Share

Bab 3. Rahasia yang terbongkar

Sontak dengan cepat Rio memeluk Irana. Darah yang mengalir dengan luka yang ada di kening, leher dan pergelangan tangannya membuat Rio cemas.

"Shit! Apa yang kamu lakukan Irana!" bentak Rio.

Irana sudah tidak sadarkan diri, dan tentunya hal itu membuat Rio semakin khawatir.

"Dasar gadis bodoh!" umpat Rio dibalik kecemasannya yang luar biasa.

Rio tanpa berlama-lama langsung mengangkat tubuh Irana yang terkurai lemas di lantai kamar mandi. Buru-buru Rio membawa Irana ke dalam mobilnya.

"Ya Tuhan, Irana ada apa dengan dirimu?" tanya Rio kepada gadis di sampingnya. Dia mengelus rambut Irana dengan tangan yang bergetar karena khawatir.

Di rumah sakit.

Pihak rumah sakit menangani Irana dengan cepat. Apalagi mereka mengetahui bahwa Rio adalah salah satu pemegang saham rumah sakit ini.

Rio duduk di depan ruangan UGD dengan cemas. Ia merapatkan kedua tangannya menanti kabar Irana.

Pemeriksaan pun sudah dilakukan, Irana sudah ditangani dengan baik dan Rio sudah di berikan izin untuk menjenguk kekasihnya itu.

Saat masuk ke dalam ruangan itu, semerbak obat dengan udara yang dingin membuat suasana semakin mencekam.

Rio berdiri di samping Irana yang terbaring lemas dengan selang oksigen dan impus.

"Rio, sepertinya gadis ini sangat penting untukmu. Apa kau mempunyai hubungan dengannya?" tanya Gibran. Dia merupakan dokter yang menangani Irana sekaligus merupakan teman Rio.

Rio yang mendengar pertanyaan Gibran seketika melirik temannya itu "Dia Kekasihku."

Gibran tidak terkejut, dia paham bahwa temannya itu memang selalu mempermainkan perempuan.

"Rio aku harap kau menjaganya dengan baik. Dan jangan sampai dia tau hubunganmu dengan Tania."

Rio mengepalkan tangannya, dia tidak suka saat Girban menasehati apa yang harus ia lakukan.

Rio menarik kerah pakaian dinas Gibran "Apa maksudmu hah?!"

Gibran hanya tersenyum, ia tidak berniat membalas perlakuan Rio walau sebenarnya ia bisa melakukannya.

"Haruskah aku mengatakannya Rio?" tanya Gibran. Dan saat itu juga Rio melepaskan cengkramannya.

"Irana sedang mengandung," ucap Gibran dengan membenarkan pakaian yang sempat ditarik Rio itu.

Jleb!

Bagai disambar petir di siang hari, Rio terkejut dan membuka matanya dengan lebar.

"Aku harap kau tidak memberitahu tentang istrimu kepadanya Rio. Dan pilihlah salah satu diantara mereka jika kau tidak mau melihat salah satu diantara mereka mati. Asal kau tau Rio, gadis ini melakukan percobaan bunuh diri dan jika kau terlambat membawanya satu detik saja maka dia sudah dipastikan tiada."

Gibran pun pergi meninggalkan Rio yang sedang syok. Lelaki itu duduk di kursi yang ada dan memilih untuk menyendiri. Rio sungguh tidak menyangka bahwa semuanya akan terjadi seperti ini.

"Shit! Kenapa kamu tidak jujur kepadaku Irana?!" ujarnya sambil menarik rambutnya karena frustasi.

Sudah satu jam berlalu. Hari pun sudah semakin sore namun Irana tidak kunjung sadar.

Menyadari percakapan Irana di dalam mobil saat mereka akan ke apartemen, Rio berniat membelikan Irana bubur.

Irana pun sendirian di dalam kamarnya dan saat Rio pergi Irana mulai mendapatkan kesadarannya.

Perlahan lahan matanya terbuka, Irana membiarkan cahaya masuk ke retinanya.

"Arrgh," Irana mendesah menahan sakit di perutnya yang sepertinya mengalami kram.

Irana menangis, air matanya begitu mudah jatuh dan membasahi pipinya.

"Ibu," lirih Irana dengan sendu.

Saat Irana sedang meratapi nasibnya sendiri, tiba-tiba pintu ruangannya terbuka dan menampilkan sosok yang membuatnya trauma.

