Home / Romansa / Dicampakkan Setelah Malam Pertama / Part 9. Jangan Ambil Putraku

Share

Part 9. Jangan Ambil Putraku

Author: Loyce
last update Last Updated: 2023-02-16 14:53:21

“Aku benar-benar akan membuat kamu menyesal sudah membuang Angkasa, Axel. Kamu akan memohon maaf kepadaku atas perbuatan keji yang sudah kamu lakukan kepada putraku.” 

Batin Permata menjerit pilu. Anak-anak seusia Angkasa masih sangat membutuhkan sosok orang tua yang utuh. Tapi bocah kecil itu justru tidak tahu bagaimana rupa ayahnya, atau bagaimana suaranya. Jika ayahnya meninggal, itu tentu beda permasalah. Sayangnya, ayah Angkasa pun tak tahu kalau dia memiliki putra menggemaskan di dunia ini. 

Almeda mengusap punggung Permata dan menguatkan perempuan itu. “Jangan tunjukkan kesedihanmu di depannya.”

“Aku mengerti.” 

Selama ini, Permata selalu menunjukkan ekspresi bahagia setiap bersama dengan Angkasa. Seberat apa pun hari yang dilalui, dia akan tetap bersedia menemani putranya belajar jika bocah itu menginginkannya. 

Malam tiba. Permata membaringkan tubuh lelahnya di atas kasur dan mendesah nyaman. Dia baru saja menidurkan Angkasa di kamar bocah itu dan kini gilirannya mengistirahatkan tubuhnya sendiri setelah bekerja seharian. Permata merasakan kesadarannya tersedot habis dan dia berada di alam mimpi yang begitu gelap. Hanya ada cahaya temaram yang terlihat jauh di ujung sana. 

“Permata!” 

Panggilan itu membuat Permata membalikkan badannya dan seorang lelaki mendekat ke arahnya. Meskipun gelap, lelaki itu tampak tak terpengaruh. Langkahnya semakin mendekat, dan Permata merasa jika lelaki itu tampak seperti orang yang dikenal.

“Axel?” Permata mengatakan satu nama yang akhir-akhir ini berada di sekitarnya. 

Lelaki itu tak menjawab namun sosoknya kini menjulang di depannya dan jawaban didapatkan. Dia benar-benar Axel. Mata hitamnya menatap Permata dengan tatapan dingin dan membekukan. Tidak ada kata-kata yang keluar dari bibirnya untuk sesaat. Mereka saling memandang tapi permusuhan itu terasa kental.

“Permata. Meskipun kamu sekarang datang dengan sosok yang baru dan berpikir untuk bisa mengalahkanku, kamu tidak akan pernah mampu melakukannya. Aku tidak akan membiarkanmu merecoki hidupku. Lagi pula, kamu bukanlah lawanku.” Axel memberikan peringatan tegas kepada Permata. “Selagi aku masih berbaik hati, hentikan rencana apa pun yang sedang ada di dalam kepalamu sebelum semuanya terlambat.” 

Sorot mata Axel mengandung banyak emosi yang menguasainya. Permata yang mendengarkan ucapan Axel itu segera tersadar dan tersenyum mencemooh. 

“Axel, kenapa aku harus mendengarkanmu? Kamu bukan orang penting dalam hidupku sehingga kamu bisa mengaturku. Jangan memandang dirimu setinggi itu ketika kamu adalah orang yang tidak berguna.” 

Axel tampak mengeratkan rahangnya. Namun Permata tak ingin berhenti. “Aku berjanji pada diriku sendiri untuk membuatmu menyesal sudah menyakitiku. Aku tidak akan melupakan sikap burukmu yang sudah membuatku menderita. Sejak saat itu, aku bersumpah dalam setiap tarikan nafasku, aku akan membuatmu mengalami penderitaan yang sama seperti yang kamu lakukan kepadaku. Kamu harus mengingat kata-kataku. Aku tidak akan membiarkanmu hidup dengan tenang.”

“Mami!” Entah dari mana Angkasa datang, tapi di sisi kirinya, dia melihat sosok Angkasa yang kecil berjalan mendekat. 

“Mami? Ayo kita pergi. Aku tidak suka di sini. Ini terlalu gelap.” 

Jantung Permata dan Axel berdetak tak kalah kencangnya. Axel terkejut dengan panggilan mami yang disematkan oleh bocah kecil itu kepada Permata. Angkasa menggenggam tangan kiri Permata namun pandangannya mengarah pada Axel.

