Share

Bab 5

Author: Phoenixclaa
last update Last Updated: 2025-02-18 19:52:40

Naira terbangun di sebuah kamar yang asing, namun terasa nyaman. Aroma lembut lavender menyelimuti ruangan, sementara cahaya matahari pagi menembus tirai tipis berwarna krem, menciptakan bayangan lembut di dinding.

Ia berkedip beberapa kali, mencoba mengingat apa yang terjadi sebelum ini. Seluruh tubuhnya terasa ringan, tetapi pikirannya dipenuhi pertanyaan.

Lalu, sebuah bayangan muncul di benaknya. Hujan. Tubuhnya yang menggigil. Dan Arga. Hanya itu yang bisa diingatnya. Tatapan pria itu di bawah payung, lalu kehangatan jaket yang menyelimuti tubuhnya. Setelah itu, semuanya gelap.

Kini, ia berada di tempat ini, di bawah selimut hangat dengan aroma teh chamomile yang samar-samar tercium dari meja di samping tempat tidur. Suara detak jam terdengar pelan, menambah kesan hening dalam ruangan yang elegan namun tidak berlebihan. Bagaimana ia bisa sampai di sini? Apa yang terjadi setelah ia kehilangan kesadaran?

Pintu kamar tiba-tiba terbuka, membuat Naira tersentak. Sosok pria tinggi berjas rapi masuk dengan ekspresi dingin yang tajam. Arga, kini sudah berubah dari sosok anak SMA yang ceria menjadi pria dewasa yang lebih tertutup.

"Kau sudah bangun," suaranya terdengar datar, tetapi ada sedikit kelegaan di dalamnya.

Naira membuka mulut, ingin bertanya, tapi Arga lebih dulu melangkah mendekat. Ia menatap Naira dengan cermat, lalu matanya turun ke dahinya.

“Dokter sudah memeriksamu tadi malam,” katanya, suaranya lebih tenang kali ini. "Lukamu tidak serius, hanya sedikit lecet. Kau akan baik-baik saja."

Naira mengangkat tangannya, jemarinya menyentuh dahi yang terasa sedikit perih. Ada perban tipis di sana. Saat itu, potongan ingatan lain melintas di benaknya wajah Lila saat menyerangnya, juga luka basah di hatinya yang sulit untuk sembuh.

“Terima kasih, Arga… Aku tidak tahu harus bagaimana kalau tidak bertemu kamu tadi malam.”

Arga hanya menatapnya tanpa ekspresi. “Jangan berterima kasih. Aku hanya melakukan apa yang seharusnya.”

Naira mengangkat kepalanya, menatap Arga yang masih berdiri di sana, ekspresinya sulit ditebak. Ada banyak hal yang ingin ia katakan, tetapi yang keluar dari bibirnya justru sesuatu yang lain.

“Sudah lama kita tidak bertemu… tapi aku malah kacau begini,” suaranya lirih, nyaris seperti gumaman.

Arga terdiam, matanya sedikit menyipit seolah sedang mencerna kata-kata Naira. Namun ia langsung menarik kursi dan duduk di samping ranjang, menatap Naira dengan tatapan tajam yang sulit diartikan. “Kenapa kamu ada di jalan sendirian, basah kuyup dan terluka?” tanyanya pelan, tapi tegas.

Naira menunduk, menggenggam erat selimut. Suaranya nyaris tenggelam dalam keheningan. “Aku… diusir dari rumah.”

Arga mengangkat alis. “Oleh siapa?”

Naira menarik napas dalam sebelum menjawab dengan suara lirih, “Reyhan… dan keluarganya.”

Rahang Arga mengeras. Kedua tangannya mengepal di atas lutut. “Apa yang mereka lakukan padamu?”

Air mata menggenang di mata Naira. “Setelah perceraian, mereka tidak ingin melihatku lagi. Aku sudah bukan bagian dari mereka. Sejak awal pun sudah begitu.”

Mata Arga sedikit menyipit. “Jadi… kau sudah resmi bercerai?”

Naira mengangguk pelan. “Sudah.”

Sekilas, senyum tipis muncul di wajah Arga. Bukan senyum bahagia, tapi seolah ada sesuatu yang melegakannya.

Naira mengernyit. “Kau… tersenyum?”