"Irana kamu sudah sadar sayang? Syukurlah!" ujar Rio.

"Ini aku membawakan bubur untukmu Sayang," ujarnya lagi dengan meletakan buburnya di atas nakas yang ada.

Irana menghapus air matanya namun sama sekali dia tidak mengatakan apapun kepada Rio.

"Irana?" Panggil Rio dengan gemas.

Irana masih diam. Dia memandang lurus ke depan tanpa melirik Rio sedikitpun.

"Kenapa kau melakukan hal sebodoh ini?! Apa kau tau itu semua akan membuatmu kehilangan nyawamu sendiri!" Rio mulai terlihat marah dari nada suaranya yang mulai berubah.

Irana menahan tangisnya begitu kuat. Tangannya bergetar menahan gejolak emosi yang menggebu di hatinya.

Rio mendekat ke arah Irana dan duduk di samping kekasihnya itu "Aku sudah tau kehamilanmu."

Irana membuka matanya dengan lebar. Ia pun terkejut dengan pengakuan Rio.

"Dan aku mau kau mengugurkannya."

Plak!

Irana dengan keras menampar Rio, air matanya kini sudah jatuh karena ia tidak mampu menahannya lagi.

"Kau sungguh lelaki biadab Rio!" teriak Irana dengan suara yang sangat lantang.

Tangisnya begitu hebat, Irana melepas oksigen dan impusan di tangannya sehingga darah mengalir dari bekas jarumnya.

"Kau lelaki pengecut! Kau pengkhianat! Kau pembohong!" teriak Irana dengan memukul keras dada bidang Rio.

Rio yang melihat Irana mengamuk seperti itu tentu masih khawatir dengan kesehatan kekasihnya itu.

"Irana apa yang kau lakukan!?"

"Kita putus!" bentak Irana. Gadis itu meronta dengan kasar saat Rio berusaha untuk memeluknya.

Rio yang mendengar perkataan putus sontak sangat emosi. Dia menarik Irana dengan keras sehingga gadis itu terjatuh dari ranjangnya dan keningnya terbentur ke ujung nakas.

"Aww," rintih Irana.

Rio yang tidak sengaja melakukan itu tentu sangat menyesal dan ia berniat membantu Irana untuk segera bangkit.

"Tidak Rio. Aku tidak butuh bantuanmu, kita sudahi saja semuanya sampai disini." Irana dengan dingin mengatakan hal itu. Dia menyentuh keningnya sendiri dan merasakan betapa hangat darah yang mengalir dari keningnya.

Rio sudah sangat marah, ia menarik lengan Irana dengan kasar lalu membanting tubuh gadis itu ke kursi yang ada.

Rio menjambak rambut Irana dengan kasar, lelaki itu menyakiti Irana tanpa ampun.

"Hentikan, itu sakit!" Irana memberontak dengan mendorong bahu Rio namun ia tidak sanggup lagi karena tenaganya sudah terkuras habis.

Irana membiarkan Rio melakukan apapun yang Rio inginkan. Irana sudah tidak mampu mengimbangi kekuatan lelaki yang menghancurkan hidupnya.

Rio sudah cukup puas, dia menghentikan perbuatannya dan memandangi wajah gadisnya dengan tersenyum.

"Kamu semakin cantik jika marah," ucap Rio dengan polosnya.

"Aku membencimu Rio," lirih Irana. Dia menutup matanya untuk merasakan air matanya jatuh dengan sesak di dadanya.

Rio mengangkat tubuh Irana lalu merebahkan tubuh gadis itu di ranjang semula. Dia memanggil perawat untuk membereskan kekacauan yang ada. Rio juga mengelus rambut Irana yang sempat ia jambak. Sungguh Rio adalah lelaki bermuka dua yang sangat biadab.

"Mengapa kamu melakukan ini kepadaku Rio? Bukankah kamu berjanji akan menikahiku? Dan menjadikanku ratu di dalam hidupmu, tapi apa ini? Kau malah bermain dengan gadis lain. Bahkan kau mengantarkannya pulang dan mencium kening gadis itu. Kamu pengkhianat Rio!" Irana mengucapkan semuanya dengan suara yang sangat pelan.

Jantung Rio semakin tidak aman. Beberapa kali Irana membuat jantungnya berdegup kencang.

"Gugurkan kandunganmu atau aku akan membunuh Ibumu?" bisik Rio.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
anggi oka
Semakin menarik nih ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status