Share

2. Tamu ba'da maghrib

Author: Yeny Yuliana
last update Huling Na-update: 2022-09-12 10:50:04

Sore menjelang malam, tepatnya saat azan magrib berkumandang. Langit yang gelap kian menghitam, beradu dengan rintik air yang kian deras membasahi bumi. Aku bimbang, baiknya langsung pulang menerjang hujan, atau tetap di posisi berjongkok menunggu hujan reda? Mana saat ini aku hanya sendiri di parkiran. Ah, lebih baik aku pulang. Lagi pula, lambungku yang kosong ini kian meronta, mengingat hari ini Emak memasak sajian sedap. Kupat opor lengkap dengan sambal goreng kerecek sebagai pendampingnya. Huh, kian nggak sabar aku untuk cepat-cepat tiba dirumah!

Aku memacu kendaraanku dengan kecepatan tinggi, menerobos hujan yang tetap awet mengguyur bumi hingga aku tiba dirumah.

"Assalamu'alaikum!", salamku kepada mereka yang ada di rumah saat itu.

"Wa'alaikum salam, hujan-hujan, Vin, cepat mandi! Emak sudah siapkan air hangat!" terlihat Emak sedang sibuk menata makanan di meja makan, tidak seperti biasanya.

Hidangan makanan, beserta peralatan makan di tata sedemikian rapi di meja makan berbentuk lingkaran besar itu.

"Kok tumben, Mak?" tanyaku sembari menunjuk meja makan.

"Halah, uwis! Kamu mandi dulu saja, habis itu makan, mumpung masih anget,"

"Oh, iya."

Aku berlalu melewati Emak dengan segala kesibukanya di depan meja makan itu. Mandi air hangat kiranya bisa merileks kan semua urat-uratku, setelah seharian berkutat dengan mesin jahit.

***

Benar saja, makan dengan kupat opor beserta sambal goreng kerecek memang begitu nikmat, sangat sesuai dengan ekspektasiku tadi. Aku melahap dengan semangat, tak lupa ku taburi oporku dengan banyak bawang goreng di atasnya. Hmmm ... Kian nikmat rasanya.

Puas aku makan, ku dengar Emak dan Bapak sedang berbicara dengan orang lain yang aku sendiri tidak tau siapa yang datang. Sepertinya lebih dari 1 orang. Menurutku, suara mereka cukup asing ditelinga. Ah, dari pada hanya penasaran, lebih baik aku keluar untuk memastikan siapa yang datang!

Dan benar saja, ada 3 orang datang bertamu malam ini. Satu orang pemuda dengan kisaran umur 29 tahunan, dan sepasang orang tua dengan kulit keriput. Sepertinya pemuda itu anak dari dua orang tua itu.

"Vina, ada tamu, ayo salaman dulu," ucap Emak sembari tersenyum kepada mereka. Ku salami mereka satu per satu.

"Maaf, saya tinggal sebentar ya, Pak, bu," pamit Emak sembari terburu berjalan ke dapur, aku pun mengikuti langkah kaki Emak.

Ternyata Emak tengah membuatkan minuman, teh hangat untuk tamu yang datang.

"Ayo, Vin, bantu Emak bawa minuman dan stoples camilan ke depan,"

Aku hanya mengangguk menjawab perintah Emak.

Pemuda itu nampak tersenyum tersipu saat pandangan mata kami tidak sengaja bertemu. Aneh orang ini! Ingin aku berekspresi jijik, tapi aku hanya tersenyum simpul. Bagaimana pun mereka adalah tamu, aku harus bersikap sesopan mungkin.

***

"Jadi putri Njenengan ini namanya siapa, Pak?" tanya bapak-bapak tua berpeci putih.

"Oh, namanya Vina, Pak, ini putri mbareb saya," jawab Bapakku sembari tersenyum ramah kepada tamunya.

"Mak, mereka siapa?", bisikku ditelinga Emak yang dari tadi hanya tersenyum-senyum.

