Beranda / Romansa / Dibuang Keluarga, Dinikahi Pewaris Terkaya / Bab 8 - Berdansa Dengan Arley, Siapa Yang Lebih Berhak?

Share

Bab 8 - Berdansa Dengan Arley, Siapa Yang Lebih Berhak?

Penulis: Almiftiafay
last update Terakhir Diperbarui: 2024-02-21 11:41:33

Prims terhening untuk mencerna kalimat Katie. ‘Sebegitu tidak sukanya kah beliau padaku?’ gumamnya dalam hati.

Sejak awal, Prims tahu ibu mertuanya memang tidak menyukainya. Wanita itu lebih suka jika Alice yang bersanding dengan Arley.

Namun, tetap saja, rasanya menyakitkan. Prims menahan diri agar tidak menjatuhkan tirai air mata. Apalagi di depan Arley yang menurutnya sudah terlalu banyak melihatnya tersudut.

Gadis itu meremas kedua tangan yang ada di atas pangkuannya. Menunduk, pandangannya ia jatuhkan pada gaun blue ice yang sedang dia kenakan.

'Bukankah percuma aku bersolek sebelum bersua dengan banyak orang malam ini jika pada akhirnya yang diinginkan ada di samping Arley adalah Alice?' tanyanya pada diri sendiri.

'Tapi,' pikir Prims lagi, 'Kenapa aku harus berkecil hati? Aku yang menikah secara sah dan memiliki status sebagai istri, dan Arley yang memilihku. Tidak benar kalau aku membiarkan ibunya ikut campur kehidupan pernikahan kami.'

Prims mengerling pada Katie yang masih belum pergi. Wanita bergaun hitam itu jelas menunggu jawaban dari Arley.

Prims pun juga. Dia penasaran dengan jawaban apa yang akan diberikan oleh pria berstatus suaminya itu.

Namun, Arley tampak tak terganggu dengan kebisingan Katie di sebelahnya. Malahan sibuk dengan segelas wine dalam gelas berkaki yang dia bawa di tangan kanannya.

"Arley? Kamu dengar Mama, 'kan?" tanya Katie, lengkap dengan mengguncang bahunya.

"Dengar," jawabnya singkat, tak berhasrat.

"Ajaklah Alice, ya?" tegasnya dengan alis yang jatuh membentuk kerutan.

Penuh penekanan serta tak ingin dibantah.

"Kenapa aku harus mengajaknya?" desah Arley enggan.

Menatap cairan berwarna merah keunguan yang ada di dalam gelasnya yang dia goyangkan ke kiri dan ke kanan jauh lebih menarik daripada pagelaran dansa.

"Kamu mendengar alasan Mama."

"Tidak mau," ucapnya seraya memutar kepalanya pada Katie. Sedikit menengadahkan wajahnya dan bertatap mata dengan sang ibu yang berdiri dan merosot kedua bahunya penuh rasa kecewa.

Prims melihatnya, dan tidak ingin merecoki perdebatan mereka serta memilih untuk diam saja.

Namun, diam-diam tertawa batinnya melihat Katie yang keinginannya tak bersambut.

Melalui sudut matanya, Prims melihat Katie yang hampir pergi. Tetapi itu sebelum seorang perempuan bergaun merah yang dikenal oleh Prims datang entah dari mana menghampiri mereka.

Gadis itu adalah Alice. Kedua netranya mengarah pada Arley kala jemarinya yang lentik memanjang ke depan. Tuturnya yang manis berujar, "Maukah Tuan Arley berdansa denganku?"

Prims mengamati perubahan wajah Katie. Ibu mertuanya itu tampak girang dengan inisiatif dan keberanian Alice yang lebih dulu mengajak Arley untuk melantai.

"Terimalah, Arley ... bukannya tidak baik menolak gadis semanis Alice?"

Arley mendorong napasnya penuh beban. Sekilas memandang Prims yang bibirnya terkatup rapat, serta menunggu kelanjutan kalimat ibunya yang masih gigih memintanya dan Alice menjadi pasangan semalam.

"Mama pikir kalian sangat serasi. Kamu tampan, dan Alice cantik. Apalagi yang kamu pikirkan?"

