Sejak malam itu semua komunikasi antara Sky dan Shen putus. Berapa kali pun Shen mencoba untuk mendekatinya, ia tak pernah memiliki harapan. Sky diharuskan terbang ke Jepang menghadiri rapat khusus dan kembali pada saat acara pernikahan dimulai.
Shen merasa putus asa. Makannya tak lagi enak, tidur pun tak pernah lelap. Ia habis memikirkan bagaimana nasibnya di kemudian hari. Semua orang mentertawakan dirinya. Tuan rumah mengolok-olok bahkan memperlakukan dirinya lebih buruk dari pembantu. Lebih sakit daripada itu, Susiana hanya diam tanpa pembelaan. Ia tak pernah akrab dengan ibunya entah sejak kapan. Kali pertama ia mengenal abjad, bukan Susiana yang mengajarkan terlebih dulu, guru-guru di sekolah SD-nya-lah yang berjasa untuk itu. Susiana tak membencinya, juga tak pernah menyayanginya selayaknya anak kandung. Ia sendiri di kehidupan ini. Tanpa Sky. Pada akhirnya yang bisa ia lakukan hanya menyaksikan Sky bersanding dengan Ruby dalam singgasana megah yang harusnya menjadi miliknya. Shen mengepalkan tangan, ada rasa tak terima hingga keinginan balas dendam muncul bertubi-tubi. Tapi ia mencintai Sky, ia tak tega jika harus menyakitinya. “Ayo kita pulang, Bu.” Ajak Shen kepada Susiana yang masih sibuk bekerja. “Duluan saja. Ibu masih bekerja.” Balas Susiana cuek. Diam-diam ia memperhatikan raut wajah Shen. Ada Kesedihan begitu dalam yang ia pun bisa merasakan. “Sudah ibu katakan jangan pernah mendekati tuan Sky! Kau lihat, siapa yang hancur? Dirimu sendiri!” Susiana melepaskan celemek yang ia pakai. Ia menarik tangan Shen keluar dari dalam gedung dan menyetop taksi untuk membawanya pulang. Ia sadar, sikapnya terlalu kasar hingga sedikit melunak ketika berbicara dengan Shen di dalam mobil. “Ibu menyarankan kau berhenti, Shen.” Shen semakin terisak dan menangis dengan menutupi wajahnya. Ia malu bahwa dirinya telah gagal mempertahankan cinta yang dia agung-agungkan di hadapan orang. “Aku tidak bisa berhenti, Bu.” Ucapnya dalam Isak, “Sky adalah hidupku.” Susiana kembali terdiam. Meski dengan raut wajah yang datar ia bisa merasakan seberapa dalam kesedihannya. Pernah sekali ia ingin memeluk atau mengelus rambutnya, namun ia urungkan, karena ia takut Shen bergantung dengan dirinya saat menerima ketulusan. Ia tidak bisa. Shen hanya akan merepotkan. “Apa aku boleh tidur di pangkuanmu, Bu? Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan sekarang.” Shen memohon penuh harap. Sejak kecil tak pernah dirasai disayang oleh sang ibu. Tatapannya selalu dingin, kendati apa yang dia inginkan akan selalu dipenuhi, tetap saja kasih sayang tak pernah ada. Apakah karena itu ia selalu bergantung pada Sky? Merasa hanya Sky yang mencintainya di dunia ini. Susiana mengangguk. Akhirnya ia luluh. Ulu hatinya berdesir ketika tangannya menyentuh kepala Shenina. “Apa kau pernah menyayangiku, Bu?” Tercengang dengan pertanyaan yang tak pernah ia duga akan ia dengar hari ini, Ibunya masih memilih untuk diam. “Aku merasa tidak pernah disayangi oleh ibu.” Lanjut Shen terisak lebih keras. “Jadi jika aku mencintai Sky, maka itu adalah seluruh kasih sayang yang aku punya. Dan hari ini, kasih sayang itu hilang, Bu.” Shen terisak pilu. Mengapa dunia juga tak menyayanginya? Orang bilang takdir itu selalu adil. Jika yang kaya akan dipertemukan dengan si miskin, apakah orang yang paling mencintai akan dipertemukan dengan pasangan yang tidak mereka cintai? “Semua orang bilang aku harus sadar diri. Apa salah kalau aku mencintai orang kaya, Bu? Apa kita sangat miskin?” Susiana menarik nafas lelah. Menurutnya pertanyaan Shen semakin aneh. Terbersit dalam hatinya hendak mengatakan sesuatu, tapi ia urungkan. “Ayo kita pergi, Bu!” Shen mengusulkan. “Tidak! Ibu betah di keluarga Andromeda.” Susiana langsung menjawab. Tak peduli hati Shen teriris mendengarnya. Memang ada yang harus ia lakukan di keluarga Andromeda yang membuatnya tak bisa pergi. “Aku tidak bisa hidup di sana