Share

Bab. 6 Penghinaan terpahit

Author: Adya Amerta
last update Last Updated: 2023-05-31 07:29:32

Tania menunjukan ekpresi kesalnya. Dia melihat Gibran dengan tatapan marah.

"Kau bilang Rio yang menentukan pilihan? Jelas-jelas dia akan memilihku! Mana mungkin jalang sepertinya dipilih!" seru Tania dengan menunjuk kasar wajah Irana. Sorot matanya begitu tajam penuh amarah dan benci.

Irana yang menyadarai kedatangan Rio hanya bisa meremas seprai. Rasa sesak dan rasa sakit menyatu sempurna di dalam hatinya. Air matanya hampir saja terjatuh, Irana hanya pura-pura tegar dengan mata yang terasa panas.

Irana tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya bisa menatap Rio dengan penuh harap sekaligus benci. Melihat Irana yang mematung seperti itu Tania pun mengikuti arah tatapan Irana dan ia pun melihat Rio yang kini melihat ke arahnya.

"Sayang! Jelaskan semua ini!" Tania sontak langsung menghampiri Rio dan memegang tangan Rio.

"Sayang! Apa ini? Cepat perjelas!" desaknya lagi. Wajahnya begitu kesal, Rio pun menyadari hal itu.

Gibran yang berada di ruangan itu hanya bisa gerak cepat membantu Irana untuk menjaga kondisinya. Gibran sebenarnya bisa saja memukul Rio, ia juga merasa kesal dengan perbuatan temannya yang jelas-jelas menyakiti Irana.

"Tunggu sampai keadaan Irana membaik, akan aku beri pelajaran kau Rio!" batin Gibran sambil membenarkan impusan yang sudah berantakan.

"Kamu jelas-jelas pilih aku kan, Sayang?" Tania masih bersikukuh bertanya kepada Rio.

Tatapan Rio masih kosong. Dia tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Disatu sisi ia sangat mencintai Irana tetapi ia tidak munafik Tania begitu sempurna untuknya apalagi gadis itu mendukung perusahaannya sepenuhnya.

"Ri-rio?" Dengan bergetar Irana memanggil nama kekasihnya itu.

Rio pun memalingkan wajahnya ke sembarang arah. Dia memegang erat tangan Tania lalu berjalan ke arah Irana dan Gibran yang sedang memperhatikannya dari jarak yang cukup jauh.

"Kamu pasti tidak akan meninggalkanku kan Rio? Ka-kamu pasti akan menikahiku, kan?" lirih Irana. Gadis itu sudah tidak mampu menahan air matanya.

"Katanya dia istrimu? Lalu aku bagaimana Rio?" ujar Irana lagi. Gadis itu menyeka air matanya dan berkata dengan tegas.

"Kamu tidak boleh meninggalkanku. Kamu sudah berjanji akan menjadikanku ratu dalam hidupmu. Apa kamu lupa?!" seru Irana. Dia mulai meninggikan suaranya.

Gibran memperhatikan semuanya dengan baik. Dia yang tidak harus berbuat apa hanya bisa melerai jika nanti terjadi kericuhan.

Tania, gadis itu malah tersenyum tipis. Kemudian dia dan Rio yang sudah berdiri di dekat Irana pun seketika mendekat ke arah Rio.

Cup!

Tania mencium pipi Rio dengan mesra. Ia mendekatkan bibirnya lalu berbisik tepat di telinga Rio.

Melihat hal itu Irana pun marah. Dia mencoba bangkit dan mendekat ke arah Rio.

"Wanita murahan!" bentak Irana.

Irana berhasil mendorong Tania dengan sekuat tenaganya. Saat itu Tania yang belum siap menerima serangan dari Irana pun langsung tersungkur.

"Tania!" teriak Rio.

"Aww," ringis Tania sambil memegangi lengannya yang terbentur nakas.

Melihat Tania didorong dengan keras. Amarah Rio pun memuncak. Lelaki itu langsung menarik lengan Irana dengan kasar.

Rio dengan kasar menekan kedua pipi Irana. Rio membuat Irana begitu takut.

"Apa yang kau lakukan gadis bodoh!? Sudah kubilang gugurkan kandunganmu itu! Aku tidak menginginkan anak dari gadis miskin sepertimu, cuih!"