"Mereka teman Emak di sawah, anak laki-lakinya mau dijodohkan sama kamu, nduk,"

Sekatika mataku membola, aku tidak menyangka akan datang saat seperti ini di dalam hidupku. Aku heran, kenapa sedemikian orang tuaku sangat ingin aku menikah.

"Salam kenal, Mbak, nama saya Ari," ucap pemuda itu sembari tersenyum sopan kepadaku.

Rasanya aku muak, terlebih pemuda di depanku ini sama sekali bukan tipeku. Aku memutuskan untuk meninggaklan ruang tamu tanpa permisi. Aku tau, ini sangat tidak sopan, tapi aku benci dengan pertemuan ini.

"Vin, mau kemana?! Maaf, saya susul anak saya sebentar,"

Aku merasakan betul derap langkah Emak mengikutiku ke kamar. Ingin sekali rasanya aku berlari, jauh meninggalkan Emak. Kali ini aku merasa kecewa dengan orang tuaku. Dengan mereka mimintaku untuk segera menikah saja sudah membuat aku sangat muak, ditambah lagi malah nyarikan jodoh segala.

"Vina," ucap Emak memegang pundakku. Ku kedikkan bahu kiriku untuk melepas tangan Emak.

"Maksud Emak apa? Main undang-undang orang ke rumah buat dijodohin sama Vina! Vina nggak suka, Mak!"

"Vin, Emak cuma pengen kamu menikah dengan laki-laki yang bener-bener baik. Emak juga sudah kenal dekat sama orang tua pemuda itu, nduk,"

"Apa Emak yakin, kalau pemuda itu pria baik-baik? Seberapa lama Emak kenal dia?!"

"Em ... Baru 3 hari kalau nggak salah," Emak menjawab dengan ekspresi tanpa berdosa.

"Tiga hari? Hah, itu konyol, Mak!" Kali ini suaraku meninggi. Aku sengaja agar mereka yang ada di ruang tamu mendengar perdebatan kami. Agar mereka sadar, dan lekas pulang.

"Sssst, jangan keras-keras, nanti mereka dengar!" Emak menasehatiku dengan telunjuk menempel di bibirnya.

"Biar, Mak! Biar mereka dengar, aku ini nggak mau dijodohkan, Emak saja sana yang menikah dengan laki-laki itu!" bantahku membuat mulut Emak menganga.

Aku tau, ini bukan perbuatan yang pantas aku lakukan terhadap perempuan yang sudah melahirkanku. Tapi maaf, Mak, Vina nggak suka dengan perjodohan.

Dengan berani aku datang ke ruang tamu untuk menemui mereka.

"Maaf, Pak, Bu, saya tidak setuju dengan perjodohan yang hendak diselenggarakan ini, sekali lagi saya mohon maaf," ujarku kepada mereka dengan nada yang ku buat sesopan mungkin.

"Jangan dengarkan dia, Bu!", sanggah Emak kemudian. "Perjodohan ini akan tetap kita laksanakan,"

"Mak, Vina bilang enggak, ya enggak! Udah nggak usah ngelak!"

"Nggeh mpun, Bu, kami sekalian mohon pamit, ayo Pak, Le, kita pulang saja," pamit ibu-ibu berjilbap batik kemudian.

"Baguslah kalau Anda-Anda bisa mengerti. Sekarang juga saya minta bubar!" teriakku keras sembari menunjuk pintu, membuat tamu orang tuaku pergi dengan segera.

"Kamu apa-apaan sih, Vin. Emak malu dengan sikap kamu itu, kayak anak nggak disekolahin kamu!"

"Tau lah, Mak. Kalau masih kekeh, Emak saja yang nikah sana ...."

"Heh, pantes ya kamu ngomong kaya gitu ke Emak?!", Bapak yang dari tadi terdiam, kini mulai urun bicara.

Tanpa berlama-lama meladeni ocehan mereka, aku memilih masuk dan mengunci pintu kamarku. Duduk di tepi ranjang dengan perasaan kacau. Tak terasa air mata membanjiri kedua mataku. Nuril mencuri-curi pandang ke arahku yang mulai menangis terisak-isak. Menatapku dengan tatapan iba.

