Mendengar ucapan dari ayahnya Danu, Anna langsung mengalihkan tatapannya pada pasangan yang telah membuatnya menjadi manusia tak bernilai sama sekali selama ini. Wajah ramah Anna yang tadi ditunjukkan pada ibunya Danu, kini yang tersisa hanya wajah datar dengan tatapan penuh rasa benci dan muak. Ia tak menyapa seperti yang diucapkan oleh Irsyad, Anna lebih memilih untuk duduk di kursi yang telah disediakan oleh Rahma di sebelahnya.Danu dan Andara masih melotot melihat penampakan wanita cantik yang mereka kira sudah tak ada lagi di dunia ini. Terutama Danu, ia sampai melihat tubuh Anna dari atas sampai ke bawah. Tidak mungkin hantu yang telah dipeluk erat oleh ibunya tadi. Di mata Danu, tubuh Anna tidak begitu jauh berbeda sejak terakhir kali mereka bertemu. Yang berubah hanya rambutnya sudah dipotong menjadi pendek sekali dan warnanya bukan pirang lagi tapi diwarnai coklat. Pinggul dan dada Anna juga lebih montok dari sebelumnya. "Astagaa, dia masih hidup jatuh setinggi itu? Duh ...
Anna tak menjawab. Ia masih berusaha menyadarkan diri. Bahkan, ia merasa benci akan dirinya sendiri. Harry kembali berhasil membangkitkan kenangan malam panas mereka. Malam yang sangat luar biasa yang belum pernah didapatkan Anna dari suaminya dulu. Ia terlalu bernafsu saat itu.Suara klakson di belakang mobil mereka menyadarkan Harry juga Anna, kalau mereka masih berada di depan lobby.“Kita harus bicara malam ini!” Harry buru-buru beranjak dari sisi Anna, menutup pintu mobil, lalu sedikit berlari menuju belakang kemudi. Kemudian, meninggalkan tempat itu.Anna yang bermaksud ingin protes tidak jadi karena ponselnya berbunyi. Dari pemilik taksi online. Ia pun buru-buru menjawab panggilan itu.“Mas, maaf, saya tidak jadi naik mobilnya, tapi saya tetap bayar kok sesuai tarif tadi. Bisa ya? Kan bayar pake gogo.”[…]“Oh, ok, trims ya.”Setelah menutup aplikasi taksi online dan menyelesaikan pembayarannya. Anna menoleh pada Harry dengan wajah galak. “Bapak gak sopan! Enak saja main cium-c
“Pak, saya lihat Pak Harry dulu ke atas, nanti saya telpon kalau butuh bantuan,” ujar Anna begitu mobil operasional kantor yang dikendarai oleh Sofyan berhenti di depan lobby apartemen Harry. “Iya, Non,” angguk Sofyan. Hanya butuh lima menit bagi Anna untuk tiba di depan pintu apartemen Harry. Ia langsung memencet bel. Tapi, pintunya tak kunjung terbuka dari dalam. Saat Anna ingin mengomel, tiba-tiba ada bunyi notif dari ponsel yang digenggamnya. Ternyata dari orang yang berada di dalam.CEO[Pasword 020202 gaskeun]Anna menaikkan alis ketika membaca pesan dari bos-nya itu. Ia terkekeh geli. “Apa dia ikut tim suksesnya capres?”“Pak Harry?” panggil Anna begitu masuk ke dalam apartemen. Matanya mengedar ke sekeliling ruangan yang minimalis itu. Ia tak melihat penampakan siapa pun di sekitar situ. Anna meletakkan bawaannya di atas meja tamu, lalu berjalan menuju kamar satu-satunya yang ada di ruangan itu. Pelan, Anna membuka pintu kamar sembari memanggil nama si pemilik kamar, “Pak ….
