Guys, kasih review dan komentarnya ya ... Happy reading!!!
“Saya belum pernah bertemu dengan Bapak. Mungkin Bapak melihat saya di majalah atau sejenisnya?” Permata belum lama di Indonesia dan dia bahkan langsung bekerja tak lama setelah itu. Terlebih lagi karena di masa lalu pun dia tak mengenal orang-orang kalangan atas selain Axel. Tentu saja Permata dengan yakin mengatakan yang sesungguhnya.“Tidak-tidak. Anda seperti tidak asing di mata saya.” Lelaki itu masih kukuh. Tapi selanjutnya dia menggeleng. “Lupakan saja. Yang penting sekarang adalah kerja sama kita.” Lelaki itu tersenyum kemudian memperkenalkan diri. “Saya Bayu. Yang bertanggung jawab untuk kerja sama ini.” Permata segera mengenalkan dirinya dan dua kawannya yang ada di sampingnya. Saat mereka mengurus kontrak, tim lelaki itu langsung berurusan dengan Infinity sehingga mereka belum sempat untuk bertemu. Dan hari ini untuk pertama kalinya pertemuan itu dilakukan. Ada kepuasan di mata lelaki itu saat melihat Permata bekerja dengan sangat baik.Permata kembali pulang saat malam
“Mami … Mami ….” Permata dibuat terkejut karena Angkasa menyadari keberadaannya. Dengan panik, Permata berlari ke belakang sebuah mobil untuk bersembunyi. Jantungnya hampir meledak saking gugupnya. Melongokkan kepalanya, dia masih bisa melihat Angkasa berdiri sambil menatap ke arahnya. “Maafkan, Mami, Sayang.” Gumamnya pelan.Dari tempatnya bersembunyi, Permata bisa melihat Axel juga menatap ke arah yang sama dengan Angkasa. Entah apa yang diucapkan oleh Axel kepada Angkasa, karena setelah itu putranya kembali dengan kegiatannya. Bocah itu terlihat bahagia dan yang menjadi pertanyaan Permata adalah kenapa Axel tetap bersama dengan Angkasa seolah sedang mengajari sesuatu kepada putranya. Setelah keadaan aman, Permata dengan pelan berjalan mengendap-endap seperti seorang pencuri sampai tiba di mobil Angkasa. “Kamu benar-benar mengambil resiko tinggi.” Denial yang berada di sana segera mengeluarkan rutukannya. “Kamu tahu aku setengah mati tetap berada di dalam mobil agar Axel tidak m
“Lepaskan atau aku akan teriak!” Permata sadar dan segera memberontak. Kedua tangannya berusaha mendorong dan memukul Axel. Tapi itu hanya sebuah kesia-siaan. Semakin dia bergerak, pelukan Axel semakin erat. Permata mengencangkan rahangnya erat dan kepalanya dipenuhi dengan emosi. Tak bisa dipungkiri Permata ketakutan.“Teriak saja. Itu tak berarti apa pun.” Axel semakin mengeratkan pelukannya pada pinggang Permata. Meskipun hanya satu tangan, tapi kekuatan Permata tidak sebanding dengan Axel. “Kenapa kamu ketakutan? Ke mana keberanianmu yang kamu banggakan selama ini? Bukankah saat di hotel kamu berusaha menggodaku?” Tangan kanan Axel yang bebas bergerilya di wajah Permata. Mengelus wajah putih perempuan itu seperti yang dilakukan Permata ketika menggodanya saat itu. Permata mematung di tempatnya. Jantungnya berdentum tak karuan seperti dia akan mendapatkan hukuman mati. Permata berusaha mendorong dada Axel menggunakan kedua tangannya, tapi itu benar-benar tak terpengaruh. “Lepa
“Jangan pergi, Denial!” Permata mencegah agar lelaki itu tidak bertindak gegabah. Tapi Denial tidak peduli dengan teriakan Permata dan dia pergi begitu saja tanpa menoleh ke belakang. Deruan mesin mobil segera terdengar tak lama setelah itu membuat Permata dan Almeda menarik nafas panjang. Denial tampaknya sudah sangat marah dengan perlakukan Axel yang merendahkan Permata. “Besok aku akan bertemu dengan Pak Gema dan berbicara tentang masalah ini.” Almeda bersuara. “Kita harus menjadwal ulang untuk pemotretan Roque Glacio.“Apa yang akan kamu katakan kepada Pak Gema? Kita nggak mungkin mengungkap yang sebenarnya.” “Akan lebih baik kalau Axel di sana. Sehingga mudah buatku memancingnya memberikan jawaban yang sebenarnya.” Bukan hanya Permata yang merasakan sakit karena ulah Axel. Tapi orang-orang yang sudah bersama dengan Permata selama ini, pun merasakan sakit yang sama seperti yang dirasakan oleh Permata. Permata tidak banyak bicara setelah itu. Dia pamit kepada Almeda untuk perg