"Sabar, Mbak" ucapnya kemudian sembari menepuk-nepuk pundakku.

Ku peluk adikku sekuat mungkin. Menenggelamkan wajah senduku di dalam pelukan hangat saudara kandungku satu-satunya ini. Aku sadar, meski sering ketus dan galak, dia amat menyayangiku.

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Dicampakan setelah Tidak Berpenghasilan   39. Selingkuh itu penyakit

    "Vin, aku langsung pulang ya? Ada pesanan sayuran untuk acara hajatan." Ucap suamiku begitu mobil yang kami kendarai tiba di jalanan beraspal, tepat di depan pekarangan rumahku. "Iya." Jawabku singkat, tanpa mempertanyakan atau pun sekedar berbasa-basi meminta suamiku singgah sebentar di rumah orang tuaku. Aku langsung melenggang memasuki pekarangan rumah tanpa mempedulikan suamiku lagi. Aku hanya ingin segera menatap wajah keluarga yang sangat aku rindukan. Mungkin baru tiga bulan aku tidak menginjakkan kaki di rumah yang menjadi saksi bisu tumbuh dan berkembangku dalam asuhan orang tuaku, tetapi rasanya setara satu tahun. Langkahku terasa berat saat aku memasuki rumah orang tua yang selalu menjadi tempat perlindungan dan kehangatan di masa lalu. Namun, kali ini, aku datang dengan hati yang hancur dan beban yang tak tertahankan. Aku membutuhkan dukungan dan kekuatan dari keluargaku untuk menghadapi kenyataan pahit yang baru saja kudapati. "Assalamu'alaikum," aku mengucapkan

  • Dicampakan setelah Tidak Berpenghasilan   38. Pulang ke rumah orang tua

    Siang itu aku baru saja selesai menjemur cucian di halaman rumah, dan disaat bersamaan aku melihat ibu mertuaku turun dari motor tukang ojek. Beliau berlalu begitu saja seolah tidak ada orang di sana. Kebetulan suamiku belum pulang, aku berpikir untuk memberi tahu ibu mertuaku tentang masalah berat yang sedang aku alami. "Sudah pulang, Mbok," sapaku saat berlalu melintasi ibu mertua yang sedang bersandar di kursi sembari memainkan ponsel. "Hem," ketus, singkat, dan padat. Memang seperti itulah kebiasaan ibu mertua jika aku menyapanya. Tak mengapa, mungkin setelah aku menceritakan borok suamiku, ibu mertua akan sedikit berbaik hati padaku. Aku memutuskan untuk memberi tahu ibu mertuaku tentang foto tak senonoh Akas dengan Witri. Meskipun aku takut dengan reaksi ibu mertuaku, aku merasa bahwa kejujuran adalah langkah pertama yang harus aku ambil. "Mbok, ada yang ingin saya kasih tau sama si Mbok." ucapku seraya berjalan mendekat dan duduk di kursi sebelah mertuaku. Sorot mata

  • Dicampakan setelah Tidak Berpenghasilan   37. Dia terus memejamkan mata

    Malam semakin larut, suasana di rumah terasa hening. Suara jangkrik bersahutan terdengar nyaring mengisi keheningan malam. Aku yang tadinya menatap bintang di langit dan menyampaikan perasaan rinduku akan kebersamaan dengan keluargaku akhirnya menutup jendela kamar saat angin dingin menggigit kulit. Saat aku berbalik badan dan berjalan menuju ranjang, ku dapati Akas sedang memainkan ponselnya. Apa yang sedang dia lakukan? Entahlah, aku tidak ingin terlalu memikirkan apa yang menarik dari ponselnya saat ini. Pikiranku terlalu penuh dengan tubuh sempurna Witri yang hanya menggunakan pakaian dalam di dalam galeri ponsel suamiku. Aku berbaring memunggungi Akas dan memaksa mataku untuk memejam. Bayangan akan kebersamaan di kampung asalku bersama orang tua dan adikku Nuril terlintas di hati yang membuatku semakin rindu. Huh, seandainya dulu aku tau akan jadi seperti ini, mungkin aku akan berbuat tega terhadap Akas dan menolakpinangannya apapun yang terjadi. Tetapi nasi sudah menjadi

