Share

Bab 8 - Berdansa Dengan Arley, Siapa Yang Lebih Berhak?

Prims terhening untuk mencerna kalimat Katie. ‘Sebegitu tidak sukanya kah beliau padaku?’ gumamnya dalam hati.

Sejak awal, Prims tahu ibu mertuanya memang tidak menyukainya. Wanita itu lebih suka jika Alice yang bersanding dengan Arley.

Namun, tetap saja, rasanya menyakitkan. Prims menahan diri agar tidak menjatuhkan tirai air mata. Apalagi di depan Arley yang menurutnya sudah terlalu banyak melihatnya tersudut.

Gadis itu meremas kedua tangan yang ada di atas pangkuannya. Menunduk, pandangannya ia jatuhkan pada gaun blue ice yang sedang dia kenakan.

'Bukankah percuma aku bersolek sebelum bersua dengan banyak orang malam ini jika pada akhirnya yang diinginkan ada di samping Arley adalah Alice?' tanyanya pada diri sendiri.

'Tapi,' pikir Prims lagi, 'Kenapa aku harus berkecil hati? Aku yang menikah secara sah dan memiliki status sebagai istri, dan Arley yang memilihku. Tidak benar kalau aku membiarkan ibunya ikut campur kehidupan pernikahan kami.'

Prims mengerling pada Katie yang masih belum pergi. Wanita bergaun hitam itu jelas menunggu jawaban dari Arley.

Prims pun juga. Dia penasaran dengan jawaban apa yang akan diberikan oleh pria berstatus suaminya itu.

Namun, Arley tampak tak terganggu dengan kebisingan Katie di sebelahnya. Malahan sibuk dengan segelas wine dalam gelas berkaki yang dia bawa di tangan kanannya.

"Arley? Kamu dengar Mama, 'kan?" tanya Katie, lengkap dengan mengguncang bahunya.

"Dengar," jawabnya singkat, tak berhasrat.

"Ajaklah Alice, ya?" tegasnya dengan alis yang jatuh membentuk kerutan.

Penuh penekanan serta tak ingin dibantah.

"Kenapa aku harus mengajaknya?" desah Arley enggan.

Menatap cairan berwarna merah keunguan yang ada di dalam gelasnya yang dia goyangkan ke kiri dan ke kanan jauh lebih menarik daripada pagelaran dansa.

"Kamu mendengar alasan Mama."

"Tidak mau," ucapnya seraya memutar kepalanya pada Katie. Sedikit menengadahkan wajahnya dan bertatap mata dengan sang ibu yang berdiri dan merosot kedua bahunya penuh rasa kecewa.

Prims melihatnya, dan tidak ingin merecoki perdebatan mereka serta memilih untuk diam saja.

Namun, diam-diam tertawa batinnya melihat Katie yang keinginannya tak bersambut.

Melalui sudut matanya, Prims melihat Katie yang hampir pergi. Tetapi itu sebelum seorang perempuan bergaun merah yang dikenal oleh Prims datang entah dari mana menghampiri mereka.

Gadis itu adalah Alice. Kedua netranya mengarah pada Arley kala jemarinya yang lentik memanjang ke depan. Tuturnya yang manis berujar, "Maukah Tuan Arley berdansa denganku?"

Prims mengamati perubahan wajah Katie. Ibu mertuanya itu tampak girang dengan inisiatif dan keberanian Alice yang lebih dulu mengajak Arley untuk melantai.

"Terimalah, Arley ... bukannya tidak baik menolak gadis semanis Alice?"

Arley mendorong napasnya penuh beban. Sekilas memandang Prims yang bibirnya terkatup rapat, serta menunggu kelanjutan kalimat ibunya yang masih gigih memintanya dan Alice menjadi pasangan semalam.

"Mama pikir kalian sangat serasi. Kamu tampan, dan Alice cantik. Apalagi yang kamu pikirkan?"

Jika mereka berdansa, spotlight malam ini pasti akan jatuh pada mereka. Setidaknya begitulah yang ada di dalam pikiran Katie.

Pujian yang tiba di indera pendengar Alice jelas membuat gadis berambut coklat gelap itu semakin besar kepala.

Prims bisa melihat seringai kemenangan dari salah satu sudut bibirnya yang tertarik ke atas, seolah tengah berkata, “Lihat, kan, Prims? Kau tak akan bisa menang dariku!”

Desah enggan Arley terdengar sekali lagi.