lagi.” “Kalau begitu carilah pekerjaan di luar dan pindah dari rumah nyonya.” “Ya ... Ibu tidak menyayangiku. Jadi ibu tidak peduli dengan keadaanku.” Shen langsung turun dari mobil, saat itu mobil sudah berada di depan gerbang keluarga Andromeda. Shen segera berlari menuju belakang istana Andromeda. Menyusuri jalan berbatu yang membawa ia ke hamparan bunga Peony yang mulai layu. Sama seperti dirinya. Pertama kali tempat yang paling ia sukai dan ia benci berada dalam titik yang sama. Ia mengelus permadani yang mereka pakai terakhir kali. Semuanya masih sama, tanpa ada yang berubah. “Kau akan selalu menjadi sebagian dari diriku, sayang.” Shen mulai berkhayal. “Dan aku akan selalu menjadi satu-satunya damai yang bisa kau pikirkan.” Ia mengambil setangkai bunga Lily dan menghirup aromanya seolah mabuk. “Karena saat kau menciumku pertama kali, aku sudah tertulis tinta dalam sejarahmu.” Shen menyesap aromanya lebih dalam, hambar. “Meski kau bersamanya, kau akan selalu merindukanku.” Kemudian Shen merebahkan dirinya di atas permadani dengan pasrah. Air matanya meleleh keluar seperti hujan yang menyerbu bumi. Di tengah rintik yang semakin deras itu membuatnya sedikit tenang. Banyak kenangan yang berputar dalam kepalanya seolah mengingatkan ‘hei jangan pernah menyerah untuk cintamu! Sky hanya mencintaimu! Dia tidak mencintai Ruby meski seujung kuku pun!’ Shen tersenyum. Rasanya pasti ia sudah gila. Ia memikirkan malam pertama Sky akan terlewati dengan Ruby nanti malam. Sky pasti akan mencarinya dan lebih memilih menghabiskan waktu bersamanya. Baginya tidak apa, hubungan terlarang pun sanggup ia jalani jika itu satu-satunya jalan untuk tetap bersama Sky. “Aku menunggumu malam ini.” Klik. Satu pesan menggoda yang ia kirimkan melalui pesan kepada Sky. Berharap pesan itu dibaca untuk memenangkan hatinya kembali. Salah mereka jika ia menjadi gelap. Gelap mata karena cinta adalah pengorbanan.“Memangnya kamu bakal kenal kalau kuceritakan?”Mak Odah juga mengangguk, gosip mereka semakin merambat ke orang lain.“Aku tidak mengenalnya, tapi aku kenal dengan adiknya.” Jawab Shen agak ragu.“Sungguh? Influencer dan pengusaha cantik itu?” Sarinah melotot tak percaya. Pada dasarnya ia mengidolakan Ruby dan mengikutinya di tiap media sosial.“Iya, sedikit.”“Dia memang panutanku, gayanya chic dan mewah. Tapi, di sisi lain aku membencinya juga, sedikit.”“Aneh sekali. Kau nge-fans atau jadi haters?” Mak Odah gemas tak tertolong.“Kakaknya, alias putra sulung keluarga Bussara jadi tenggelam karena dirinya.”“Maksudmu tenggelam lalu ...”“Bukan mati, Dragon menjadi lelaki yang tidak diperhatikan usai karier militernya hancur karena keluarganya sendiri.”“Siapa kau bilang? Dragon?”Shenina tak percaya. Apakah itu adalah lelaki urakan yang sempat membuatnya heboh beberapa saat? Menurut cerita militernya, sepertinya itu memang dia. Tapi yang lebih mencengangkan adalah fa
Hampir enam bulan Shenina hidup dalam pelarian. Perutnya yang semula rata kini membuncit, ketika ada yang mempertanyakan, ia memilih diam atau menjawab suaminya sudah tidak ada.Untunglah di tempat tinggalnya yang baru, tetangganya memiliki jiwa sosial tinggi dan peduli tanpa menghakimi Shen. Bagi mereka, memiliki suami atau tidaknya, zaman sekarang sama saja. Bahkan Mak Odah, tetangga Shen paling dekat menuturkan betapa ia menyesal telah menikah dengan suaminya.“Dulu pas aku muda, dia membabi buta mencari cara bagaimana supaya bisa memetik kembang mawar ini. Sekarang sudah layu, ternyata malah mencari kembang muda yang lebih menarik.” Tutur wanita berusia 55 tahun itu.“Sekarang bukan kembang mawar, Mak. Kembang tai ayam!” balas Sarinah, tetangga depan yang juga janda muda.“Mak masih sangat menawan, tahu. Usia 55 tapi masih terlihat 54-an!”“Yah, itu kan sama saja!”Shen tergelak. Hatinya menjadi hangat dikelilingi orang-orang yang bernasib sama dengan dirinya. Ternyata dunia