“Mami, siapa dia? Apa dia Papi? Apa dia adalah ayah Angkasa?” 

Pertanyaan bocah itu membuat kegelapan itu terasa menguasai tubuh Permata dan Axel. Permata bahkan bisa melihat bagaimana Axel menatap Angkasa dengan lekat dan ada sebuah ketertarikan dalam tatapannya. 

“Permata, apa maksudnya ini?” Axel menggeser tatapannya ke arah Permata. “Apakah dia putraku?”

“Putramu? Sebelum dia berada di dunia ini, kamu bahkan sudah membuangnya. Ingatlah kata-katamu saat itu. ‘Itu adalah anakmu, kamu bebas melakukan apa saja kepadanya’ bukankah begitu? Sekarang kamu bertanya dia adalah putramu? Kamu terlalu hina untuk mengakuinya sebagai putramu.” 

Axel kembali menatap bocah berusia empat tahun itu dengan tatapan yang begitu hangat. Itu seperti tatapan yang dulu pernah diberikan kepada Permata saat Axel sedang berpura-pura mencintainya. Sama sekali tak peduli dengan ucapan Permata yang sudah menghinanya. 

“Nak, siapa namamu?” Axel tiba-tiba saja bertanya. 

“Angkasa Narendra.” 

“Berapa usiamu?” 

“Empat.” Angkasa bahkan menunjukkan angka dengan jari-jarinya yang kecil. 

Axel kembali menatap ke arah Permata. “Dia benar-benar putraku. Waktunya begitu cocok. Kamu tidak bisa mengelak.” 

“Siapa yang peduli dengan itu? Selama ini, aku yang membesarkannya seorang diri. Dia tak membutuhkan sosok ayah seperti dirimu. Kamu harus tahu diri untuk tidak menyebut Angkasa adalah putramu.” 

Axel menatap Permata dengan tatapan tajam. Terlihat sekali kalau lelaki itu menginginkan Angkasa untuk dirinya. Bahkan tanpa malu dia menjawab, “Aku juga berhak atas dirinya. Aku adalah ayahnya.” 

“Bermimpilah sesukamu. Sampai mati pun, aku tidak akan membiarkan dirimu mencuri dia dari tanganku.” 

Permata dengan cekatan mengangkat Angkasa dan menggendongnya. Tanpa mengatakan apa pun, perempuan itu pergi dari hadapan Axel. Membawa putranya meninggalkan tempat itu secepat yang dia bisa karena tidak ingin Axel mengambil Angkasa dari tangannya. Tapi seolah Axel berada di mana-mana, Permata selalu bertemu dengan Axel ke mana pun dia pergi. Permata seolah terjebak. 

Angkasa ditarik oleh Axel dari gendongan Permata membuat perempuan itu berteriak kuat. Sekuat mungkin dia menahan Angkasa untuk tetap berada dalam pelukannya. 

“Lepaskan, Angkasa. Dia putraku. Kamu tidak berhak mengambilnya!” 

“Mami … Mami ….” 

“Lepaskan, Axel!”

“Aku tidak akan pernah melepaskannya. Aku akan mengambil dia darimu. Dia adalah putraku.”

“Tidak. Enyahlah!” 

Namun semakin Permata mencegah dan menahan agar Angkasa tetap berada dalam pelukannya, Axel mampu mengambil Angkasa dari tangannya. Lelaki itu membawa lari Angkasa dengan cepat takut Permata bisa mengejarnya. 

“Tidak … kembalikan Angkasa kepadaku. Kembalikan putraku. Tidak … tidak … jangan ambil dia dariku … tidak!” 

Permata diselimuti keringat di tubuhnya meskipun AC menyala dingin. Perempuan itu terbangun dengan nafas memburu. Kepalanya menoleh ke sana- kemari dan dia berada di dalam kamarnya. 

“Mimpi?” tanyanya pada keheningan malam. 

Meskipun itu mimpi, Permata buru-buru keluar dari kamarnya menuju ke kamar Angkasa untuk memastikan putranya masih berada di sana. Dia mendekat ke arah ranjang dan sosok kecil itu berbaring di atasnya dengan nafas teratur. Permata terduduk di lantai tepat di samping ranjang Angkasa dengan tubuh lunglai. 