Jika mereka berdansa, spotlight malam ini pasti akan jatuh pada mereka. Setidaknya begitulah yang ada di dalam pikiran Katie.

Pujian yang tiba di indera pendengar Alice jelas membuat gadis berambut coklat gelap itu semakin besar kepala.

Prims bisa melihat seringai kemenangan dari salah satu sudut bibirnya yang tertarik ke atas, seolah tengah berkata, “Lihat, kan, Prims? Kau tak akan bisa menang dariku!”

Desah enggan Arley terdengar sekali lagi.

Dia benar-benar tidak suka dengan paksaan ini, hanya saja dia tidak ingin membuat keributan dan mengacaukan acara yang harusnya menjadi awal baik untuk produk baru Kings Cosmetics.

Kediamannya diartikan sebagai sebuah 'iya' oleh Alice dan Katie. Penanda kemenangan mereka sudah dalam genggaman tangan.

Tetapi kemenangan hanya bersifat sementara karena mereka mendengar Prims yang sedari tadi diam tiba-tiba bersuara.

“Bukankah tidak sopan mengajak pria beristri berdansa di depan istrinya sendiri?” Prims menatap Alice dan Katie bergantian, “Apalagi … ada ibunya di sini. Apakah kamu tidak tahu sopan santun, Alice Harvey?”

Kemenangan yang sudah dianggap ada di pihak Katie dan Alice hancur dalam sekejap kala Prims yang sedari tadi bisu tiba-tiba menunjukkan taringnya.

Alih-alih terlihat sedih seperti yang dia pikirkan, aura kakak tirinya itu justru tampak mendominasi dan angkuh. Alice belum pernah melihatnya seperti itu.

Dagu Prims sedikit terangkat, seolah sedang menunjuk bahwa Alice tak lebih dari seorang penggoda rendahan yang tak tahu malu.

“A-apa?” tanya Alice tergagap. Pupil matanya bergerak tidak nyaman saat Prims menatapnya lekat.

Dia gusar, malu karena perhatian semua orang mulai beralih kepadanya, atau pada tangannya yang masih mengarah pada Arley dan mengajaknya berdansa. Yang kini terpaksa harus dia tarik perlahan dan dia sembunyikan di belakang punggungnya.

"Daripada Alice atau perempuan lain, bukankah aku yang paling berhak berdansa dengan Arley karena aku adalah istrinya?" lanjut Prims dengan menatap bergantian pada Alice dan juga Katie.

“Bukankah begitu?” tanyanya kali ini mengarah pada Arley.

“Ya,” jawabnya singkat dengan sedikit senyuman.

Baik itu Alice dan Katie tidak bisa menjawab lagi oleh serangan telak dari Prims.

Ketegangan yang terjadi sedang coba diluruhkan oleh ruangan yang mulai diisi oleh alunan musik, merayu mengajak setiap insan yang ada di sana untuk berdansa.

Prims berdiri dari duduknya saat tangannya diraih Arley dan pergilah mereka ke lantai dansa. Pria itu tak mengatakan apapun selain iris gelapnya yang seolah bicara ‘ayo’ saat membawa Prims pergi dari raut kebencian Katie dan Alice.

Cahaya yang tadinya menerangi ruangan berubah meredup. Menyisakan beberapa lampu sorot.

Beberapa pasang muda-mudi mulai mengambil tempat. Sedang Arley yang tadinya tak berminat menginjakkan kakinya sama sekali ke sana entah kenapa ingin menghabiskan satu lagu bersama dengan Prims.

Dia letakkan telapak besarnya di pinggangnya yang ramping, tangan mereka saling menggenggam menerjang batas.

Mata bersambut dalam kebisuan di antara mereka berdua sebab Arley masih tak percaya melihat seorang Primrose Harvey ternyata bisa memberikan perlawanan saat dihina dan ditindas.

Sebuah kepribadian yang belum pernah dilihat oleh Arley.

“Kenapa?” tanya Prims karena Arley terus menatapnya.

Tapi pria itu hanya menarik sedikit ujung bibirnya diiringi gelengan kepala.

Begitu saja satu lagu terlewati. Mereka menjauhi lantai dansa dan berjalan kembali ke tempat duduk yang mereka tinggalkan.