Mendengar ucapan Harry yang tidak disangkanya sama sekali itu, membuat Anna sampai terpaku. Bahkan sendok bubur yang sedang mengarah ke mulut Harry pun ikut berhenti di udara.“A-anak kita? Ma-maksud Bapak apa?” tanya Anna setelah bisa menguasai diri kembali. Ia meletakkan sendok bubur ke mangkuk. Kemudian pura-pura mengambil lembar tissue yang baru dari atas nakas.“Gak usah bersandiwara lagi, Anna. Anak kita cowok ‘kan? Tunjukkan foto Arez pada saya sekarang. Saya mau lihat.” Kali ini Harry menatap wajah Anna tajam. Seolah-olah tiga sendok bubur yang sudah masuk ke mulutnya itu sudah memberikan tenaga baru bagi Harry yang sebelumnya tampak lemas.“Kenapa Bapak bisa seyakin itu kalau Arez adalah putra Bapak?” tanya Anna ingin tahu. Ia cukup terkejut akan respon Harry pada putranya. Melihat latar belakang kehidupan pria itu, ia pikir Harry tidak akan semudah itu mengakui darah dagingnya, apalagi mereka hanya melakukan sekali saja pada malam itu. “Karena tidak mungkin ayahnya adalah D
“Maaa, Mamaaa. Jangan pergiiii!” Suara teriakan Harry dari dalam kamar membuat lamunan Anna buyar. Buru-buru, ia mendatangi kamar pria itu. Terlihat bos nya itu masih dalam kondisi tidur, akan tetapi tampak gelisah. Sesekali kaki dan tangannya menyentak disertai rintihan, bahkan terisak. Anna bergegas menghampiri dan duduk di pinggir ranjang sejajar dengan bahu pria itu.“Pak! Pak Harry?” Anna menepuk-nepuk lengan berotot itu, tapi Harry masih terus mengigau.“Pak? Ayo, bangun!” Kali ini, Anna membangunkan sembari mengusap wajah Harry yang berkeringat dengan tissue. Lalu, menepuk bahu pria itu sedikit keras.Harry membuka matanya dengan kaget, kemudian menatap Anna tak berkedip.“Bapak mimpi buruk, ya?” tanya Anna dengan senyum lembutnya. Tanpa sadar tangannya pun mengusap rambut di pucuk kepala Harry yang lepek. Masih terasa rambut yang dipotong pendek itu kaku oleh pomade yang dipakai pria itu sejak kemarin pagi.“Mama …” Harry berucap pelan dengan mata yang tiba-tiba mengembun. “ …
“Pengacara Anna jadi datang kah ke kantormu siang tadi, Dan?” tanya Rahma ketika makan malam bersama di rumah putranya itu.“Jadi, Bu. Semua berkas yang diminta sudah aku serahin ke dia. Katanya langsung didaftarkan ke pengadilan,” jawab Danu sembari melirik Andara yang duduk di sebelahnya. Wanita itu makan dengan pelan sembari menunduk.“Padahal rasanya ibu berat melepas Anna sebagai menantu ibu,” keluh Rahma tanpa mengindahkan perasaan Andara. Ia memang tidak pernah menyukai wanita pilihan putranya itu, bahkan sejak dulu, ketika Danu masih pacaran dengan Andara sebelum menikah dengan Anna.“Bu, tolong jangan mulai lagi deh. Hubungan aku dengan Anna sudah berakhir, bahkan sejak setahun yang lalu. Jangan ngomong kayak gitu lagi. Sekarang, menantu Ibu adalah Andara. Selamanya, dia yang akan menjadi istriku.” Danu berusaha memberi pengertian pada ibunya sembari menahan emosinya.“Ya sudah! Ibu akan menerima Andara sepenuhnya, kalau kalian bisa memberi cucu dalam setahun ini. Jika tidak,
“Teganya kamu, Mas!” Anna menatap geram bercampur rasa sakit di hatinya untuk sang suami yang sedang duduk tenang di kursi sambil berpangku tangan di dada. Air mata pun mengalir deras di pipi wanita berparas cantik itu.“Tapi kamu puas 'kan dengan permainan dia?” Danu bertanya dengan senyum sinis di sudut bibirnya. Pria itu lalu menoleh pada lelaki bertubuh tinggi kekar yang sedang merapikan pakaiannya kembali. Laki-laki berambut sedikit gondrong yang sudah disewa Danu untuk tidur dengan istrinya.“Kamu boleh keluar sekarang. Ini uang bayaranmu.” Danu berdiri dari duduknya dan menyerahkan sebuah amplop yang isinya cukup tebal ke tangan pria itu.“Okey, and thank you,” jawab pria itu dengan tersenyum puas. Ia pun sempat mengedipkan sebelah matanya pada Anna yang masih terus menangis dengan tangan memegang erat selimut yang menutup tubuhnya di atas ranjang.Danu mengikuti laki-laki yang telah meniduri istrinya itu hingga ke pintu kamar hotel. Namun, sebelum keluar pria itu masih sempat
Dua jam sebelumnya....Suamiku[Kamu siap-siap, ya. Aku mau ngajak kamu makan malam.]Anna sampai lupa menutup mulutnya kala membaca sebuah pesan dari suaminya. Padahal, sudah dua hari lamanya Danu mendiamkannya gara-gara mulut Anna yang tidak terkontrol. Mengumpat suaminya itu dengan kata impoten dan loyo.Sembari menggigit bibir bawahnya menahan rasa senang di hati, Anna membalas pesan suaminya itu.[Mas udah nggak marah lagi sama aku?] Suamiku[Pakai baju yang seksi, jam tujuh aku udah nyampai di rumah.][Kita langsung jalan.]Balasan dari Danu malah tidak nyambung sama sekali dengan pertanyaannya.Anna menaikkan kedua alisnya ke atas, tapi kemudian bibirnya tersenyum lebar, “dasar, laki dingin gue.” Tepat pukul tujuh malam, Danu sudah tiba di depan pintu gerbang rumah kontrakan mereka. Pria itu langsung membunyikan klakson mobilnya. Anna yang sudah berdandan cantik langsung keluar dari rumah dan mengunci pintunya. Lalu, dengan anggun berjalan menuju mobil suaminya yang terparkir