Share

Bab 2 Pesan dari Rina

"Bang Ridwan ...," lirih Hana. Berharap ini adalah orang yang hanya mirip. Namun setelah berkali kali mengamati, yah itu benar lelaki yang Hana maksud.

Hana melihat jam di dinding menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Ia pun membuka pintu, lalu keluar. Berdiri di depan teras melihat ke arah rumah Obed yang hanya berkelang empat rumah di sebrang dari rumahnya.

Keadaan rumah Obed sudah sepi, pintunya pun sudah tertutup rapat. Sekali lagi Hana memandang layar handphonenya dengan derai air mata yang kian menganak sungai. Tampak di sana Rina begitu mesra menggandeng tangan Ridwan sambil memamerkan cincin belah rotan yang melingkar di jari manisnya. Padahal seharusnya dirinyalah yang bersanding dengan Ridwan satu Minggu lalu. Ingin rasanya ia pergi sejauh mungkin untuk menghilangkan rasa sakitnya.

Satu hal yang membuat Hana sadar. Bahwa, ketidaksepadanan membuat orang akan berpikir realistis menjalani hidup ke depan, bagaimana dan dengan siapa orang itu akan menentukan pilihannya, tentu dengan yang sepadan pula.

Hana pun masuk ke dalam rumah, kali ini ia tidak kembali masuk ke kamar ibunya melainkan masuk ke kamarnya sendiri.

Berdiri di balik pintu kamar dengan perasaan yang begitu frustrasi dan menyedihkan. Ia meremas bagian dada kiri atas untuk meredakan nyeri. Di kamar ini seakan Hana kekurangan oksigen untuk bernafas, dadanya begitu sesak. Sebentar tatapannya tertuju pada foto mendiang ayahnya yang sedang tersenyum, kemudian pandangannya beralih pada foto di sampingnya.

"Kak Yuna, andai Kakak masih ada pasti Kakak tau apa yang saat ini Hana rasakan. Pasti Kakak yang akan menenangkan Hana!"

Yuna, kakak tertua Hana yang meninggal akibat kecelakaan beruntun setahun yang lalu. Saat itu Yuna juga sudah dilamar oleh lelaki pujaan hatinya. Namun takdir berkata lain, Yuna sudah kembali kepada pemilik yang sesungguhnya.

Air mata Hana kembali berlinang, dadanya begitu sesak manahankan sakit yang seakan bertub-tubi datang menghujam jantungnya.

Hana luruh dan bersandar pada kaki tempat tidur, melipat kakinya dan membenamkan wajahnya di lutut. Sungguh ia benar-benar sakit malam ini.

Hingga tak terasa Hana sudah tertidur pulas di lantai. Saat subuh menjelang, sayup terdengar suara azan subuh berkumandang

Pagi ini begitu dingin, petir dan kilat menyambar nyambar seakan menggambarkan susana hati Hana yang begitu pilu.

Selesai solat subuh, ia masih betah duduk di atas sajadahnya. Pikirannya menerawang jauh ke masa pertama kali mengenal Ridwan. Ridwan salah satu lelaki tampan dari kampung sebelah yang berhasil membuat Hana jatuh cinta, lebih tepatnya keduanya saling jatuh cinta. Memutuskan untuk menjalin hubungan diam diam atas kesepakatan berdua. Ridwan yang waktu itu sudah berada di semester enam kuliahnya dan Hana masih duduk di bangku kelas 3 SMA.

Tidak perduli dinding penghalang yang menjulang tinggi, Ridwan berhasil meyakinkan Hana bahwa cintanya itu telah berlabuh di hati Hana.

Masa-masa indah terjalin sudah. Banyak sekali impian yang direncanakan bersama, cita, cinta dan harapan sudah tersusun dengan baik. Hingga waktu itu tiba, Hana yang belum siap untuk dilamar akhirnya menyetujui permintaan Ridwan untuk datang melamar dirinya dan sekarang, terjadilah situasi yang paling rumit dalam hidup Hana. Pupus, hancur dan sirna sudah bahkan lebih sakit dari itu tiada kata yang bisa menggambarkan perasaan Hana saat itu.

Ridwan tidak datang dan kecewa itu semakin menjadi-jadi, tatkala Hana mengetahui bahwa Ridwan telah melamar sepupunya sendiri.

Seakan mendapat sebuah bisikan, Hana mendapat kekuatan baru untuk tidak berlarut dalam kesedihan itu. Hidup harus tetap berjalan dengan ada atau tidak ada Ridwan dalam kisahnya.

"Teruskan hidupmu, Hana! Kamu terlahir cantik dan jadilah wanita terhormat dengan tidak memikirkan apa yang bukan milikmu!" Suara itu bagaikan berbisik di telinga kanan Hana, membuat dirinya yakin bahwa semua ini bukan tanpa sebab. Pasti ada hikmah disebalik ini semua.

Sebelum akhirnya keluar dari kamar, Hana mengambil handphone dan akan menghapus foto kenangan bersama Ridwan. Tak pantas rasanya jika masih saja menyimpan foto lelaki yang tak mungkin lagi bisa diraih.

[Kembalikan saja semua barang barang yang pernah Bang Ridwan kasih, Hana!]

bersambung ...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status