Share

Bab 4. Rencana Tania

Penulis: Adya Amerta
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-08 19:47:17

Sudah dua hari Irana dirawat di rumah sakit. Namun Rio tak kunjung datang menjenguknya lagi.

Irana semakin waswas dengan perkataan terakhir Rio perihal ibunya. Irana pun sangat menyesal tidak mendengarkan perkataan ibunya, dan kini ia merasakan akibatnya.

"Ibu, maafkan Irana Bu," Irana memejamkan matanya seraya terus memanggil ibunya.

Gibran, dokter yang menangani Irana tentu merasa iba. Dia adalah orang yang tampan nan pengertian dan menurutnya perbuatan Rio sangatlah buruk.

Gibran yang semula berdiri di ujung pintu segera mendekat ke arah ranjang Irana.

"Irana bagaimana kabarmu? Apa ada keluhan untuk hari ini?" tanya Gibran dengan ramah.

Irana menggelengkan kepalanya lalu membuka matanya "Tidak ada keluhan apapun Dokter. Yang sakit itu bukan ragaku tapi hatiku," ujar Irana.

Girban terkesima mendengar jawaban Irana. Dia menangkap sesuatu dari apa yang diucapkan Irana.

"Apa aku bisa membantumu? Mungkin aku bisa meringankan bebanmu Irana," ujar Gibran.

Irana melirik dokter itu. Dia menatap Gibran dengan penuh harap.

"Kau yakin ingin membantuku Dokter?"

Gibran duduk di kursi dekat ranjang Irana lalu menganggukan kepalanya "Tentu. Jika kamu butuh bantuanku. Aku siap sedia ada untukmu."

Irana tersadar setidaknya ada orang baik di dunia ini "Tapi Dok, bagaimana dengan Rio? Apa kamu membantuku karena kamu melihat temanmu itu?"

"Tidak! Dia sudah bukan lagi temanku Irana. Lelaki yang tidak menjaga wanitanya dengan baik, lelaki yang malah merebut mahkota wanitanya tanpa ikatan yang sah adalah seorang lelaki yang pengecut."

Irana memalingkan wajahnya. Dia malu, apa yang dikatakan Gibran memang benar. Dokter Gibran secara tidak langsung sudah memberinya sebuah tamparan keras tentang perbuatannya.

"Maaf, aku tidak bermaksud menyinggung perasaanmu Irana. " Merasa Irana menunjukan ekpresi yang berbeda, Gibran pun menyadari ucapannya terlalu kasar kepada Irana.

"Tidak apa-apa. Apa yang Dokter katakan memang ada benarnya juga, aku bukanlah gadis yang suci. Aku hanyalah gadis kotor dan bodoh yang memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada lelaki sepertinya," ujar Irana dengan tersenyum pahit.

Gibran memalingkan wajahnya, entah mengapa hatinya merasakan hal yang aneh saat melihat keadaan Irana yang buruk.

"Dokter, kamu adalah temannya Rio dan setidaknya kamu mengetahui sedikit hal tentangnya, kan?"

Gibran sudah paham dengan arah pembicaraan Irana dan ia hanya bisa terdiam sambil menunggu Irana untuk melanjutkan perkataannya.

"Setidaknya kamu tau siapa gadis yang selama ini bersama Rio, selain diriku tentunya."

Gibran sudah menyangka bahwa Irana akan mempertanyakan hal ini. Tetapi melihat kondisi Irana tentu membuat Gibran dilema.

"Aku mohon Dokter katakan saja semua hal yang kamu tau tentang Rio. Apapun itu!" desak Irana.

Gibran menatap gadis si pemilik mata cokelat itu, ada luka yang terlihat di tatapan Irana. Gibran dengan terpaksa mengalihkan pembicaraan.

"Ah Irana apa kamu lupa tidak meminum vitamin mu? Lihat! Botol vitaminmu masih utuh," ujar Gibran. Dia mengambil sebuah botol yang ada di atas nakas di dekatnya.

Irana melihat botol vitamin itu lalu melirik Gibran yang sedang menatapnya tajam.

"Kamu tidak boleh lupa meminumnya Irana. Ini bukan soal dirimu saja melainkan bayimu juga. Kamu harus ingat itu," Gibran mengerutkan keningnya seolah olah dirinya sedang jengkel.

"Ta-pi Dok!"