Arga hanya menghela napas, mengabaikan pertanyaan itu. “Mereka melepaskan sesuatu yang seharusnya tak pernah jadi milik mereka.”

Senyum itu memudar, berganti dengan sorot mata tajam.

“Tapi jangan khawatir,” lanjutnya. “Mereka tak akan menyentuhmu lagi.”

Tak lama, seorang pria berjas masuk dengan tablet di tangannya. Ia tampak profesional, namun begitu melihat Naira, ia menghela napas panjang dan menoleh pada Arga.

Arga menoleh ke arah Naira. “Naira, ini Bima, asistenku. Dia akan membantumu jika kamu membutuhkan sesuatu.”

Bima tersenyum lebar. “Wah, kehormatan besar! Dua tahun bekerja dengan Pak Arga, baru kali ini saya lihat ada wanita di sisinya.”

Arga menatapnya tajam. “Bima.”

Bima mengangkat tangan, jenaka. “Baik, baik. Tapi menarik, lho. Anda sangat peduli pada Naira. Jangan-jangan diam-diam romantis?”

Arga mendelik. “Keluar.”

Bima terkikik, pura-pura menyeka air mata. “Kalau butuh bantuan merayu, saya siap Pak!”

Naira tersenyum tipis, menatap Arga yang tetap tanpa ekspresi tapi tidak membantah.

Arga bangkit dari kursinya, merapikan jasnya dengan gerakan tenang namun tegas. Matanya kembali menatap Naira, kali ini sedikit lebih lembut meskipun ekspresinya tetap sulit ditebak.

"Kau sebaiknya sarapan dulu," katanya. "Ikut aku ke bawah."

Naira mengangguk pelan dan mengikuti Arga keluar kamar. Mereka menuruni tangga dengan langkah hati-hati. Namun, saat mencapai pertengahan tangga, Naira tiba-tiba kehilangan keseimbangan. Refleks, Arga segera menangkapnya, tangannya melingkari pinggangnya dengan erat untuk mencegahnya jatuh.

"Hati-hati," suaranya lebih rendah, hampir seperti gumaman.

Naira terkejut dengan kedekatan mereka. Wajahnya hanya berjarak beberapa sentimeter dari dada Arga yang bidang. Jantungnya berdebar tak menentu, dan ia bisa merasakan kehangatan tubuh pria itu.

"Wah, wah, wah… Pemandangan pagi yang indah!" suara Bima yang terdengar geli membuat mereka berdua tersentak.

Arga segera melepaskan pegangannya, namun caranya sedikit canggung. Ia berdeham dan melirik tajam ke arah Bima yang berdiri di depan pintu, namun matanya jelas mengarah ke tangga, menyaksikan kejadian itu dari awal.

"Kau terlalu banyak bicara, Bima."

Bima mengangkat bahunya, masih dengan senyum penuh arti. "Saya hanya mengamati, Pak. Baru pertama kali lihat Anda refleks memeluk seorang wanita begitu." Matanya melirik Naira sekilas. "Apalagi ekspresi Anda yang tadi, sungguh… tak ternilai."

Naira menggigit bibir, berusaha menahan senyum. Sementara itu, Arga terlihat sedikit salah tingkah hal yang jarang sekali terjadi.

Berusaha mengalihkan suasana, Arga melanjutkan langkahnya, memastikan Naira sampai di ruang makan dengan selamat. Setelah Naira duduk, barulah ia menoleh ke arah pintu. "Mbak Hanum," panggilnya.

Seorang wanita paruh baya muncul dari balik pintu dengan langkah tenang. Wajahnya ramah, dengan sorot mata lembut yang langsung tertuju pada Naira.

"Ya, Mas Arga?"

"Temani Naira sarapan. Aku harus berangkat kerja."

Mbak Hanum tersenyum hangat dan mengangguk. "Baik, Mas. Nona Naira, saya sudah menyiapkan bubur hangat untuk Anda."

Naira menoleh ke Arga yang kini sudah kembali ke mode seriusnya. Ia sedikit ragu ingin berkata sesuatu, tapi akhirnya hanya mengangguk. "Terima kasih, Arga."