Sejak sejam Shen membaringkan tubuhnya, hatinya mulai tak tenang. Tadinya dia berniat ingin keluar kamar, tapi ia urungkan. Perutnya belum menelan sebutir pun biji makanan sejak tadi siang.“Lapar yah, nak?” Shen mengelus perutnya.Akhirnya ia tak tahan dan keluar dari kamar. Ia melangkah menuju dapur yang jalannya melewati ruang tengah. Dragon tengah meringkuk kedinginan.Cuaca puncak di malam hari memang sangat dingin, meski memakai jaket tebal rasanya tidak cukup. Ia kasihan, Dragon kadang-kadang baik, melihatnya kedinginan Shen berinisiatif mengambilkan selimut dari kamarnya.Segera ia menutupi tubuh Dragon, pria itu menggeliat pelan dan tampak nyaman. Shenina meneruskan langkahnya hingga ke dapur utama. Ia melirik ke dalam kulkas, melihat semua bahan makanan lengkap.“Apa Dragon memasak sendiri?” gumamnya.Gadis itu mengambil beberapa bahan untuk membuat sup. Cuaca dingin memang cocok makan makanan yang berkuah dan hangat. Belum matang saja, dia sudah menelan liur beberapa
Tok! Tok!Baru saja Shenina selesai memasak makan malamnya, suara pintu terdengar diketok. Siapa lagi kali ini, ia tak berharap siapa pun akan datang, meski itu Sky.Tok! Tok!Suara pintu diketuk kedua kali. Shenina membuang nafas kasar, bermalas-malasan ke ruang depan. Ia mengintip, tidak ada orang sama sekali.“Mungkin hanya orang iseng.” Ucapnya.Tok! Tok!Ahh! Bunyinya mengganggu. Shen membuka pintu pelan dan melongo, tidak ada seorang pun. “Siapa, sih?”Ketika ia hendak menutup pintu kembali, sesuatu menahannya dari bawah. Sepatu kulit coklat tua yang tampak kotor terkena lumpur.Ia mendongak, mendapati wajah Anton tersenyum aneh seraya menahan pintu dengan kedua tangannya. Gadis itu tak diam, ia berusaha menutup pintu sekuat tenaga.Namun bagaimana pun ia berusaha, wanita tetaplah wanita. Tenaganya terbatas, sementara Anton berhasil masuk dan menutup pintu dari dalam.Jantung Shen tak karuan, terakhir kali lelaki itu memberikan traumatis yang berat, sampai sekarang
“Beri Dragon proyek Bima, pa.”Lelaki yang disebut namanya mengernyit masam.“Fancy kita melampaui penjualan tahunan dari semua brand perhiasan ternama, dan itu kerja keras adikmu. Kau mau bagaimana?” Suara berat papanya mengalir penuh kiasan.Dragon menjatuhkan sendok dan garpunya di atas piring porselen yang sedang digunakan. Wajahnya gusar, namun wanita paruh baya yang berhati lembut itu mengeluarkan tangannya sampai ia luluh kembali.“Dragon bisa, pa. Kasih dia kesempatan untuk berkarir sekali lagi.”Jhon menarik nafas berat. Ada ketidakpercayaan dalam matanya, tapi demi memenuhi permintaan istri tercinta, ia manggut-manggut.“Aku menikmati duniaku yang sekarang, ma.”“Dunia malam? Hah ...,” Jhon tersenyum mengejek, “Aku sangat menikmati memiliki putri sekarang.”“Pa!” Erika menghentikan ucapan suaminya karena takut melukai hati Dragon. Bagaimana pun, Dragon adalah anak tertua, anak lelaki satu-satunya yang mereka miliki.“Baik! Aku berikan proyek Bima dalam tenggat satu
“Menikahlah dengan Anton, atau pergi sejauh mungkin!”Apa? Tubuhnya bak disambar petir seketika itu juga. Shenina menghadapi Judy yang sedang lemah namun suaranya bisa membelah gendang telinganya.“Tapi ini bayi tuan Sky, nyonya.” Guratan cemas bercampur aduk, ia tidak pernah berpikir jalan penyelesaian yang sedemikian sulit.“Kau pikir, kami percaya hanya Sky yang menyentuhmu?” ucap Judy pedas, “Sekalipun itu milik Sky, kami tidak pernah menganggapnya darah daging kami!”Detik itu dunia Shen gelap. Anton, si lelaki bejat yang hampir memperkosanya, malah ditunjuk sebagai ayah yang dia kandung? Demi apa pun, ia tidak rela.Lebih baik ia hidup sendiri dengan bayinya. Shenina menggenggam tangannya erat, mengulang pernyataan dalam otaknya beberapa kali. Bahwa mulai saat itu, dia dan anaknya tidak ada hubungan dengan keluarga Andromeda meski dunia akan berakhir.Sky memasuki ruangan Judy dengan diam. Ia tak berani menatap mata Shen seujung kuku pun. Tak perlu mengatainya pecundang,