Mimpi itu sangat mengerikan. Apa itu sebuah pertanda jika dia harus menyembunyikan Angkasa serapat mungkin untuk menghindari masalah seperti ini terjadi? 

Permata menatap Angkasa dan mengelus wajah kecil bocah itu. Kecupan kecil disematkan di pipi Angkasa dengan lembut takut mengganggu istirahat putranya. Tiba-tiba saja, air mata Permata menetes tanpa bisa dicegah. Dia meletakkan tangannya di atas tubuh Angkasa sambil bergumam,

“Mami janji akan membuat kamu aman, Sayang. Tidak ada yang bisa memisahkan kamu dari Mami, bahkan ayahmu sekalipun.” 

*** 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dicampakkan Setelah Malam Pertama   Special Part. Angkasa – Semesta

    Angkasa tidak tahu sejak kapan matanya selalu ingin melihat gadis itu. Gadis yang tampak tidak begitu bersahabat dengan orang lain dan lebih suka ke mana-mana sendiri. Beberapa temannya bahkan segan dengan gadis itu. Angkasa juga tidak tahu, kenapa dia suka berdiri di tempat di mana dia bisa memerhatikan gadis itu dalam diam. Ada getaran aneh yang dirasakan ketika suatu hari dia bersisipan jalan dengan gadis itu. Namanya Semesta, dia satu angkatan dengannya. Gadis itu benar-benar cuek dan memiliki dua saudara yang super posesif. Dia mendengar, mereka memang kembar tiga. “Lo suka sama dia, Ka?” Kesenangan Angkasa harus terputus karena temannya mendekat dan membuyarkan lamunannya. “Gue tahu kok, lo selalu berdiri di sini hanya untuk menatap Semesta.” Angkasa menarik napasnya panjang. Sepanjang hidupnya, dia hidup belum sekalipun dia merasakan jatuh cinta. Kalau sekarang getaran itu dirasakan, apa benar getaran itu adalah tanda jika dia sedang jatuh cinta? Ya, pertanyaan temannya itu

  • Dicampakkan Setelah Malam Pertama   Part 297. Itulah Keluarga (End) 

    Angkasa berdiri dengan membawa dua adiknya di dalam gendongannya. Membawanya masuk ke dalam rumah sehingga membuat dua adiknya itu tertawa-tawa. “Abang, ayo kita putra-putar.” Rembulan berteriak tepat di telinga Angkasa membuat Angkasa sedikit menjauhkan kepalanya. Tapi tidak bisa karena Moza ada di punggungnya. “Astaga, anak-anak ini.” Almeda menggeleng pelan. “Turun anak-anak. Kasihan abangnya dong.” “Nggak mau!” Suara itu keluar dari mulut Moza dan Rembulan secara bersamaan. “Abang, ayo kita mutar.” Rembulan mengimbuhi tak peduli dengan Almeda yang sudah menatap mereka memeringatkan. Melihat Almeda yang sudah mengerutkan kening, Angkasa segera bersuara. “Biarin aja Onty Al. Lagi menghibur yang mau adik.” Almeda mengerti, maka dia hanya diam pada akhirnya. Akhirnya Almeda kembali ke dapur. Bapak-bapak yang ada di belakang rumah tentu saja tidak tahu kelakuan anak-anak mereka. Membiarkan anak-anaknya berbuat seenaknya. Sedangkan Permata dan Crystal yang melihat dari dapur

  • Dicampakkan Setelah Malam Pertama   Part 296. Rengekan Rembulan

    “Bunda, kapan Rembulan punya adik?” Pertanyaan itu dilontarkan oleh bocah berusia lima tahun yang sudah memasuki sekolah Paud. Dia baru saja pulang dari sekolah, lalu berlari untuk bertemu dengan ibunya di kantor Crystal Fashion. Di belakangnya, ada Mbak Susi – si pengasuh. Crystal yang tengah menunduk dan tengah menggambar itu segera mendongak. Memberikan senyuman kecil untuk putrinya, lalu meninggalkan pekerjaannya untuk sementara. “Putri Bunda sudah pulang.” Pelukan Crystal mengerat pada putrinya. “Lho itu bawa apa?” “Telur gulung.” Crystal hampir menjatuhkan rahangnya ketika melihat bungkusan plastic berisi telur gulung yang dibawa oleh Rembulan. Crystal menatap Mbak Susi untuk meminta penjelasan kenapa putrinya harus makan-makanan seperti itu. Bukan masalah makanannya, yang dikhawatirkan oleh Crystal adalah makanan itu dibeli di sembarang tempat dan tidak higienis. “Itu bersih kok, Bu.” Tahu kalau dia harus memberikan penjelasan, maka Mbak Susi segera bersuara. “Di samping