Arga menatapnya sebentar, lalu tanpa berkata apa-apa lagi, ia berbalik dan melangkah pergi dengan mantap. Namun, sebelum bisa benar-benar pergi, ia menarik lengan Bima dengan kesal, menyeretnya menjauh dari pintu.

"Kau terlalu bawel untuk seorang asisten," gumamnya tajam.

Bima hanya terkikik, masih dengan ekspresi jahil. "Pak Arga, jangan menyangkal, saya tahu Anda menikmati momen tadi."

Arga mendelik sebelum akhirnya melepaskan cengkeramannya dengan kasar. "Ambil mobil cepat, kita sudah terlambat."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dibuang Suami, Dipinang CEO   Bab 120

    Hari H pernikahan akhirnya tiba setelah 1 bulan lamanya mengurus segala hal.Gedung megah di pusat kota Jakarta dipenuhi tamu penting. Kilatan kamera, musik klasik yang lembut, dan hiasan bunga mawar putih menambah kemewahan pesta pernikahan Arga dan Arumi.Media berdatangan, dan semua mata tertuju pada pasangan “calon pengantin” yang kini berdiri di pelaminan, bersiap mengucap janji suci.Arga mengenakan jas hitam klasik, sementara Arumi tampak cantik memesona dalam gaun putih mewah, menyembunyikan kegelisahan dalam senyumnya.Tepat saat MC bersiap memulai prosesi janji nikah, pintu utama terbuka keras.“HENTIKAN!”Semua mata menoleh. Tamu-tamu terdiam. Kamera-kamera berputar ke arah wanita cantik bergaun biru tua yang berjalan penuh keyakinan ke tengah aula.Itu Naira.Di belakangnya, Reyhan mengejar, mencoba menahannya.“Naira, cukup. Kau tak harus lakukan ini. Kembalilah padaku. Aku akan terima kau apa adanya asal bukan bersamanya.”Tapi Naira menepis tangan Reyhan, lalu berjalan

  • Dibuang Suami, Dipinang CEO   Bab 119

    Dirumah besar keluarga Wijaya.Di halaman belakang rumah besar keluarga Wijaya, Arga sedang duduk bersila di atas rumput, bermain dengan Gio. Bocah itu tertawa-tawa riang, melemparkan bola kecil ke pelukan Arga yang berpura-pura menangkap dengan susah payah.Sesekali, Arga memandangi wajah bocah itu diam-diam. Ia tidak bisa membohongi diri sendiri bahwa anak itu menggemaskan dan pintar.Tapi hatinya masih penuh sangsi. Maka saat Gio berlari mengejar bola dan rambutnya tersibak angin, Arga diam-diam mengambil sehelai rambut Gio dengan modus ada serangga.Dengan gerakan halus, ia memasukkannya ke dalam amplop kecil. Tak lama setelahnya, di parkiran rumah, Bima datang dengan mobil hitamnya.Tanpa banyak bicara, Arga menyerahkan amplop itu.“Lakukan secepatnya. Aku ingin hasilnya sebelum pesta ulang tahun perusahaan,” bisiknya.Bima mengangguk.“Anda yakin, Pak?”“Jelas Aku yakin, pilih rumah sakit terbaik,” jawab Arga, suaranya pelan tapi mantap.Sementara itu, di ruang keluarga, suasan

  • Dibuang Suami, Dipinang CEO   Bab 118

    Beberapa hari setelah Naira menghilang…Arga mulai bergerak diam-diam, namun bukan untuk menyelamatkan pernikahannya melainkan untuk mengungkap kebenaran di balik semua kekacauan.Dia tahu, kunci dari semua kekacauan ini bukan hanya Arumi atau Gio, tapi seseorang yang selama ini berada di balik layar.Arga menghubungi seorang mantan detektif yang pernah menyelidiki kasus internal perusahaan, dan nama pertama yang muncul… Alex.Alex yang telah membawa Arumi dan Gio ke kota ini, juga dia yang membiayai seluruh keperluan Arumi selama di Jakarta termasuk menentukan hari dimana penobatan Arga baru dia muncul.“Jika memang itu maumu, aku akan layani kamu Alex!” Lirih Arga menatap lurus ke depan mengepalkan tangannya.Arga lalu meminta Bima menyampaikan pada Arumi jika ia akan bertanggung jawab untuk segala hal termasuk menikahinya.Tapi kenyataannya? Itu semua hanya sandiwara dingin.Di belakang layar, ia menyelidiki lebih dalam. Ia memasang CCTV tersembunyi di kamar Arumi. Ia menanam track