"Lupakan tentang Rio. Sekarang minumlah dulu vitamin ini. Nanti aku akan kesini lagi untuk memeriksanya," Gibran pun pergi dengan tergesa gesa meninggalkan Irana yang sedang menahan penasarannya tentang status Rio bersama gadis yang ia lihat beberapa hari yang lalu.

****

Di sebuah rumah berwarna putih dengan halamannya yang terbilang luas terlihat seorang gadis sedang berdiri sambil memandangi kolam. Di belakangnya ada seorang lelaki dengan penutup wajah yang ia kenakan, lelaki bertopeng itu menunggu gadis itu untuk memberikan tugas kepadanya.

"Cari tau dimana Rio sekarang dan perhatikan apa yang dia sembunyikan dariku selama ini! Jika ada gadis lain yang ia sembunyikan dariku, maka perintahnya hanya satu. Singkirkan dia!" ujar gadis yang memakai dres hitam di atas lutut itu dengan dingin.

Lelaki bertopeng itu menunduk dan membungkukan badannya "Baik nona, apa yang anda perintahkan akan saya lakukan," jawabnya.

Tania, gadis cantik yang secara sah adalah istri dari Rio itu sedang menyusun rencana. Sikap aneh yang ditunjukan suaminya akhir-akhir ini membuatnya curiga.

Tania mendekap tubuhnya sendiri, ia memandang kolam dengan senyuman manis namun penuh arti.

Namun, baru saja ia akan masuk ke dalam rumahnya. Seseorang tiba-tiba mendekap tubuhnya dan memeluknya dari belakang.

"Sayang, aku rindu!" Suara parau Rio itu membuat Tania sontak tersenyum lebar.

Tania pun membalikan tubuhnya dan menatap suaminya dengan penuh cinta "Sayang, kamu kemana saja dua hari ini?" tanya Tania dengan memajukan bibirnya sebagai pertanda bahwa ia sedang kesal.

"Maaf Sayang. A-aku sedang sibuk dengan bisnis di luar kota," balas Rio dengan santainya. Padahal selama dua hari itu dirinya sibuk menenangkan diri di rumah pribadinya.

Tania mencium aroma yang tidak asing untuknya. Tania pun lebih mendekati Rio dan sontak memukul dada bidang suaminya.

"Ish kau mabuk!" Tania menatap Rio dengan tatapan tidak suka.

Rio tidak mau memperpanjang urusannya. Dia dengan sigap menarik Tania untuk masuk ke dalam rumah dan menarik lengan istri sahnya itu sampai ke dalam kamar.

"Sudah lama aku tidak memberimu nafkah batin Sayangku," bisik Rio tepat di telinga Tania.

Mendengar suara parau suaminya jelas membuat Tania menelan ludahnya sendiri dan dengan senyum liciknya Tania mendorong Rio ke atas ranjang.

"Astaga Suamiku ini ternyata sangat bertanggung jawab untuk semua kewajiban dan haknya," ucap Tania dengan memainkan jari jemarinya di atas dada Rio.

"Tentu Irana, aku sangat merindukanmu sungguh!" Rio menghentikan tangan nakal Tania lalu menciummya penuh cinta dengan tanpa sadar dirinya salah menyebutkan nama. Bukan Tania yang ia sebut melainkan Irana.

Tania yang mendengar suaminya menyebut nama gadis lain di hadapannya tentu sangat marah. Dia tidak bisa menerima hal itu.

"Apa katamu Rio?! Nama siapa yang kau sebutkan tadi hah?!" teriak Tania. Dia membuat Rio seketika tersadar dan langsung bangkit dari posisinya.

Tania begitu marah, napasnya menggebu gebu dengan mata yang menampilkan kekesalan yang luar biasa. Rio yang menyadari kesalahannya langsung mendekati Tania dan berusaha menjelaskan semuanya.

"Sayang kau salah dengar. Percayalah aku menyebut namamu, jika bukan namamu maka nama siapa lagi yang akan sebut?" Dia memegang tangan Tania dan beberapa kali menciumnya.

"Kau menyebut nama Irana. Bukan Tania!" sanggah Tania dengan menarik tangannya.

Tania berusaha membuka pintu kamar yang terkunci itu namun ia tidak berhasil melakukannya karena Rio memeluknya begitu erat.

"Sayang kau mungkin lelah jadi salah dengar. Ayolah jangan nodai hari kita dengan kesalahpahaman seperti ini Sayang, aku bersumpah tidak ada gadis lain selain dirimu."