  • Dicampakan setelah Tidak Berpenghasilan   36. Foto panas suamiku bersama Witri

    Aku duduk di samping tempat tidur, mataku terpaku pada ponsel suamiku yang tergeletak di atas nakas. Suamiku sudah tertidur pulas di sebelahku. Seperti yang sudah ku rencanakan sebelumnya, aku akan mengecek isi ponselnya untuk mencari bukti terkait kecurigaanku. Aku segera meraih ponsel Akas yang sedari tadi menarik perhatianku. Aku segera membuka ponselnya yang ternyata masih menggunakan kata sandi yang sama. Aku berharap Akas tak menyadari bahwa aku sedang menelusuri pesan dan foto-foto yang tersembunyi di dalam ponselnya. Dalam diam, hatiku berdebar kencang ketika aku menemukan sesuatu yang membuatku terdiam. Ada banyak foto yang menarik perhatianku. Foto itu menampilkan Akas berpose mesra dengan seorang wanita setengah telanjang, hanya menggunakan setelan pakaian dalam berwarna merah muda. Wanita itu tak lain adalah Witri, wanita dari masalalu Akas. Tangan Akas dan kecupan bibirnya di atas buah dada wanita itu membuat perutku berdesir. Aku mengambil ponselku untuk memfoto satu

  • Dicampakan setelah Tidak Berpenghasilan   35. Uang nafkah pertama dari suami

    PoV Vina Malam itu mataku enggan terpejam. Pikiran bahwa suamiku sedang berbuat hal buruk di luar sana terus menghantui otakku. Sebenarnya aku tidak ingin berburuk sangka, tetapi kejadian beberapa bulan lalu sudah cukup membuatku sulit percaya sepenuhnya pada suamiku. Aku baru saja menyeduh teh celup di dapur untuk menemaniku malam ini. Dan setelah beberapa saat, mertua perempuanku keluar dari arah kamar mandi dan manatapku penuh tanya. "Jam segini, kenapa kamu belum tidur? Besok pagi kamu harus nyuci, Vin," ibu mertu mencebik. Sudah bukan hal baru bagiku. Setelah aku resign dari pekerjaanku, keluarga suamiku semakin memperlakukanku selayaknya pembantu. Pakaian kotor satu keluarga dibebankan padaku, memasak, dan membersihkan rumah, semua menjadi tanggung jawabku tanpa ada campur tangan mereka untuk membantuku sedikitpun. "Pengennya tidur sih, Mbok. Tapi kepikiran. Mas Akas ditelepon nggak diangkat." jawabku sembari meletakkan sendok teh yang semula ku pakai untuk mengaduk

  • Dicampakan setelah Tidak Berpenghasilan   34. Malam panas bersama Witri

    Kehidupan penuh romansa antara aku dan suamiku tampaknya hanya berlangsung selama sebulan. Akhir-akhir ini dia sering keluar malam bersama teman-temannya, seperti yang menjadi kebiasaannya dulu.Sebenarnya aku ingin sesekali diajaknya nongkrong bersama teman-temannya. Aku ingin tahu, apakah Akas malu atau tidak memperkenalkan aku pada teman-temannya. Aku penasaran seperti apa pergaulannya di luar rumah.Aku baru saja selesai menyapu halaman. Jam menunjukan pukul 6 pagi saat aku melihat jam dinding di ruang tamu. Aku duduk sejenak di teras sembari menikmati udara pagi yang masih sangat sejuk. Suara derap kaki menarik perhatianku untuk melihat ke arah sumber suara. Dan aku pun langsung mengernyitkan dahi begitu mendapati suamiku sudah berpakaian rapih sembari membenarkan topi yang dia pakai. "Loh, Mas, mau kemana?" "Maaf, Yank, aku terburu-buru. Aku dapat kerjaan untuk menyetir bus pariwisata ibu-ibu kampung sebelah." jawabnya sembari mengulurkan tangannya ke arahku, untuk kemudian ku