Dia benar-benar tidak suka dengan paksaan ini, hanya saja dia tidak ingin membuat keributan dan mengacaukan acara yang harusnya menjadi awal baik untuk produk baru Kings Cosmetics.

Kediamannya diartikan sebagai sebuah 'iya' oleh Alice dan Katie. Penanda kemenangan mereka sudah dalam genggaman tangan.

Tetapi kemenangan hanya bersifat sementara karena mereka mendengar Prims yang sedari tadi diam tiba-tiba bersuara.

“Bukankah tidak sopan mengajak pria beristri berdansa di depan istrinya sendiri?” Prims menatap Alice dan Katie bergantian, “Apalagi … ada ibunya di sini. Apakah kamu tidak tahu sopan santun, Alice Harvey?”

Kemenangan yang sudah dianggap ada di pihak Katie dan Alice hancur dalam sekejap kala Prims yang sedari tadi bisu tiba-tiba menunjukkan taringnya.

Alih-alih terlihat sedih seperti yang dia pikirkan, aura kakak tirinya itu justru tampak mendominasi dan angkuh. Alice belum pernah melihatnya seperti itu.

Dagu Prims sedikit terangkat, seolah sedang menunjuk bahwa Alice tak lebih dari seorang penggoda rendahan yang tak tahu malu.

“A-apa?” tanya Alice tergagap. Pupil matanya bergerak tidak nyaman saat Prims menatapnya lekat.

Dia gusar, malu karena perhatian semua orang mulai beralih kepadanya, atau pada tangannya yang masih mengarah pada Arley dan mengajaknya berdansa. Yang kini terpaksa harus dia tarik perlahan dan dia sembunyikan di belakang punggungnya.

"Daripada Alice atau perempuan lain, bukankah aku yang paling berhak berdansa dengan Arley karena aku adalah istrinya?" lanjut Prims dengan menatap bergantian pada Alice dan juga Katie.

“Bukankah begitu?” tanyanya kali ini mengarah pada Arley.

“Ya,” jawabnya singkat dengan sedikit senyuman.

Baik itu Alice dan Katie tidak bisa menjawab lagi oleh serangan telak dari Prims.

Ketegangan yang terjadi sedang coba diluruhkan oleh ruangan yang mulai diisi oleh alunan musik, merayu mengajak setiap insan yang ada di sana untuk berdansa.

Prims berdiri dari duduknya saat tangannya diraih Arley dan pergilah mereka ke lantai dansa. Pria itu tak mengatakan apapun selain iris gelapnya yang seolah bicara ‘ayo’ saat membawa Prims pergi dari raut kebencian Katie dan Alice.

Cahaya yang tadinya menerangi ruangan berubah meredup. Menyisakan beberapa lampu sorot.

Beberapa pasang muda-mudi mulai mengambil tempat. Sedang Arley yang tadinya tak berminat menginjakkan kakinya sama sekali ke sana entah kenapa ingin menghabiskan satu lagu bersama dengan Prims.

Dia letakkan telapak besarnya di pinggangnya yang ramping, tangan mereka saling menggenggam menerjang batas.

Mata bersambut dalam kebisuan di antara mereka berdua sebab Arley masih tak percaya melihat seorang Primrose Harvey ternyata bisa memberikan perlawanan saat dihina dan ditindas.

Sebuah kepribadian yang belum pernah dilihat oleh Arley.

“Kenapa?” tanya Prims karena Arley terus menatapnya.

Tapi pria itu hanya menarik sedikit ujung bibirnya diiringi gelengan kepala.

Begitu saja satu lagu terlewati. Mereka menjauhi lantai dansa dan berjalan kembali ke tempat duduk yang mereka tinggalkan.

Prims mengayunkan kakinya pada Alice yang wajahnya penuh dengan kebencian hingga akhirnya mereka tak lagi memiliki jarak.

"Silakan kalau kamu mau berdansa dengan Arley," ucap Prims datar, seulas senyum terbit di bibirnya yang bisa diartikan oleh Alice apa maksudnya.

“Kamu pikir kamu akan terus menang? Kamu yang sekarang harus mengemis bekasku, Alice!”

Comments (14)
goodnovel comment avatar
Icha Salempang
memang prim Ros tegas
goodnovel comment avatar
Icha Salempang
memang alur cerita luar biasa
goodnovel comment avatar
Ivat Jesi
ada yg dijual murah, harga dirinya Alice in Wonderland ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status