“Perempuan nakal tak tahu malu?” Denial mengulangi ucapan Axel dengan suara dingin yang membekukan. Selama dia mengenal Permata, tak pernah sekalipun Permata berperilaku yang menunjukkan ‘kenakalan’ seperti yang dikatakan oleh Axel. Perempuan itu justru menghindar jika ada laki-laki yang bemaksud tidak baik kepadanya. “Kamu menilai Permata terlalu tinggi, Tuan. Dia tidak sepolos yang Anda bayangkan. Dia adalah perempuan liar yang bisa menggoda siapapun.” Axel kembali mencemooh Permata. Tak tahan dengan ucapan Axel, Denial menyerang Axel kembali dengan hantaman kepalan tangannya di perut lelaki itu. Axel tertunduk berlutut. Lelaki itu memegangi perutnya dan tampak kesakitan. “Kalau mulutmu hanya berisi sampah, maka lebih kamu diam. Kamu tidak pernah tahu apa pun tentang Permata kecuali hanya menggunakan dia sebagai alat untuk mendapatkan keinginanmu.” Denial menjambak Axel sampai kepala lelaki itu mendongak. “Ingatlah kata-kataku. Perbuatanmu yang pengecut itu telah menjadikan P
“Gema, tinggalkan kami. Ada yang ingin aku bicarakan dengan Berlian.” Ada kecanggungan yang tidak bisa dideskripsikan ketika suara Axel mengudara. Gema menatap Permata seolah dia memiliki banyak pertanyaan di dalam pikirannya. Tatapan Permata dan Axel beradu namun tidak ada keramahan yang ditunjukkan dari keduanya. Permata bahkan tampak tak seperti biasanya. Dia lebih terlihat dingin dan tak bersahabat. “Baiklah. Aku akan meninggalkan kalian. Pastikan kalian tidak berkelahi.” Gema mengeluarkan sedikit lelucon agar suasana di antara keduanya bisa sedikit mencair, tapi itu bukan apa-apa kecuali hanya lelucon garing karena baik Axel ataupun Permata tidak ada satupun yang menanggapinya.Gema menjauh setelah mendorong kursi roda Axel ke sebuah lorong sepi namun dia tak benar-benar meninggalkan lelaki itu. Menatap Axel dan Permata dari kejauhan dan memantau situasi. Dua orang yang mengatakan akan berbicara berdua itu kini menatap ke arah yang sama tanpa ada yang membuka percakapan lebih
“Dia pikir dia siapa bertindak seperti itu di perusahaanku.” Axel yang melihat seorang bodyguard di depan ruangan Permata semakin memendam kemarahan di dalam dirinya. Seharusnya dia yang berhak mengatur Permata, bukan sebaliknya. Kini Permata memutuskan sesuatu yang terasa semakin menginjak-injak harga dirinya. Selama Axel bekerja sama dengan banyak model, tak pernah dirinya diperlakukan seperti ini. “Pak Axel?” Seorang staf menyadarkan Axel dari lamunannya dan membuat lelaki itu menatap staf tersebut. “Ada yang Bapak butuhkan?” tanyanya. “Kapan pemotretan Berlian dilakukan?” tanya Axel. “Saya perlu melihat langsung dan sambungkan ke komputer saya agar saya bisa memantau. Dan, pastikan fotografernya bisa mendengarkan arahan saya.” Perintah itu segera mendapatkan anggukan dari staf tersebut. Axel kembali ke ruangannya dan duduk di kursi kebesarannya. Hampir sepuluh menit saat layar komputernya menunjukkan suasana pemotretan. Ada seringaian jahat yang tampak di wajah Axel. Entah a
“Kamu sudah bertindak terlalu jauh dan selama ini aku hanya diam saja.” Sejak pertemuan pertama mereka, Permata lah yang seolah memberikan penyerangan demi penyerangan kepada Axel, begitulah yang dipikirkan oleh lelaki itu. Dia sudah cukup diam diinjak-injak harga dirinya oleh Permata. Axel tentu saja tidak akan pernah merasa salah karena dia adalah manusia paling benar di dunia ini. Menghubungi seseorang, untuk memastikan sesuatu, Axel mengangguk-angguk puas setelahnya. “Kamu jual, aku beli, Permata. Seorang Axel tidak akan pernah dikalahkan oleh perempuan seperti dirimu,” gumamnya pada dirinya sendiri. Jika Permata mendengar itu, perempuan itu pasti akan menertawakannya dengan wajah geli yang dibuat-buat untuk memancing emosi Axel. *** Satu minggu berlalu saat dunia maya dihebohkan oleh foto Permata di dalam website resmi Roque Glacio. Wajah cantik dan mengesankannya menjadi topik pembicaraan. Banyak orang berkomentar dan mengatakan banyak pujian untuk Permata.[Tentu saja Roq