengannya dulu.” Ryu Jin balas menatap Brian. “Ryu benar, Brian. Ikuti kata Ryu, dia sangat ahli menenangkan hati wanita.” Dominic yang datang bersama Ryu Jin ikut bicara. “Tapi…,” Tatapan tajam Ryu Jin yang tajam seolah hendak membunuh Brian dengan katananya dalam sedetik. Ia mengalah dan membiarkan wanita cantik itu berjalan tenang menyusul Laura. Ryu Jin menemukan Laura tengah duduk di bangku taman di bagian atas gedung rumah sakit. Matanya terlihat basah, menyadari Ryu Jin mendekat Laura mengusap pipinya dari jejak airmata. “Udara di sini memang lebih segar daripada di dalam,” Ryu Jin seolah bicara pada dirinya sendiri. Ia menarik nafas panjang dan menutup matanya, m

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status