Prims mengayunkan kakinya pada Alice yang wajahnya penuh dengan kebencian hingga akhirnya mereka tak lagi memiliki jarak.

"Silakan kalau kamu mau berdansa dengan Arley," ucap Prims datar, seulas senyum terbit di bibirnya yang bisa diartikan oleh Alice apa maksudnya.

“Kamu pikir kamu akan terus menang? Kamu yang sekarang harus mengemis bekasku, Alice!”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (14)
goodnovel comment avatar
Icha Salempang
memang prim Ros tegas
goodnovel comment avatar
Icha Salempang
memang alur cerita luar biasa
goodnovel comment avatar
Ivat Jesi
ada yg dijual murah, harga dirinya Alice in Wonderland ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi Pewaris Terkaya   Bab 175 - Berhenti Di Tepi Danau Bagley

    || 29 Mei, tahun 2XXX Tahun berganti, tetapi aku merasa langkah kakiku berhenti pada masa di mana aku bisa melihatmu mengatakan bahwa kau akan ada di sisiku, dalam keadaan suka maupun duka, dalam sedih ataupun sengsara. Hari yang menjadi sebuah titik awal, bahwa aku akan mendapatkan hidupku yang baru, dan itu bersama denganmu. Arley Miller, untuk semua yang telah kau lakukan, terima kasih. Tidak ada kata yang lebih baik daripada itu untuk aku sampaikan padamu. Kedatanganmu adalah sebuah hadiah, untukku yang berpikir bahwa aku tidak akan lagi menemukan kata ‘bahagia’ dalam perjalananku menghabiskan sisa usia. Dalam hidupku yang hampir dipenuhi dengan jalan sendu, aku mendapatkanmu. Seorang pria yang menganggapku ada. Kamu yang merengkuhku saat dunia lepas dari genggamanku. Pria yang bersumpah dengan apapun yang dimilikinya untuk membuatku percaya bahwa masih ada dunia yang baik yang tidak menganggapku hanya sebagai bayangan dan kesia-siaan. Pada akhirnya, waktu menggerakkan ak

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi Pewaris Terkaya   Bab 174 - Gambaran Masa Depan

    *** Ada undangan dari Jayden dan juga Lucia. Sebuah undangan makan malam yang digelar di rumahnya secara sederhana. Tidak akan menolak, mengingat mereka adalah sahabat baik, Arley dan Prims datang. Tetapi sebelum sampai di sana, mereka lebih dulu ingin membawakan hadiah. Prims bilang itu adalah buket bunga yang besar atau jika bisa bunga hidup yang bisa diletakkan di dalam rumah dan tidak perlu memrlukan banyak perawatan. Kaktus misalnya. Arley menyarankan kue yang manis, karena Jayden itu tipe gigi manis, ia bilang. Yah ... sebelas dua belas dengan Prims lah kira-kira ... gemar makanan yang manis. Mereka keluar dari Acacia Florist, toko bunga yang mereka lewati selama perjalanan. Bunga yang mereka bicarakan itu telah ada di tangan mereka sekarang. Dengan hati yang gembira Prims dan Arley menuju tempat selanjutnya, di toko kue sembari menggendong si kembar yang tadinya duduk anteng di baby car seat di bagian belakang mobil. Memasuki toko kue, Rhys dan Rose terlihat sangat sena

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi Pewaris Terkaya   Bab 173 - Minggu Pagi Di Depan Nisan

    *** Seperti janji yang pernah ia katakan selepas Prims meninggalkan ruang kunjung tahanan beberapa saat yang lalu saat ia menjenguk ayahnya, Prims bilang ia akan datang ke tempat ini untuk mengabarkan perihal keadilan yang pada akhirnya telah ia terima. Sebuah pemakaman. Lokasi di mana Jasmine Harrick disemayamkan. Nisan salibnya menyambut kedatangan Prims yang menyaunkan kakinya lengkap dengan kedua tangannya yang mendekap buket bunga berukuran besar. Ia sendirian, ia sudah meminta izin pada Arley yang mengiyakannya untuk pergi di hari Minggu pagi ini. Saat anak-anaknya masih tertidur, Prims bergegas dengan diantar oleh Will. Ia tersenyum saat menjumpai foto Jasmine yang juga sama tersenyumnya. “Apa kabar, Mama?” ucapnya sembari meletakkan buket bunga itu di dekat fotonya. “Aku datang sendirian hari ini, Mama.” Prims duduk bersimpuh di sampingnya, mengusap nisan Jasmine yang bersih dan terawat karena memang selain ini di area yang bersih dan bagus, Arley meminta orangnya un