  • Dicampakkan Setelah Malam Pertama   Part 295. Itu Salahnya 

    Bu Cintya memutus tatapan mereka dan berjalan mendekat ke arah Om Rudy. Lebih tepatnya ke arah pintu yang ada di belakang lelaki itu. Tidak ada sapaan sama sekali. Dia masuk begitu saja, lalu tersenyum ketika melihat anggota keluarga yang lain kumpul. “Angkasa!” Bocah yang menginjak remaja itu mendongak dan tersenyum. Hanya senyum kecil. Tubuhnya menempel pada tubuh Denial dengan tangan sibuk bermain tab. Peraturan masih sama, karena hari libur, maka dia bisa bermain benda elektronik itu. “Kalian makan malam di sini sekalian, ya. Kita masak sama-sama.” Mereka saling pandang sebelum mengangguk bersamaan. Tentu saja, itu membuat Bu Cintya bahagia luar biasa. Perempuan itu duduk di sofa tepat di samping Almeda dan memangku Elang dengan lembut. Sedangkan Moza yang sudah bisa berjalan itu tak mau diam. Axel harus terus memantaunya agar tidak jatuh. Gema masuk dan segera menyergap bocah kecil itu kemudian mengangkatnya tinggi-tinggi. Tawa renyah keluar dari mulutnya. “Cantiknya siapa?”

  • Dicampakkan Setelah Malam Pertama   Part 294. Kedatangan Om Rudy

    “Ma, besok mau ajak Rembulan ke rumah Almeda. Ayah mau ketemu katanya.” Pagi ini, saat sarapan, Denial memberitahu ibunya tentang keinginannya untuk pergi ke rumah Almeda. Ini untuk pertama kalinya Rembulan akan diajak pergi keluar setelah dia pulang dari rumah sakit. Ya, sudah tiga bulan memang usia Rembulan sekarang. Bocah kecil itu sudah bisa tersenyum. Bu Cintya tidak langsung menjawab dan justru menatap ke arah Denial dan Crystal bergantian. Seolah tidak memberinya izin. Dan benar, jawaban itu menunjukkan penolakan. “Masih terlalu kecil untuk dibawa keluar, Den. Mama nggak setuju. Mama akan izinkan kalian ajak Rembulan pergi kalau udah enam bulan.” “Ayah pengen lihat, Ma. Setelah pulang dari rumah sakit waktu itu ‘kan belum pernah ketemu lagi. Cuma lihat dari foto atau video aja.” “Ya tapi Rembulan masih kecil. Mama nggak izinkan.” Penolakan itu jelas dan lugas. Ini bukan karena Bu Cintya tidak mengizinkan si mantan suami itu bertemu dengan cucu mereka. Tapi semua demi cucu

  • Dicampakkan Setelah Malam Pertama   Part 293. Pulang

    “Kondisi Rembulan sudah sangat baik, Bu. Anak ini sudah sehat sepenuhnya.” Kelegaan membanjiri hati Crystal dan keluarganya. Dia langsung memeluk Denial yang ada di sampingnya saat kabar itu diberikan kepadanya. Hari-hari buruk yang mereka lalui sudah berakhir dan tinggal rasa bahagia yang datang. “Silakan, Bu.” Seorang suster menyerahkan Rembulan kepada Crystal sudah mengeluarkan air matanya. Dengan tangan sedikit bergetar, dia menerima bayinya dan menciumnya dengan sayang. Denial tersenyum lega. Tangannya terulur mengelus tangan Rembulan. Meskipun dia pun sudah pernah menggendongnya, tapi dia merasakan hari ini lebih dari special. Denial tentu lebih berpengalaman dalam soal mengurus bayi dibandingkan Crystal. Dan setelah mereka pulang ke rumah nanti, dia yang akan mengambil alih untuk tugas Crystal semisal Rembulan bangun di tengah malam. “Terima kasih, Dokter. Saya sungguh-sungguh berterima kasih. Berkat Dokter, bayi kami sehat dan sehat.” Crystal bisa merasakan, tubuh putriny

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status