Gibran sudah berjaga-jaga untuk menghindari hal yang tidak diinginkan "Rio, kau jangan kasar kepadanya. Ingat itu anakmu sialan!" seru Gibran dengan kesal.

Setelah mengatakan hal itu Rio pun melepaskan cengkramannya. Dia melirik Gibran lalu tersenyum kecut kepada sahabatnya itu.

"Ambil saja gadis kotor ini! Aku sudah puas memakainya," ucap Rio sambil mendorong Irana ke arah Gibran.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Raya Majnun
Seru bikin sakit hati bacanya tapi penasaran...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dibuang Mantan, Diratukan Dokter Tampan   Bab 22. Itu anakku

    "Jadi seperti itu ceritanya? Nona kau begitu kuat bisa bertahan sejauh ini," ujar lelaki itu dengan kagum. Irana meringis dalam diam. Dia tersenyum getir seraya menetralkan napasnya. "Kita ke rumah sakit dahulu Nona. Kau butuh penanganan medis!" ujarnya. Irana tidak menggubris ucapan lelaki itu. Entahlah di pikirannya hanya ada satu. Ia ingin mengetahui kabar Gibran. Di rumah sakit. Irana mendapat penanganan dengan baik. Orang yang mengenal Irana dengan cepat membersihkan luka dan mengobati Irana. Sedangkan lelaki itu menunggu di luar ruangan sembari sibuk dengan telpon genggamnya. "Nona istirahatlah. Jika anda perlu sesuatu panggil kami," ujar perawat itu dengan bijak. Irana mengangguk. "Terima kasih," ujarnya dengan lemah. Perawat itupun tersenyum manis, beberapa detik kemudian ia pergi meninggalkan Irana di dalam ruangan yang paling terbaik ini. ****"Di mana? Di mana Dia Johan!" teriak seseorang yang berada di ruangan Irana itu. Lelaki misterius yang dipanggil Johan itu

  • Dibuang Mantan, Diratukan Dokter Tampan   Bab 21. Bantuan dari orang misterius

    Deg! Deg!! Deg!! Detakan jantung Irana berpacu di atas rata-rata. Dia begitu terkejut dengan suara Rio yang cukup menggelegar itu. Tidak ada jalan lain untuk Irana selain melarikan diri. Terus berada dalam kurungan Rio tentu secara otomatis menyiksa dirinya sendiri. Irana berlari tanpa henti, di dalam ketakutannya gadis itu terus memacu kecepatannya. Irana keluar dari ruangan terkutuk itu, meski beberapa kali lelaki biadab itu mengejar dan berteriak untuk membuatnya berhenti, Irana tidak akan pernah menyerah. "Tuhan," lirih Irana. Tetap Tuhan yang maha kuasa yang selalu gadis itu sebutkan. Sebuah pintu keluar telah terlihat di depan mata. Irana yang menyadari Rio semakin dekat dengannya itu segera menambah kecepatannya. Walaupun rasa sakit menyerang perutnya, gadis yang sedang hamil muda itu terlihat gigih untuk lolos dari kejaran seorang lelaki bernama Rio. "Berhenti Irana!" Teriak Rio. Brugh! Brugh!! Suara pukulan terdengar memekakak telinga. Lelaki kejam itu saat ini denga

  • Dibuang Mantan, Diratukan Dokter Tampan   Bab 20. Mencoba melepaskan diri

    Rasa sakit kian merajalela. Rasa takut pun berhasil membuat mentalnya down. Hampir saja Irana menyerah, namun saat ia menatap perutnya yang saat ini telah berisi, seketika Irana ingin bangkit. Hatinya sudah bulat untuk melawan semua kedzaliman yang sedang dia rasakan. Irana mengamati postur lelaki itu. Diperhatikan dengan teliti setiap incinya. Irana yakin tidak salah orang. Berdasarkan ciri dan suara laki-laki itu Irana semakin yakin orang yang saat ini di depannya itu memang seorang lelaki yang selama ini menghancurkan kehidupan dan masa depannya. "Ri-rio." Irana menyebut nama lelaki itu dengan suara yang bergetar.Rio yang saat itu mendengar panggilan Irana dengan licik tersenyum tipis. Bibirnya tersenyum pahit seraya membuka topeng yang ia pakai. "Kau sudah mengenaliku gadis manis?""Bagaimana aku bisa lupa dengan suara orang yang membuatku sengsara?" jawab Irana dengan terus mencoba menetralkan suaranya. "Hahaha kamu terlalu munafik Irana. Bagaimana? Apa sekarang anak itu sud

  • Dibuang Mantan, Diratukan Dokter Tampan   Bab 19. Terbangun?