  • Dibuang Suami, Dipinang CEO   Bab 117

    Flashback – Sehari Sebelum Hasil Tes DNA KeluarLangit di luar mendung. Kantor mulai sepi setelah rapat evaluasi bulanan. Liza melangkah masuk ke pantry dengan langkah malas. Ia lelah secara fisik, tapi lebih dari itu hatinya terasa kosong.Di sudut ruangan Tina, asisten pribadi Naira, sedang merapikan map yang berserakan. Liza hanya melirik sekilas, lalu membuka lemari es mengambil air mineral.Sebuah map jatuh dan isinya tercecer ke lantai. Kak Tina membungkuk cepat, tapi sebelum ia sempat meraih semua, Liza ikut jongkok membantunya. Tanpa banyak bicara."Terima kasih, Liza..." ucap Tina pelan.Liza diam. Lalu tiba-tiba bertanya sambil menatap kosong ke lantai, “Kak Tina… Kakak udah lama ya kerja sama Naira?”Tina mengangguk pelan. “Sejak awal Bu Naira masuk Wijaya Group. Waktu itu dia langsung jadi wakil direktur dan banyak diragukan. Tapi dia kerja keras banget untuk diakui… Bahkan saat semua orang termasuk aku ragu sama dia.”Liza tertawa kecut. “Kerja keras, tapi akhirnya jadi pa

  • Dibuang Suami, Dipinang CEO   Bab 116

    Dirumah Ibu Rina.Ruangan itu penuh ketegangan. Arga duduk di kursi pemeriksaan dengan lengan masih memeluk Naira, yang belum sepenuhnya pulih dari trauma penculikan.Di seberangnya, Arumi berdiri gemetar, wajahnya kusut dengan amarah, sementara seorang anak kecil lelaki berdiri kebingungan sambil memegang ujung bajunya.“Arga, kamu pikir kamu bisa semudah itu menyingkirkan aku?” bentaknya parau, “Aku bawa anakmu ke pesta itu bukan buat dihina, tapi buat kamu tanggung jawab!”Arga menatap tajam, matanya tak bergeming. “Anak itu belum tentu anakku, Arumi. Dan satu-satunya jalan adalah kita lakukan tes DNA. Aku nggak akan nikahi kamu hanya karena ancaman atau rasa bersalah.”“TES DNA?!” Arumi tertawa sumbang. “Setelah semua yang aku alami? Setelah keluargamu tinggalin aku, setelah ibumu buang aku seperti sampah, sekarang kamu minta bukti?!”Tepat saat itulah Liza masuk ke ruang tamu, didampingi oleh Bu Rina. Langkahnya penuh percaya diri, suaranya tajam seperti pisau yang siap membelah s

  • Dibuang Suami, Dipinang CEO   Bab 115

    Malam itu terasa panjang, seperti enggan beranjak dari luka yang terbuka. Naira kembali ke kamar tamu di rumah Tari, meninggalkan Arga yang berdiri diam di ambang pintu, menatap punggung perempuan yang dulu begitu yakin ia cintai dan kini nyaris tak sanggup ia sentuh tanpa rasa bersalah.Sementara itu, Arga kembali ke mobilnya, melempar tubuhnya ke kursi dengan napas berat. Kepalanya bersandar pada kemudi, mata terpejam, menahan gejolak emosi yang semakin menyesakkan dada.Seluruh hidupnya terasa seperti reruntuhan pewarisan harta yang ia dapatkan kini tak berarti, karena wanita yang paling ia ingin bagi semuanya tengah menggantung di tepi jurang keputusan.Ia menginap di dalam mobil malam itu, di depan rumah Tari. Seolah hanya dengan berada dekat, ia bisa tetap memeluk harapan. Tapi pagi tidak membawa ketenangan. Pagi justru membawa kabar buruk.Ponselnya bergetar keras. Sebuah panggilan dari Liza.“Arga! Arumi menghilang! Dia kabur semalam. Dia ninggalin anaknya di rumah!”Darah Ar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status