Tania mulai tertarik dengan apa yang dilakukan Rio. Suaminya itu memeluknya erat sambil mencium rambutnya, siapa yang tidak akan luluh jika diperlakukan seperti itu?

"Apa kamu tidak sedang berbohong?" Tania memastikan semuanya dengan tegas.

Rio dengan semangat menganggukan kepalanya "Tentu. Jikalau ada gadis lain pun pasti sudah aku tinggalkan demi hidup bersamamu."

Tania tersenyum licik. Matanya tajam seolah berbicara bahwa Tania sedang merencanakan sesuatu.

"Jika memang seperti itu aku percaya kepadamu Suamiku," Tania membalas pelukan Rio dengan tidak kalah erat.

Dalam pelukan itu Tania menatap wajahnya yang terlihat di cermin. Sorot matanya begitu tajam memandang dirinya sendiri.

"Irana! Oh ternyata itu nama gadis yang membuatmu sampai mabuk seperti ini Rio? Dia yan membuatmu sering menolak menghabiskan waktu denganku?" batin Tania.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dibuang Mantan, Diratukan Dokter Tampan   Bab 22. Itu anakku

    "Jadi seperti itu ceritanya? Nona kau begitu kuat bisa bertahan sejauh ini," ujar lelaki itu dengan kagum. Irana meringis dalam diam. Dia tersenyum getir seraya menetralkan napasnya. "Kita ke rumah sakit dahulu Nona. Kau butuh penanganan medis!" ujarnya. Irana tidak menggubris ucapan lelaki itu. Entahlah di pikirannya hanya ada satu. Ia ingin mengetahui kabar Gibran. Di rumah sakit. Irana mendapat penanganan dengan baik. Orang yang mengenal Irana dengan cepat membersihkan luka dan mengobati Irana. Sedangkan lelaki itu menunggu di luar ruangan sembari sibuk dengan telpon genggamnya. "Nona istirahatlah. Jika anda perlu sesuatu panggil kami," ujar perawat itu dengan bijak. Irana mengangguk. "Terima kasih," ujarnya dengan lemah. Perawat itupun tersenyum manis, beberapa detik kemudian ia pergi meninggalkan Irana di dalam ruangan yang paling terbaik ini. ****"Di mana? Di mana Dia Johan!" teriak seseorang yang berada di ruangan Irana itu. Lelaki misterius yang dipanggil Johan itu

  • Dibuang Mantan, Diratukan Dokter Tampan   Bab 21. Bantuan dari orang misterius

    Deg! Deg!! Deg!! Detakan jantung Irana berpacu di atas rata-rata. Dia begitu terkejut dengan suara Rio yang cukup menggelegar itu. Tidak ada jalan lain untuk Irana selain melarikan diri. Terus berada dalam kurungan Rio tentu secara otomatis menyiksa dirinya sendiri. Irana berlari tanpa henti, di dalam ketakutannya gadis itu terus memacu kecepatannya. Irana keluar dari ruangan terkutuk itu, meski beberapa kali lelaki biadab itu mengejar dan berteriak untuk membuatnya berhenti, Irana tidak akan pernah menyerah. "Tuhan," lirih Irana. Tetap Tuhan yang maha kuasa yang selalu gadis itu sebutkan. Sebuah pintu keluar telah terlihat di depan mata. Irana yang menyadari Rio semakin dekat dengannya itu segera menambah kecepatannya. Walaupun rasa sakit menyerang perutnya, gadis yang sedang hamil muda itu terlihat gigih untuk lolos dari kejaran seorang lelaki bernama Rio. "Berhenti Irana!" Teriak Rio. Brugh! Brugh!! Suara pukulan terdengar memekakak telinga. Lelaki kejam itu saat ini denga

  • Dibuang Mantan, Diratukan Dokter Tampan   Bab 20. Mencoba melepaskan diri

    Rasa sakit kian merajalela. Rasa takut pun berhasil membuat mentalnya down. Hampir saja Irana menyerah, namun saat ia menatap perutnya yang saat ini telah berisi, seketika Irana ingin bangkit. Hatinya sudah bulat untuk melawan semua kedzaliman yang sedang dia rasakan. Irana mengamati postur lelaki itu. Diperhatikan dengan teliti setiap incinya. Irana yakin tidak salah orang. Berdasarkan ciri dan suara laki-laki itu Irana semakin yakin orang yang saat ini di depannya itu memang seorang lelaki yang selama ini menghancurkan kehidupan dan masa depannya. "Ri-rio." Irana menyebut nama lelaki itu dengan suara yang bergetar.Rio yang saat itu mendengar panggilan Irana dengan licik tersenyum tipis. Bibirnya tersenyum pahit seraya membuka topeng yang ia pakai. "Kau sudah mengenaliku gadis manis?""Bagaimana aku bisa lupa dengan suara orang yang membuatku sengsara?" jawab Irana dengan terus mencoba menetralkan suaranya. "Hahaha kamu terlalu munafik Irana. Bagaimana? Apa sekarang anak itu sud

  • Dibuang Mantan, Diratukan Dokter Tampan   Bab 19. Terbangun?