  • Dicampakan setelah Tidak Berpenghasilan   33. Menetap di rumah mertua demi suami

    Satu minggu berlalu semenjak operasi pengangkatan kista dan satu ovariumku. Hari ini, aku berniat untuk memulai hariku seperti sebelumnya. Beberapa hari hanya berbaring di kasur membuatku merasa bosan. Aku bangkit dari tempat tidur dan memulai aktifitas membersihkan tubuh. Setibanya di kamar mandi dan melepas pakaianku, mataku tertuju pada bekas jahitan yang ada di perut. Entah mimpi apa yang pernah ku alami, sampai aku menemui kejadian yang sangat tidak ingin aku alami. Aku menyentuh bagian bekas jahitan di perutku sembari menatap langit-langit kamar mandi dengan tatapan menerawang. Satu ovariumku telah diangkat. Bukankah itu artinya, peluangku untuk mendapatkan anak juga akan berkurang? Bagaimana jika suamiku memilih untuk meninggalkanku karena tak kunjung mendapat momongan?Suara ketukan pintu dari luar membuyarkan lamunanku. Aku langsung mendesah kesal mendengar nada bicara menyebalkan yang aku tahu persis suara siapa itu. "Mbak Vina, cepet ya? Keburu telat aku berangkat ke seko

  • Dicampakan setelah Tidak Berpenghasilan   32. Peluang Yang Berkurang

    Aku benar-benar merasa bosan berada terlalu lama di ruangan ini. Sudah satu jam aku keluar untuk menghisap beberapa rokok sebelum akhirnya kembali ke ruangan ini, tetapi istriku belum juga menunjukkan tanda-tanda pergerakan. Aku mendaratkan pantat di sebuah kursi yang ada di samping ranjang. Aku meraih ponsel dari dalam saku celana untuk membunuh rasa bosan. Setidaknya mencari hiburan agar tidak mati gara-gara bosan menunggu terlalu lama di sini. Banyak pesan masuk yang belum sempat aku balas karena sungkan dengan keluarga istriku. Aku baca deretan pesan masuk, dari saudara yang menanyakan kondisi istriku saat ini. Tapi ada satu nama yang membuatku seakan berhenti bernafas, karena saking senangnya. Tanpa menunggu lama, aku segera membalas pesan dari gadis tetapi bukan perawan pujaanku, Witri. Entah mengapa bayangan wajah cantiknya tetap menyelinap di pikiranku, meski aku sedang dilanda kekacauan karena perbuatanku yang menyebapkan istriku terbaring seperti sekarang ini.[Yank, krim

  • Dicampakan setelah Tidak Berpenghasilan   31. Ipar Judes

    PoV AkasAku berjalan mondar-mandir di depan ruangan operasi. Sepasang mata masih menatapku tajam, sudah seperti harimau yang membidik mangsa saja gadis itu. Setiap kali pandangan kami berserobok, aku tersenyum dan berpura-pura tidak merasa sedang diperhatikan olehnya. Cantik, sih. Tapi sepertinya Nuril itu tipe gadis yang ganas. Kalau saja sejak awal yang aku temukan pingsan di halte gadis itu bukan Vina, mungkin dengan membuatnya berhutang budi padaku, dia akan mudah menerimaku seperti kakaknya yang bodoh. Hanya perlu sedikit gombalan saja.Aku terus merutuki diri karena berlaku implusif yang menyebapkan Vina jatuh pingsan. Semoga kista yang dia alami jinak. Tolong lancarkan oprasi istriku Tuhan. Rasa cinta memang belum tumbuh di hatiku, tapi mengingatnya merintih kesakitan, membuat aku iba dan menyesal karena telah berbuat kasar padanya. Mungkin lebih tepatnya, aku takut jika kesalahan yang ku perbuat berakibat fatal. Bagaimana jika kistanya pecah? “Duduk Nak Akas. Kamu yang tena

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status