    "Bangun!!" bentak seorang lelaki dengan wajah yang tertutup topeng. Suaranya menggelegar dengan segala kekejaman yang ia perlihatkan. Byurr!! Lelaki itu dengan tega menyiram Irana dengan satu ember air. Air dingin itu seolah olah menyuruh Irana untuk tersadar. Irana yang semula tertidur dalam pengaruh obat kini terbangun dengan wajah yang pucat pasi. Irana bahkan basah kuyup dengan tubuh yang bergetar. Dia menatap lelaki di depannya dengan gusar. "I-itu hanya mimpi?" tanya Irana kepada dirinya sendiri."Akhirnya kita bertemu lagi Irana," ucap lelaki bertopeng itu. Sorot matanya tajam seolah mengatakan bahwa dirinya tidak menyukai keberadaan Irana. Irana yang belum mendapatkan semua kesadarannya itu menggeleng gelengkan kepalanya. Ia mencoba mengenali siapa yang ada dibalik topeng itu dan apa ini? Irana sedang berada di mana? Irana melihat ke semua arah. Diperhatikanlah semua barang-barang yang ada di ruangan itu dengan seksama. Irana mencoba mengenali tempat ini. Tapi sekeras a

  • Dibuang Mantan, Diratukan Dokter Tampan   Bab 18. Pemakaman?

    Tangis begitu membuncah di tempat pemakaman. Terlihat begitu banyak orang yang berduka, semua yang hadir memakai pakaian serba hitam. Semerbak wangi bunga begitu harum menusuk hidung namun semuanya kalah dengan duka yang sedang terasa.Seorang perempuan terlihat berjongkok di depan nisan, tanah kuburan yang masih basah itu begitu menyakitkan untuk dilihat. Perempuan itu memegang perutnya dengan erat seolah ia sedang berdialog dengan anak bayinya.Senja sudah menampakan dirinya, senja yang biasanya indah itu kini berubah menjadi sebuah luka yang sangat luar biasa. Perpisahan itu terasa nyata dengan sebuah penyesalan. Irana dengan menangis tersedu sedu memeluk nisan atas nama Gibran itu.Di sampingnya pun ada seorang perempuan, Ia adalah ibu dari orang yang namanya tertulis di sebuah kayu itu.“Sekarang kau sudah puas?” tanya bu Sinta begitu dingin.“PUAS KAU, HAH? LIHAT GADIS MURAHAN! ANAK SAYA SUDAH TIADA!” bentak bu Sinta. Ia menekan pergelangan tangan Irana begitu kencang.Irana han

  • Dibuang Mantan, Diratukan Dokter Tampan   Bab 17. Kecelakaan

    Malam ini adalah malam yang buruk untuk Gibran. Lelaki itu dengan gusar terus mencari tahu keberadaan Irana dengan berbagai cara. Seluruh bodyguard yang ia punya sudah di kerahkan semuanya. Kini Gibran pun sedang mencari Irana ke tempat yang menurutnya gadis itu berada.Waktu malam terasa begitu cepat namun orang yang dicari tidak kunjung di dapati. Gibran begitu kacau, penampilannya begitu kusut dengan rambut yang berantakan. Gibran tidak munafik, sungguh dirinya tidak mau sesuatu yang buruk terjadi kepada Irana. Bagaimanapun gadis itu tetap menjadi pilihan dalam hatinya.Gibran duduk di dalam mobilnya dengan lesu, ia sesekali memijat pangkal hidungnya untuk mengusir rasa pusing yang melanda dirinya. Mobil BMW keluaran terbarunya itu parkir di tepi jalan, dengan situasi yang sepi membuatnya sedikit bisa mengistirahatkan dirinya. Jalanan yang sepi nan gelap itu membuat Gibran memilih menepikan mobilnya disana.“Irana sebenarnya kemana kamu? Siapa yang membawamu, hah?” lirih Gibran. Di

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status