    "Bangun!!" bentak seorang lelaki dengan wajah yang tertutup topeng. Suaranya menggelegar dengan segala kekejaman yang ia perlihatkan. Byurr!! Lelaki itu dengan tega menyiram Irana dengan satu ember air. Air dingin itu seolah olah menyuruh Irana untuk tersadar. Irana yang semula tertidur dalam pengaruh obat kini terbangun dengan wajah yang pucat pasi. Irana bahkan basah kuyup dengan tubuh yang bergetar. Dia menatap lelaki di depannya dengan gusar. "I-itu hanya mimpi?" tanya Irana kepada dirinya sendiri."Akhirnya kita bertemu lagi Irana," ucap lelaki bertopeng itu. Sorot matanya tajam seolah mengatakan bahwa dirinya tidak menyukai keberadaan Irana. Irana yang belum mendapatkan semua kesadarannya itu menggeleng gelengkan kepalanya. Ia mencoba mengenali siapa yang ada dibalik topeng itu dan apa ini? Irana sedang berada di mana? Irana melihat ke semua arah. Diperhatikanlah semua barang-barang yang ada di ruangan itu dengan seksama. Irana mencoba mengenali tempat ini. Tapi sekeras a

  • Dibuang Mantan, Diratukan Dokter Tampan   Bab 18. Pemakaman?

    Tangis begitu membuncah di tempat pemakaman. Terlihat begitu banyak orang yang berduka, semua yang hadir memakai pakaian serba hitam. Semerbak wangi bunga begitu harum menusuk hidung namun semuanya kalah dengan duka yang sedang terasa.Seorang perempuan terlihat berjongkok di depan nisan, tanah kuburan yang masih basah itu begitu menyakitkan untuk dilihat. Perempuan itu memegang perutnya dengan erat seolah ia sedang berdialog dengan anak bayinya.Senja sudah menampakan dirinya, senja yang biasanya indah itu kini berubah menjadi sebuah luka yang sangat luar biasa. Perpisahan itu terasa nyata dengan sebuah penyesalan. Irana dengan menangis tersedu sedu memeluk nisan atas nama Gibran itu.Di sampingnya pun ada seorang perempuan, Ia adalah ibu dari orang yang namanya tertulis di sebuah kayu itu.“Sekarang kau sudah puas?” tanya bu Sinta begitu dingin.“PUAS KAU, HAH? LIHAT GADIS MURAHAN! ANAK SAYA SUDAH TIADA!” bentak bu Sinta. Ia menekan pergelangan tangan Irana begitu kencang.Irana han

  • Dibuang Mantan, Diratukan Dokter Tampan   Bab 17. Kecelakaan

    Malam ini adalah malam yang buruk untuk Gibran. Lelaki itu dengan gusar terus mencari tahu keberadaan Irana dengan berbagai cara. Seluruh bodyguard yang ia punya sudah di kerahkan semuanya. Kini Gibran pun sedang mencari Irana ke tempat yang menurutnya gadis itu berada.Waktu malam terasa begitu cepat namun orang yang dicari tidak kunjung di dapati. Gibran begitu kacau, penampilannya begitu kusut dengan rambut yang berantakan. Gibran tidak munafik, sungguh dirinya tidak mau sesuatu yang buruk terjadi kepada Irana. Bagaimanapun gadis itu tetap menjadi pilihan dalam hatinya.Gibran duduk di dalam mobilnya dengan lesu, ia sesekali memijat pangkal hidungnya untuk mengusir rasa pusing yang melanda dirinya. Mobil BMW keluaran terbarunya itu parkir di tepi jalan, dengan situasi yang sepi membuatnya sedikit bisa mengistirahatkan dirinya. Jalanan yang sepi nan gelap itu membuat Gibran memilih menepikan mobilnya disana.“Irana sebenarnya kemana kamu? Siapa yang membawamu, hah?” lirih Gibran. Di

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status