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi Pewaris Terkaya   Bab 172 - Redemption

    *** Langkah kaki Prims terdengar berirama mengetuk, ia berjalan keluar dari mobil yang dikemudikan oleh Will, sopir milik Arley untuk tiba di tempat ini. Sebuah tempat yang barangkali Prims sama sekali tidak ingin menginjakkan kakinya meski hanya sebentar, pun tidak ingin ia datangi karena luka menganga masih terasa perih. Menyayat, menusuknya. Tak ada terbesit pikiran untuknya datang ke sini, sama sekali. Tetapi sepertinya takdir selalu memiliki rencana lain sehingga mau tak mau ia harus menguatkan diri untuk menghadapinya. Sebuah pesan dari kepolisian Seattle mengatakan bahwa ayahnya Prims, Aston Harvey sedang sakit dan ingin bertemu dengan anak perempuannya. Prims berpikir kenapa ayahnya itu tidak meminta Alice yang mendatangi atau menjenguknya? Kenapa malah dirinya yang sudah bertahun-tahun lamanya ini ia sia-siakan? Dalam kebencian yang masih kental itu, Prims menolak untuk datang. Namun, Arley mengatakan padanya dengan lembut, 'Datanglah, Sayangku ... siapa tahu sekarang

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi Pewaris Terkaya   Bab 171 - Our Responsibility

    *** “Cepat turun ya panasnya, sayangku ....” Prims mengusap rambut hitam Rose setelah mengatakan demikian. Malam terasa dingin di luar tetapi di dalam sini sedikit chaos sebab si kembar sedang demam. Mereka baru saja imunisasi tadi siang di klinik khusus anak dan malam ini terasa efeknya. Rhys demam, begitu juga dengan Rose. Meski mereka tidak rewel, tetapi mereka tidak mau tidur di box bayi milik mereka sendiri melainkan minta digendong oleh ibunya. Prims yang menggendong Rose pertama. Mungkin sudah lebih dari satu jam dan setiap kali ia ajak duduk atau ingin ia baringkan, anak gadisnya itu akan menangis. Ia memandang Arley, tetapi tidak tega membangunkannya sebab tadi ia juga pulang bekerja cukup larut. Tetapi, Arley adalah Arley yang rasanya selalu bisa mengerti dan merasakan apa yang terjadi pada Prims. Sebab tak lama kemudian ia bangun. Saat Prims memeriksa anak lelakinya dengan meletakkan telapak tanganya di kening Rhys yang ternyata juga sama demamnya. “Anak-anak tidak

  • Dibuang Keluarga, Dinikahi Pewaris Terkaya   Bab 170 - I Know, Daddy

    Prims hampir saja menggoda Arley lebih banyak sebelum ia menyadari ia telah kehilangan keseimbangan sebab Arley merengkuh pinggangnya dan membuatnya jatuh dengan nyaman di bawahnya. "Aku tidak menginginkanmu?" ulang Arley dengan salah satu sudut bibirnya yang tertarik ke atas. Ibu jarinya yang besar mengusap lembut bibir Prims sebelum berbisik di depannnya dengan, "Mana mungkin, Nona?" Arley menunduk, memberi kecupan pada bibir Prims sebelum kedua tangan kecil istrinya itu menahannya agar ia tidak melakukan apapun. "Tapi aku tidak mau," ucap Prims, memalingkan sedikit wajahnya. Satu kalimat yang membuat Arley mengangkat kedua alisnya penuh dengan rasa heran. "Kamu tidak mau?" Prims mengangguk, mengarahkan tangannya ke depan, jemarinya menyusuri garis dagunya yang tegas dan disukai oleh Prims. "Aku tidak mau kalau kamu melakukannya dengan masih marah," lanjutnya. "Kenapa aku marah?" "Soal Jeno Lee, aku tahu kamu sangat kesal barusan. Mata Tuan Arley Miller ini mengatakannya le

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status